Rabu, 04 Oktober 2017

PERENCANAAN TES



PERENCANAAN TES

MAKALAH
Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas
Pada Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran
Pada Prodi PGSD


Oleh :
MUNICA FITRIA SARI
ASMITA SARI HASIBUAN


Dosen Pengampu :
Zon Saroha Ritonga, S.Pd.I,M.Pd




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS NAHDLATUL
ULAMA SUMATERA UTARA
2017



KATA PENGANTAR



Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirrat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayahNya sehingga kita dapat menyelesaikan makalah dengan judul Perencanaan tes.
 Sholawat serta salam semoga tetap terlimpah pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umatnya dari lembah kebodohan menuju alam berpendidikan seperti sekarang ini.
Pada kesempatan ini kami telah menyelesaikan makalah perencanaan tes, dalam makalah ini kami akan kami akan sajikan beberapa hal yang terkait dengan  perencanaan tes.
Kritik dan saran kami harapkan untuk perbaikan makalah kami selanjutya. Semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penyusun dan umumnya bagi pembaca sekalian.

                                                                                    Medan, 04 Oktober 2017
                                                                                    


                                                                                    Penulis
 




BAB I

PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG BELAKANG
Merencanakan tes merupakan salah satu langkah yang tidak boleh ditinggalkan dalam perencanaan dan desain pembelajaran. Melalui evaluasi yang tepat bukan saja kita dapat menentukan keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran, akan tetapi juga sekaligus dapat melihat efektivitas program desain yang kita rencanakan. Halmanik (2003) menjelaskan pentingnya perencanaan tes sebagai berikut :
pertama, perencanaan tes membantu kita untuk menentukan apakah tujuan tujuan telah dirumuskan dalam artian tingkah laku. Hal ini akan memudahkan perencanaan suatu tes untukk mengukur prestasi belajar siswa. Selanjutnya ia akan menyatakan bahwa penulisan suatu tes akan membantu kita untuk memeriksa tujuan-tujuan dan jika perlu mengadakan revisi sebelum merancang pengajaran.
Kedua, berdasarkan perencanaan tes yang telah ada itu , selanjutnya kita dapat bersiap-siap untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan. Dengan informasi itu dapat diketahui bahwa siswa telah memahami tujuan , apakah mereka telah mencapainya, dan sebagainya.
Ketiga, perencanaan tes memberikan waktu yang cukup untuk merancang tes . Untuk menyusun suatu tes yang baik , diperlukan persiapan yang matang yang mungkin akan menyita waktu yang cukup banyak.

Atas dasar ketiga hal tersebut kemampuan untuk mengembangkan perencanaan tes merupakan suatu keharusan bagi seorang guru atau pengajar.   

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa saja yang harus diperhatikan dalam membuat  perencanaan tes?
2.       Apa yang harus diperhatikan dalam penulisan kisi-kisi soal?

C.     TUJUAN PENULISAN
1.      Untuk mengetahui pembuatan perencanaan tes
2.      Untuk mengetahui penulisan kisi-kisi soal


BAB II
PEMBAHASAN
           
            Tes hasil belajar (achievement test) dikatakan baik jika tes tersebut dapat mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam rencana pembelajaran. Ideal semua tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam rencana pembelajaran harus diukur ketercapaiannya. Tetapi mengingat keterbatasan waktu pelaksanaan ujian maka keadaan ini memaksa kita untuk memilih tujuan-tujuan penting mana yang harus diukur ketercapaiannya. Pemilihan tersebut harus dilakukan secara representative agar kita mempunyai keyakinan bahwa jika siswa lulus dalam tes ini maka siswa tersebut memang telah menguasai materi mata pelajaran yang telah diajarkan dalam proses pembelajaran. Keadaan seperti itu dapat dicapai jika dalam menyusun tes tersebut dilakukan melalui perencanaan yang baik.

