PERENCANAAN TES
MAKALAH
Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas
Pada Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran
Pada Prodi PGSD
Oleh :
MUNICA
FITRIA SARI
ASMITA SARI HASIBUAN
Dosen Pengampu :
Zon Saroha
Ritonga, S.Pd.I,M.Pd

PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS
NAHDLATUL
ULAMA
SUMATERA UTARA
2017
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirrat Allah SWT
yang telah memberikan rahmat serta hidayahNya sehingga kita dapat menyelesaikan
makalah dengan judul Perencanaan tes.
Sholawat serta salam semoga
tetap terlimpah pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing
umatnya dari lembah kebodohan menuju alam berpendidikan seperti sekarang ini.
Pada kesempatan ini kami telah
menyelesaikan makalah perencanaan tes, dalam makalah ini kami akan kami akan
sajikan beberapa hal yang terkait dengan perencanaan tes.
Kritik dan saran kami harapkan untuk
perbaikan makalah kami selanjutya. Semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi
penyusun dan umumnya bagi pembaca sekalian.
Medan,
04 Oktober 2017
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG BELAKANG
Merencanakan tes merupakan salah satu langkah yang tidak boleh ditinggalkan
dalam perencanaan dan desain pembelajaran. Melalui evaluasi yang tepat bukan
saja kita dapat menentukan keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran,
akan tetapi juga sekaligus dapat melihat efektivitas program desain yang kita
rencanakan. Halmanik (2003) menjelaskan pentingnya perencanaan tes sebagai berikut :
pertama, perencanaan
tes membantu kita untuk menentukan
apakah tujuan tujuan telah dirumuskan dalam artian
tingkah laku. Hal ini akan memudahkan perencanaan suatu tes untukk mengukur
prestasi belajar siswa. Selanjutnya ia akan menyatakan bahwa penulisan suatu
tes akan membantu kita untuk
memeriksa tujuan-tujuan dan jika perlu mengadakan revisi sebelum merancang
pengajaran.
Kedua,
berdasarkan perencanaan tes yang telah ada itu , selanjutnya kita dapat bersiap-siap
untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan. Dengan informasi itu dapat
diketahui bahwa siswa telah memahami tujuan , apakah mereka telah mencapainya,
dan sebagainya.
Ketiga,
perencanaan tes memberikan waktu yang cukup untuk
merancang tes . Untuk menyusun suatu tes yang baik , diperlukan persiapan yang
matang yang mungkin akan menyita waktu yang cukup banyak.
Atas
dasar ketiga hal tersebut kemampuan untuk mengembangkan perencanaan tes merupakan suatu keharusan bagi seorang guru atau pengajar.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa saja yang harus diperhatikan dalam membuat perencanaan tes?
2.
Apa
yang harus diperhatikan dalam penulisan kisi-kisi soal?
C.
TUJUAN PENULISAN
1.
Untuk mengetahui pembuatan
perencanaan tes
2.
Untuk mengetahui penulisan
kisi-kisi soal
BAB
II
PEMBAHASAN
Tes
hasil belajar (achievement test) dikatakan
baik jika tes tersebut dapat mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran yang
telah ditetapkan dalam rencana pembelajaran. Ideal semua tujuan pembelajaran
yang telah ditetapkan dalam rencana pembelajaran harus diukur ketercapaiannya.
Tetapi mengingat keterbatasan waktu pelaksanaan ujian maka keadaan ini memaksa
kita untuk memilih tujuan-tujuan penting mana yang harus diukur
ketercapaiannya. Pemilihan tersebut harus dilakukan secara representative agar
kita mempunyai keyakinan bahwa jika siswa lulus dalam tes ini maka siswa
tersebut memang telah menguasai materi mata pelajaran yang telah diajarkan
dalam proses pembelajaran. Keadaan seperti itu dapat dicapai jika dalam
menyusun tes tersebut dilakukan melalui perencanaan yang baik.
A. ASPEK-ASPEK
PERENCANAAN TES
Beberapa hal penting
yang harus diperhatikan dalam membuat perencanaan tes antara lain :
1. Pemilihan
sampel materi yang akan diujikan. Pemilihan sampel materi yang akan ditulis
butir soalnya hendaknya dilakukan dengan mengacu pada tujuan pembelajaran yang
ingin dicapai. Pilihlah sampel materi yang secara refresentatif dapat mewakili
semua materi yang telah diajarkan selama proses pembelajaran. Semakin banyak
sampel materi yang dapat ditanyakan maka semakin banyak pula tujuan
pembelajaran yang akan dapat kita ukur. Dasar pertimbangan yang dipergunakan
dalam pemilihan sampel materi adalah dasar pertimbangan keahlian (expert judgemen).
