BAB I
PENDAHULUAN
Kegiatan komunikasi sudah menjadi sebagian besar
kegiatan kita sehari-hari, mulai antar teman/pribadi, kelompok, organisasi atau
massa. Kalau lebih teliti lagi banyak kegagalan dari komunikasi yang kita
lakukan. Bisa jadi bentuknya karena tujuan yang kita inginkan belum tercapai.
Bukan tujuan komunikasi secara egois loh. Tetapi tujuan komunikasi yang lebih
pada, tidak adanya saling kesepahaman, belum bertambahnya informasi, serta ada
usaha perubahan tingkah laku pada orang atau teman kita itu. Yang terkadang
tidak hanya diartikan persetujuan.
Kegiatan komunikasi pada prinsipnya adalah
aktivitas pertukaran ide atau gagasan. Secara sederhana, kegiatan
komunikasi dipahami sebagai kegiatan penyampaian dan penerimaan pesan atau ide
dari satu pihak ke pihak lain, dengan tujuan untuk mencapai kesamaan pandangan
atas ide yang dipertukarkan tersebut.
Elemen-elemen yang terdapat dalam komunikasi
adalah:
- Komunikator : orang yang menyampaikan pesan
-Pesan
: ide atau informasi yang disampaikan
-
Media
: sarana komunikasi
-Komunikan : audience,
pihak yang menerima pesan
-Umpan Balik : respon dari komunikan
terhadap pesan yang diterimanya
Dalam kehidupan nyata mungkin ada yang menyampaikan
pesan/ ide; ada yang menerima atau mendengarkan pesan; ada pesan itu sendiri;
ada media dan tentu ada respon berupa tanggapan terhadap pesan.
BAB II
KOMUNIKASI
ORGANISASI
A .Arus
komunikasi
Hasil studi tentang perilaku bisnis di
kalangan eksekutif menunjukkan fakta bahwa kemampuan berkomunikasi merupakan
unsur pokok di antara berbagai faktor personal yang diperlukan untuk
mempromosikan menejemen organisasi atau mengatasi konflik menejemen (Boove and
Thill, 2002). Dengan kata lain, kemampuan berkomunikasi efektif sekaligus
juga merupakan salahsatu ciri mutu SDM karyawan. Istilahnya, komunikasi efektif
dalam suatu organisasi dapat diumpamakan seperti darah dalam tubuh dan
kunci kesuksesan. Dengan kata lain, tanpa komunikasi suatu organisasi tidak
dapat berfungsi optimal. Pertanyaannya adalah mengapa? Jawabannya ialah
karena organisasi merupakan kumpulan orang yang memerlukan jasa komunikasi
untuk meraih kesuksesan berorganisasi. Kegiatan komunikasi ini mencakup proses
berinteraksi-mereaksi, tukar menukar informasi atau gagasan atau rencana,
mengusulkan, mengkordinasi, dan membuat keputusan.[1]
a.
Komunikasi vertical
Terdiri dari komunikasi ke atas
dan ke bawah melalui rantai organisasi. Dalam beberapa perusahaan, tersedia
saluran khusus sebagai sarana tambahan. Saluran ini banyak dipergunakan untuk
memberi tahu manajer mengenai situasi yang melibatkan karyawan, seperti
pernyataan tanpa bukti mengenai pelecehan seksual.
Komunikasi ke bawah biasanya disaring,
dimodifikasi, atau dihentikan di setiap tingkat ketika manajer memutuskan apa
yang seharusnya diteruskan kepada karyawan mereka. Sedangakn komunikasi ke atas
biasanya sisaring, dipadatkan, atau diubah oleh manajer menengah yang
melihatnya sebagai bagian dari pekerjaan mereka untuk melindungi manajer
tingkat atas dari data yang tidak penting/relevan.
Komunikasi di dalam suatu kelembagaan
(instansi atau departemen pemerintah), organisasi atau perusahaan terdiri
dari komunikasi ke atas dan komunikasi ke bawah. Dua arah komunikasi
atas-bawah dan bawah-atas sangat penting untuk mencapai keberhasilan tujuan
mensolusi persoalan yang menjadi perhatian organisasi .[2]
1)
Komunikasi ke bawah terjadi jika pimpinan melakukan kegiatan alih pesan kepada
bawahan secara terstruktur dan tidak insidental. Tujuannya adalah membantu
mengurangi terjadinya komunikasi desas-desus (rumor) agar dapat menumbuhkan
suasana kerja yang menyenangkan, dan secara tidak langsung meningkatkan
produktivitas dan keuntungan perusahaan. Jika komunikasi ke bawah berjalan
lancar, biasanya motivasi bawahan untuk bekerja menjadi lebih baik dan efisien.