A.    ASPEK-ASPEK PERENCANAAN TES
Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam membuat perencanaan tes antara lain :
1.      Pemilihan sampel materi yang akan diujikan. Pemilihan sampel materi yang akan ditulis butir soalnya hendaknya dilakukan dengan mengacu pada tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Pilihlah sampel materi yang secara refresentatif dapat mewakili semua materi yang telah diajarkan selama proses pembelajaran. Semakin banyak sampel materi yang dapat ditanyakan maka semakin banyak pula tujuan pembelajaran yang akan dapat kita ukur. Dasar pertimbangan yang dipergunakan dalam pemilihan sampel materi adalah dasar pertimbangan keahlian (expert judgemen).
2.      Jenis tes yang akan digunakan. Pemilihan jenis tes yang akan digunakan berhubungan erat dengan jumlah sampel materi yang dapat diukur, tingkat kognitif yang akan diukur, jumlah peserta tes, serta jumlah butir soal yang akan dibuat.
3.      Jenjang kemampuan berfikir yang ini ingin diuji. Setiap mata pelajaran mempunyai penekanan kemampuan yang berbeda dalam mengembangkan proses berfikir siswa. Dengan demikian jenjang kemampuan berfikir yang diuji pun berbeda-beda. Jika tujuan suatu mata pelajaran lebih menekankan pada pengembangan proses berpikir analisis, evaluasi, dan kreasi maka butuh soal yang akan digunakan dalam ujian harus dapat mengukur kemampuan tersebut demikian juga sebaliknya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa kumpulan butir soal yang akan digunakan dalam ujian harus dapat mengukur proses berfikir yang relevan dengan proses berfikir yang dikembangkan selama proses pembelajaran. Dalam hubungan ini kita mengenal ranah kognitif yang dikembangkan oleh bloom dan kawan-kawan yang kemudian direvisi oleh krathwoll(2001). Revisi krathwoll terhadap tingkatan dalam ranah kognitif adalah ingatan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), evaluasi (C5), dan kreasi (C6). Berikut ini akan diuraikan secara singkat ke-6 jenjang proses berpikir tersebut.
Ingatan (C1),merupakan jenjang proses berpikir yang paling sederhana. Butir soal akan dikatakan mengukur kemampuan proses berpikir ingatan jika butir soal tersebut hanya meminta pada siswa untuk mengingat kembali tentang segala sesuatu yang telah diajarkan dalam proses pembelajaran seperti mengingat nama, istilah, rumus, gejala, dan sebagainya tanpa menuntut kemampuan untuk memahami atau menggunakannya.
      Pemahaman (C2), merupakan jenjang proses berpikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan. Butir soal dikatakan mengukur kemampuan proses berfikir pemahaman jika butir soal tersebut tidak hanya meminta pada siswa untuk mengingat kembali tentang segala sesuatu yang telah diajarkan dalam proses pembelajaran tetapi siswa tersebut harus mengert, dapat menangkap arti dari materi yang dipelajari serta dapat melihatnya dari beberaoa segi.
      Penerapan (C3), merupakan jenjang proses berpikir yang setingkat lebih tinggi dari pemahaman. Butir soal dikatakan mengukur kemampuan proses berpikir penerapan jika butir soal tersebut meminta pada siswa untuk memilih, menggunakan, atau menggunakan dengan tepat suatu rumus, metode, konsep, prinsip, hokum, teori, atau dalil jika dihadapkan pada situasi baru.
      Analilis (C4), merupakan jenjang proses berpikir yang setingkat lebih tinggi dari penerapan. Butir soal dikatakan mengukur kemampuan proses berpikir analisis jika butir soal tersebut meminta pada siswa untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan antar bagian tersebut.
      Evaluasi (C5), merupakan jenjang proses berpikir yang lebih kompleks dari analisis. Butir soal dikatakan mengukur kemampuan proses berpikir evaluasi jika butir soal tersebut meminta pada siswa untuk membuat pertimbangan atau menilai terhadap sesuatu berdasarkan kriteria-kriteria yang ada.
      Kreasi (C6), merupakan jenjang proses berpikir yang paling kompleks. Proses berpikir ini menghendaki siswa untuk menghasilkan suatu produk yang baru sebagai hasil kreasinya.
4.      Ragam tes yang digunakan. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa ada beberapa ragam tes yang dapat dipergunakan sebagai alat ukur hasil belajar siswa baik itu berupa tes objektif maupun tes uraian. Untuk tes objektif dapat dipilih tes B-S, tes menjodohkan, atau tes pilihan ganda. Selanjutnya tes pilihan ganda dapat dipilah lagi menjadi:
a.       Melengkapi pilihan (ragam A)
b.      Hubungan antar hal (ragam B)
c.       Analisis kasus (ragam C)
d.      Ganda kompleks (ragam D) atau
e.       Membaca diagram, tabel, grafik (ragam E)
Sedangkan untuk tes uraian dapat dipilih tes uraian terbatas atau uraian terbuka. Setiap ragam tes mempunyai kegunaan tertentu dalam mengukur hasil belajar siswa. Misalnya tes B – S, tes menjodohkan, dan tes pilihan ganda ragam A tepat digunakan untuk mengukur jenjang proses berpikir ingatan atau pemahaman. Tes pilihan ganda ragam B, ragam C, ragam E tepat digunakan untuk mengukur jenjang proses berpikir yang lebih tinggi dari sekedar ingatan. Demikian pula dengan tes uraian. Jadi pemilihan ragam soal ini erat kaitannya dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
5.      Sebaran tingkat kesukaran butir soal. Pada umumnya ahli pengukuran sepakat bahwa butir soal yang dapat memberikan informasi yang besar kepada guru adalah butir soal yang tingkat kesukarannya sedang (harga p disekitar 0,5) secara teoritis dapat dilihat bahwa butir soal dengan tingkat kesukaran = 0,5 akan sangat memungkinkan mempunyai indeks daya beda maksimal (mendekati 1). Pembahasan mengenai karakteristik butir soal akan dibahas tersendiri pada modul berikutnya jika butir soal mempunyai tingkat kesukaran sedang dengan indeks daya beda tinggi maka butir soal tersebut dapat membedakan antara siswa yang pandai dan siswa yang kurang pandai. Dengan memperhatikan karakteristik butir soal seperti itu maka tes yang baik adalah tes yang kumpulan butir soalnya sebagian besar mempunyai tingkat kesukaran sedang. Tetapi itu bukan satu-satunya pertimbangan karena pemilihan butir soal harus berpedoman pada tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Dalam menentukan sebaran tingkay kesukaran butir soal dalam set soal untuk ujian harus mempertimbangkan interprestasi hasil tes mana yang akan dipergunakan. Ada dua pendekatan yang dapat digunakan dalam menginterprestasikan hasil tes yaitu :
a.       Pendekatan penilaian acuan criteria atau patokan (PAK atau PAP)
b.      Pendekatan penilaian acuan norma (PAN)
Pembahasan lebih rinci tentang kedua pendekatan ini akan dibahas dalam modul berikutnya. Jika telah diputuskan untuk menggunakan PAK dalam menginterprestasikan hasil tes maka yang menjadi pertimbangan dalam penyusunan butir soal dalam ujian adalah ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan dalam pembelajaran. Walaupun butir soal itu mudah tetapi kalau butir soal tersebut diperlukan untuk mengukur tujuan yang telah ditetapkan maka butir soal tersebut harus digunakan. Jika telah diputuskan untuk menggunakan PAN dalam menginterprestasikan hasil tes maka penentuan sebaran tingkat kesukaran butir soal dalam set ujian menjadi sangat penting. Jika akan menggunakan PAN maka sebagian besar butir soal dalam set tes harus mempunyai tingkat kesukaran sedang.
6.      Waktu yang disediakan untuk pelaksaan ujian. Lamanya waktu ujian merupakan factor pembatas yang harus diperhatikan dalam membuat perencanaan tes. Lamanya waktu ujian (misalnya 90 menit) akan membawa konsekuensi kepada banyaknya butir soal yang harus dibuat. Jumlah butir soal yang akan diujikan harus diperkirakan agar dapat diselesaikan dalam waktu 90 menit. Jumlah butir soal tidak boleh terlalu banyak atau terlalu sedikit. Jika butir soal yang disediakan terlalu banyak maka set soal tersebut tidak akan dapat diselesaikan dalam waktu 90 menit. Jika ini terjadi maka akan mendorong kepada siswa untuk menjawab butir soal dengan cara menebak, walaupun sebenarnya mereka dapat mengerjakan apabila disediakan waktu yang cukup. Sebaliknya, jika butir soal yang disediakan terlalu sedikit maka butir soal akan diselesaikan sebelum waktunya habis sehingga pelaksanaan ujian tidak efektif.
7.      Jumlah butir soal. Penentuan jumlah butir soal yang tepat dalam satu kali ujian tergantung pada beberapa hal antara lain : tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, ragam soal yang akan digunakan, proses berfikir yang ingin diukur, dan sebaran tingkat kesukaran dalam set tes tersebut. Jika tujuan pembelajaran yang akan diukur lebih banyak yang memerlukan proses berpikir tinggi maka butir soal yang akan digunakan biasanya lebih banyak yang sukar, menggunakan ragam soal hubungan antar hal, analisis kasus, atau membaca diagram, grafik, dan tabel. Jika itu yang diinginkan maka butir soal dalam set tes tidak akan terlalu banyak.