2. Jenis
tes yang akan digunakan. Pemilihan jenis tes yang akan digunakan berhubungan
erat dengan jumlah sampel materi yang dapat diukur, tingkat kognitif yang akan
diukur, jumlah peserta tes, serta jumlah butir soal yang akan dibuat.
3. Jenjang
kemampuan berfikir yang ini ingin diuji. Setiap mata pelajaran mempunyai
penekanan kemampuan yang berbeda dalam mengembangkan proses berfikir siswa.
Dengan demikian jenjang kemampuan berfikir yang diuji pun berbeda-beda. Jika
tujuan suatu mata pelajaran lebih menekankan pada pengembangan proses berpikir
analisis, evaluasi, dan kreasi maka butuh soal yang akan digunakan dalam ujian
harus dapat mengukur kemampuan tersebut demikian juga sebaliknya. Secara
singkat dapat dikatakan bahwa kumpulan butir soal yang akan digunakan dalam
ujian harus dapat mengukur proses berfikir yang relevan dengan proses berfikir
yang dikembangkan selama proses pembelajaran. Dalam hubungan ini kita mengenal
ranah kognitif yang dikembangkan oleh bloom dan kawan-kawan yang kemudian
direvisi oleh krathwoll(2001). Revisi krathwoll terhadap tingkatan dalam ranah
kognitif adalah ingatan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), evaluasi
(C5), dan kreasi (C6). Berikut ini akan diuraikan secara singkat ke-6 jenjang
proses berpikir tersebut.
Ingatan
(C1),merupakan jenjang proses berpikir yang paling sederhana. Butir soal akan
dikatakan mengukur kemampuan proses berpikir ingatan jika butir soal tersebut
hanya meminta pada siswa untuk mengingat kembali tentang segala sesuatu yang
telah diajarkan dalam proses pembelajaran seperti mengingat nama, istilah,
rumus, gejala, dan sebagainya tanpa menuntut kemampuan untuk memahami atau
menggunakannya.
Pemahaman
(C2), merupakan jenjang proses berpikir yang setingkat lebih tinggi dari
ingatan. Butir soal dikatakan mengukur kemampuan proses berfikir pemahaman jika
butir soal tersebut tidak hanya meminta pada siswa untuk mengingat kembali
tentang segala sesuatu yang telah diajarkan dalam proses pembelajaran tetapi
siswa tersebut harus mengert, dapat menangkap arti dari materi yang dipelajari
serta dapat melihatnya dari beberaoa segi.
Penerapan
(C3), merupakan jenjang proses berpikir yang setingkat lebih tinggi dari
pemahaman. Butir soal dikatakan mengukur kemampuan proses berpikir penerapan
jika butir soal tersebut meminta pada siswa untuk memilih, menggunakan, atau
menggunakan dengan tepat suatu rumus, metode, konsep, prinsip, hokum, teori,
atau dalil jika dihadapkan pada situasi baru.
Analilis
(C4), merupakan jenjang proses berpikir yang setingkat lebih tinggi dari
penerapan. Butir soal dikatakan mengukur kemampuan proses berpikir analisis
jika butir soal tersebut meminta pada siswa untuk merinci atau menguraikan
suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu
memahami hubungan antar bagian tersebut.
Evaluasi
(C5), merupakan jenjang proses berpikir yang lebih kompleks dari analisis.
Butir soal dikatakan mengukur kemampuan proses berpikir evaluasi jika butir
soal tersebut meminta pada siswa untuk membuat pertimbangan atau menilai
terhadap sesuatu berdasarkan kriteria-kriteria yang ada.
Kreasi
(C6), merupakan jenjang proses berpikir yang paling kompleks. Proses berpikir
ini menghendaki siswa untuk menghasilkan suatu produk yang baru sebagai hasil
kreasinya.
4. Ragam
tes yang digunakan. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa ada beberapa
ragam tes yang dapat dipergunakan sebagai alat ukur hasil belajar siswa baik
itu berupa tes objektif maupun tes uraian. Untuk tes objektif dapat dipilih tes
B-S, tes menjodohkan, atau tes pilihan ganda. Selanjutnya tes pilihan ganda
dapat dipilah lagi menjadi:
a. Melengkapi
pilihan (ragam A)
b. Hubungan
antar hal (ragam B)
c. Analisis
kasus (ragam C)
d. Ganda
kompleks (ragam D) atau
e. Membaca
diagram, tabel, grafik (ragam E)
Sedangkan
untuk tes uraian dapat dipilih tes uraian terbatas atau uraian terbuka. Setiap
ragam tes mempunyai kegunaan tertentu dalam mengukur hasil belajar siswa.