Disinilah peran komunikasi dari atasan ke bawahan sangat penting tidak hanya
dalam kegiatan menyampaikan penyoalan bisnis yang dihadapi oleh perusahaan
tetapi juga tentang keberhasilan usaha yang terkait dengan prestasi dan
kontribusi bawahan dalam perusahaan.
2)
Komunikasi ke atas adalah komunikasi dari bawahan ke atasan. Komunikasi tipe
ini umumnya bertujuan untuk melakukan kegiatan prosedural yang sudah merupakan
bagian dari struktur organisasi atau perusahaan. Bentuknya antara lain dalam
pelaporan kegiatan, penyampaian gagasan, dan penyampaian informasi yang
menyangkut masalah-masalah pekerjaan. Bisa dilakukan secara langsung dan tak
langsung atau secara tertulis. Dalam organisasi pembelajaran, model komunikasi
seperti ini sudah biasa dilakukan. Kepada semua karyawan didorong untuk tidak
segan-segan menyampaikan hal apapun kepada atasan sejauh dalam kerangka
pengembangan perusahaan.
Keberhasilan komunikasi di dalam
suatu organisasi akan ditentukan oleh kesamaan pemahaman antara-orang
yang terlibat dalam kegiatan komunikasi. Kesamaan pemahaman ini dipengaruhi
oleh kejelasan pesan, cara penyampaian pesan, perilaku komunikasi, dan
situasi (tempat dan waktu) komunikasi. Komunikasi organisasi biasanya
menggunakan kombinasi cara berkomunikasi (lisan, tertulis dan tayangan) yang
memungkinkan terjadinya peyerapan informasi dengan lebih mudah dan jelas.
Secara empiris, pemahaman orang perihal sesuatu hal akan lebih mudah
diserap dan dipahami jika sesuatu tersebut diperlihatkan dibanding
hanya diperdengarkan atau dibacakan. Dan akan lebih baik lagi hasilnya jika
sesuatu yang dikomunikasikan tersebut, selain diperlihatkan juga sekaligus
dipraktikkan.[3]
b.
Komunikasi lateral dan informal
Komunikasi ini pada umumnya
mengikuti pola arus pekerjaan dalam sebuah organisasi, terjadi antar anggota
kelompok kerja, antara kelompok kerja, antar anggota departemen yang berbeda,
dan antara karyawan lini dan staf. Tujuan \utamanya adalah menyediakan saluran
langsung untuk koordinasi dan memecahkan masalah. Dengan cara ini, dapat
dihindari prosedur yang jauh lebih lambat yaitu mengarahkan komunikasi lewat
rantai komando. Keuntungan tambahan lainnya adalah anggota organisasi menjadi
mampu untuk membentuk hubungan dengan rekan sekerja.
c. Kepadatan informasi
banyaknya informasi yang
diterima sehingga timbul kesulitan untuk menentukan informasi mana yang dianggap lebih penting untuk disampaikan terlebih dahulu. Mudahnya
impormasi dapat diterima dan
disebarkan membuat para p[emberi pesan
lupa bahwa impormasi yang disampaikan perlu direncanakan terlebih dahulyu.[4]
Organisasi juga memperhatikan pesan
yang dikirimkannya kepada pihak yang berkepentingan di luar, seperti pelanggan,
pemasok, distributor, pesaing, perbankan, dan lain-lain, terutama dengan pihak
di luar negeri.
Terlalu banyak komunikasi dalam
hal ini dapat sama merugikannya dengan terlalu sedikit. Tim komunikasi (pada
umumnya representasikan oleh departemen kehumasan) harus bekerja keras untuk
mengatasi perbedaan dalam peradaban maupun budaya tiap-tiap negara asal
pihak-pihak yang berkepentingan berasal.
B
Komunikasi
Efektif
1. Pentingnya Komunikasi Efektif
Seperti darah, bagi suatu
organisasi komunikasi yang efektif sangat penting, dan miskomunikasi akan
memberikontribusi yang dapat disamakan dengan rusaknya sistim peredaran darah
dalam lebih dari satu sistim organisasi. Sesuatu yang nampaknya sederhana,
seperti lokasi fisik tempat bekerja ternyata mampu memberikan pengaruh yang
sangat besar terhadap proses keberhasilan komunikasi. Tanpa komunikasi yang
efektif diantaraberbagai pihak yang terlibat didalamnya, pola hubungan dalam suatu organisasi tidak akan
mampu melayani kebutuhan berbagaipihak
dengan baik[5].