B.     PENULISAN KISI-KISI SOAL
Untuk membantu mempermudah pengisian format kisi-kisi, lakukan langkah-langkah berikut :
1.      Siapkan format kisi-kisi dan buku materi yang akan anda gunakan sebagai sumber dalam pembuatan kisi-kisi.
2.      Tentukan pokok bahasan dan sub-pokok bahasan yang akan dipilih sebagai sempel materi yang akan diujikan. Kemudian tuliskan pokok bahasan dan sub-pokok bahasan tersebut pada lembar kisi-kisi. Pemilihan ini hendaknya harus memperhatikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan waktu ujian yang telah ditentukan.
3.      Tentukan berapa jumlah butir soal yang layak ditanyakan dalam satu waktu ujian tersebut. Penentuan jumlah butir soal harus memperhatikan tingkat kesukaran butir soal dan proses berpikir yang ingin diukur.
4.      Sebarkan jumlah butir soal tersebut per pokok bahasan. Penentuan jumlah butir soal perpokok bahasan hendaknya dilakukan secara proposional berdasarkan kepentingan atau keluasan pokok bahasan. Jadi jumlah butir soal perpokok bahasan tidak harus sama.
5.      Distribusikan jumlah butir soal perpokok bahasan tersebut kedalam sub-pokok bahasan. Pendistribusian jumlah butir soal ini juga harus dilakukan secara proposional sesuai dengan kepentingan atau keluasan sub-pokok bahasan tersebut.
6.      Distribusikan jumlah butir soal persub-pokok bahasan tersebut kedalam kolom-kolom proses berfikir dan tingkat kesukaran butir soal pendoistribusian ini harus berpedoman pada tujuan pembelajaran yang akan diukur ketercapaiannya dan proses berpikir yang dikembangkan selama proses pembelajarannya.