Misalnya tes B – S, tes menjodohkan, dan tes pilihan ganda ragam A tepat
digunakan untuk mengukur jenjang proses berpikir ingatan atau pemahaman. Tes
pilihan ganda ragam B, ragam C, ragam E tepat digunakan untuk mengukur jenjang
proses berpikir yang lebih tinggi dari sekedar ingatan. Demikian pula dengan
tes uraian. Jadi pemilihan ragam soal ini erat kaitannya dengan tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai.
5. Sebaran
tingkat kesukaran butir soal. Pada umumnya ahli pengukuran sepakat bahwa butir
soal yang dapat memberikan informasi yang besar kepada guru adalah butir soal yang
tingkat kesukarannya sedang (harga p disekitar 0,5) secara teoritis dapat
dilihat bahwa butir soal dengan tingkat kesukaran = 0,5 akan sangat
memungkinkan mempunyai indeks daya beda maksimal (mendekati 1). Pembahasan
mengenai karakteristik butir soal akan dibahas tersendiri pada modul berikutnya
jika butir soal mempunyai tingkat kesukaran sedang dengan indeks daya beda
tinggi maka butir soal tersebut dapat membedakan antara siswa yang pandai dan
siswa yang kurang pandai. Dengan memperhatikan karakteristik butir soal seperti
itu maka tes yang baik adalah tes yang kumpulan butir soalnya sebagian besar
mempunyai tingkat kesukaran sedang. Tetapi itu bukan satu-satunya pertimbangan
karena pemilihan butir soal harus berpedoman pada tujuan pembelajaran yang
ingin dicapai. Dalam menentukan sebaran tingkay kesukaran butir soal dalam set
soal untuk ujian harus mempertimbangkan interprestasi hasil tes mana yang akan
dipergunakan. Ada dua pendekatan yang dapat digunakan dalam
menginterprestasikan hasil tes yaitu :
a. Pendekatan
penilaian acuan criteria atau patokan (PAK atau PAP)
b. Pendekatan
penilaian acuan norma (PAN)
Pembahasan
lebih rinci tentang kedua pendekatan ini akan dibahas dalam modul berikutnya.
Jika telah diputuskan untuk menggunakan PAK dalam menginterprestasikan hasil
tes maka yang menjadi pertimbangan dalam penyusunan butir soal dalam ujian
adalah ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan dalam pembelajaran. Walaupun
butir soal itu mudah tetapi kalau butir soal tersebut diperlukan untuk mengukur
tujuan yang telah ditetapkan maka butir soal tersebut harus digunakan. Jika
telah diputuskan untuk menggunakan PAN dalam menginterprestasikan hasil tes
maka penentuan sebaran tingkat kesukaran butir soal dalam set ujian menjadi
sangat penting. Jika akan menggunakan PAN maka sebagian besar butir soal dalam
set tes harus mempunyai tingkat kesukaran sedang.
6. Waktu
yang disediakan untuk pelaksaan ujian. Lamanya waktu ujian merupakan factor
pembatas yang harus diperhatikan dalam membuat perencanaan tes. Lamanya waktu
ujian (misalnya 90 menit) akan membawa konsekuensi kepada banyaknya butir soal
yang harus dibuat. Jumlah butir soal yang akan diujikan harus diperkirakan agar
dapat diselesaikan dalam waktu 90 menit. Jumlah butir soal tidak boleh terlalu
banyak atau terlalu sedikit. Jika butir soal yang disediakan terlalu banyak
maka set soal tersebut tidak akan dapat diselesaikan dalam waktu 90 menit. Jika
ini terjadi maka akan mendorong kepada siswa untuk menjawab butir soal dengan
cara menebak, walaupun sebenarnya mereka dapat mengerjakan apabila disediakan
waktu yang cukup. Sebaliknya, jika butir soal yang disediakan terlalu sedikit
maka butir soal akan diselesaikan sebelum waktunya habis sehingga pelaksanaan
ujian tidak efektif.
7. Jumlah
butir soal. Penentuan jumlah butir soal yang tepat dalam satu kali ujian
tergantung pada beberapa hal antara lain : tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai, ragam soal yang akan digunakan, proses berfikir yang ingin diukur, dan
sebaran tingkat kesukaran dalam set tes tersebut. Jika tujuan pembelajaran yang
akan diukur lebih banyak yang memerlukan proses berpikir tinggi maka butir soal
yang akan digunakan biasanya lebih banyak yang sukar, menggunakan ragam soal
hubungan antar hal, analisis kasus, atau membaca diagram, grafik, dan tabel.
Jika itu yang diinginkan maka butir soal dalam set tes tidak akan terlalu
banyak.
B. PENULISAN
KISI-KISI SOAL
Untuk membantu
mempermudah pengisian format kisi-kisi, lakukan langkah-langkah berikut :
1. Siapkan
format kisi-kisi dan buku materi yang akan anda gunakan sebagai sumber dalam
pembuatan kisi-kisi.
2. Tentukan
pokok bahasan dan sub-pokok bahasan yang akan dipilih sebagai sempel materi
yang akan diujikan. Kemudian tuliskan pokok bahasan dan sub-pokok bahasan
tersebut pada lembar kisi-kisi. Pemilihan ini hendaknya harus memperhatikan
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan waktu ujian yang telah ditentukan.
3. Tentukan
berapa jumlah butir soal yang layak ditanyakan dalam satu waktu ujian tersebut.
Penentuan jumlah butir soal harus memperhatikan tingkat kesukaran butir soal
dan proses berpikir yang ingin diukur.
4. Sebarkan
jumlah butir soal tersebut per pokok bahasan. Penentuan jumlah butir soal
perpokok bahasan hendaknya dilakukan secara proposional berdasarkan kepentingan
atau keluasan pokok bahasan. Jadi jumlah butir soal perpokok bahasan tidak harus
sama.
5. Distribusikan
jumlah butir soal perpokok bahasan tersebut kedalam sub-pokok bahasan.
Pendistribusian jumlah butir soal ini juga harus dilakukan secara proposional
sesuai dengan kepentingan atau keluasan sub-pokok bahasan tersebut.
6. Distribusikan
jumlah butir soal persub-pokok bahasan tersebut kedalam kolom-kolom proses
berfikir dan tingkat kesukaran butir soal pendoistribusian ini harus berpedoman
pada tujuan pembelajaran yang akan diukur ketercapaiannya dan proses berpikir
yang dikembangkan selama proses pembelajarannya.
Berikut ini
adalah contoh kisi-kisi soal :
Kisi-kisi tes
Mata
Pelajaran :
Kelas :
Waktu
Ujian :
Penulis :
Bentuk
soal :
Jumlah
butir soal :
Sekolah :
No.
|
Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan
|
Jenjang kemampuan dan tingkat
kesukaran
|
Jumlah
|
|||||||||||
C1
|
C2
|
C3
|
C4,
5,6
|
|||||||||||
Md
|
sd
|
sk
|
md
|
sd
|
Sk
|
md
|
sd
|
sk
|
md
|
sd
|
sk
|
|||
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam penyusunan perencanaan tes perlu diperhatikan tes
hasil belajara harus dapat mengukur secara jelas hasil belajar. Disamping itu
tes juga harus dijadikan alat untuk mencari informasi yang berguna untuk
memperbaiki cara belajar siswa dan cara mengajar guru itu sendiri.
Dalam perencanaan tes sangat
diperlukan kisi-kisi agar tes objektif yang akan ditulis tidak melenceng dari
meteri yang telah diajarkan selama proses pembelajaran dan juga
menjadi pedoman bagi penulis dalam menulis setiap butir soal.
DAFTAR
PUSTAKA
Grond, N., E., & Linn, R., L.,
(1990). Measurement and Evaluation in Teaching,
New York, MacMilian.
Pub. Company.
Hopkins, C., D., & Antes, R., L.,
(1990). Classroom Measurement and
Evaluation, Illonois,
F.E. Peacock Publishers. Inc.
Hopkins, K., D., & Stanley, J., S., &
Hopkins, B., R. (1990). Educational and
PsyChological
Measurement and Evaluation, New Jersey, Prentice Hall.
Nitko, A., J, (1983). Educational Test
and Measurement an Introduction New
York, Harcourt Brace
Jovanovich, Inc.
Nasoetion, N & Suryanto, A. (2002).
Tes, pengukuran dan penilaian. Jakarta :
Pusat Penerbit
Universitas Terbuka.
Roid, G,. H., & Haladyna, T., M.
(1982). A Teachnology for Test-Item Writing New York. Harcourt Brace
Jovanovich, Inc.