Berikut ini adalah contoh kisi-kisi soal :

Kisi-kisi tes
Mata Pelajaran            :
Kelas                           :
Waktu Ujian                :
Penulis                         :
Bentuk soal                 :
Jumlah butir soal         :
Sekolah                       :

No.
Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan
Jenjang kemampuan dan tingkat kesukaran
Jumlah
C1
C2
C3
C4, 5,6
Md
sd
sk
md
sd
Sk
md
sd
sk
md
sd
sk






































BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
          Dalam penyusunan perencanaan tes perlu diperhatikan tes hasil belajara harus dapat mengukur secara jelas hasil belajar. Disamping itu tes juga harus dijadikan alat untuk mencari informasi yang berguna untuk memperbaiki cara belajar siswa dan cara mengajar guru itu sendiri.
Dalam perencanaan tes sangat diperlukan kisi-kisi agar tes objektif yang akan ditulis tidak melenceng dari meteri yang telah diajarkan selama proses pembelajaran  dan juga menjadi pedoman bagi penulis dalam menulis setiap butir soal.
 


DAFTAR PUSTAKA
Grond, N., E., & Linn, R., L., (1990). Measurement and Evaluation in Teaching,
New York, MacMilian. Pub. Company.
Hopkins, C., D., & Antes, R., L., (1990). Classroom Measurement and
Evaluation, Illonois, F.E. Peacock Publishers. Inc.
Hopkins, K., D., & Stanley, J., S., & Hopkins, B., R. (1990). Educational and
PsyChological Measurement and Evaluation, New Jersey, Prentice Hall.
Nitko, A., J, (1983). Educational Test and Measurement an Introduction New
York, Harcourt Brace Jovanovich, Inc.
Nasoetion, N & Suryanto, A. (2002). Tes, pengukuran dan penilaian. Jakarta :
Pusat Penerbit Universitas Terbuka.
Roid, G,. H., & Haladyna, T., M. (1982). A Teachnology for Test-Item Writing New York. Harcourt Brace Jovanovich, Inc.