Komunikasi yang efektif penting bagi para
manajer karena tiga alasan utama.
Pertama, komunikasimenyediakan saluran umum untuk proses manajemen, yaitu
merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, dan mengendalikan. Manajer
mengembangkan rencana lewat komunikasi dengan orang lain dalam organisasi dan mengorganisasikan
untuk melaksanakan rencana tadi dengan berdialog dengan para karyawannya
mengenai cara terbaik untuk mendistribusikan wewenang dan desain pekerjaan. Manajer
mengetahui bahwa kebijakan yang menimbulkan motivasi, kepemimpinan, dan mengelompokan
serta membentuk tim diaktifkan lewat pertukaran informasi secara teratur.
Kedua, ketrampilan komunikasi yang
efektif dapat membuat manajer menggunakan berbagai bakat yang tersedia dalam
dunia multibudaya dari organisasi. Globalisasi bisnis pasti menempatkan
tantangan bagi kemampuan berkomunikasi manajer. Ketika manajer mempunyai
kebiasaaan dan ekspresi serta arti yang mungkin tampak amat asing, mereka
mungkin tergoda untuk mengelak dan menghindar untuk mencoba berkomunikasi. Itu
kemungkinan merupakan peluang yang hilang.
Komunikasi, seperti aktifitas
intelektual lain, dapat diasah dengan menghadapi keadaan yang baru dan menantang.
Organisasi dapat merupakan wahana yang tepat untuk mempelajari hal itu. Ketiga,
ternyata manajer menghabiskan banyak waktunya untuk berkomunikasi. Jarang
sekali kita menjumpai manajer sendirian dimejanya berpikir, membuat rencana,
atau mempertimbangkan berbagai alternatif. Kenyataannya, waktu manajerial
banyak dihabiskan dalam komunikasi bertatap muka, elektronik, atau lewat
telepon dengan karyawan, supervisor, pemasok, atau pelanggan.
2. Komunikasi Antar Pribadi
Komunikasi didefinisikan sebagai
proses yang dipergunakan oleh manusia untuk mencari kesamaan arti lewat
transmisi pesan simbolik. Pesan sendiri merupakan suatu informasi yang sudah
disandikan dan dikirimkan oleh pengirim kepada penerima. Di sini terdapat tiga
butir penting yaitu[6]
a
komunikasi
melibatkan orang, dan bahwa memahami komunikasi termasuk mencoba memahami cara
manusia saling berhubungan,
b
komunikasimeliputi“kesamaanmakna”,
yang berarti bahwa agar manusia dapat berkomunikasi, mereka harus menyetujui
definisi istilahYang dipergunakan, dan
c
komunikasi
termasuk symbol (gerakan badan, suara, huruf dan angka) dan kata hanya dapat
mewakili atau mendekati ide yang mereka maksudkan untuk dikomunikasikan.
3.
Proses Komunikasi
Komunikasi terjadi dalam hubungan antara
pengirim dengan penerima. Komunikasi dapat mengalir dalam satu arah dan
berakhir di sana. Atau sebuah pesan dapat menimbulkan respon (yang secara
formal dikenal dengan sebutan “umpanbalik”)daripenerima. Pengirim (sumber
pesan) merupakan pihak yang mengawali komunikasi. Dalam sebuah organisasi,
pengirim dapat berupa seseorang dengan informasi, kebutuhan, atau keinginan dan
dengan tujuan mengkomunikasikannya kepada satu atau beberapa orang lain.
Penerima adalah orang yang
inderanya menerima pesan dari pengirim. Mungkin terjadi jumlah penerima banyak,
seperti kalau sebuah memo dikirimkan kepada seluruh anggota organisasi, atau
hanya satu orang, seperti kalau seseorang mendiskusikan sesuatu secara rahasia kepada
seorang rekan. Pesan harus disesuaikan dengan latar belakang penerima. Manajer
produksi seyogyanya menghindari penggunaaan istilah yang sangat teknis dalam berkomunikasi
dengan seseorang di departemen pemasaran.
Darirangkaianpengertiantersebut,“bilapesantidak
sampai kepada penerima, maka komunikasibelum terjadi”. Di sisi lain, kerap
terjadi situasi dimana pesan sudah sampai kepada penerima, tetapi penerima tidak
mampu memahaminya.
Tiga factor yang mempengaruhi
efektifitas komunikasi meliputi penyandian, pengartian dan gangguan.
a) Penyandian
Penyandian terjadi ketika pengirim
menterjemahkan informasi untuk dikirimkan menjadi serangkaian simbol. Penyandian
itu diperlukan karena informasi hanya dapat dikirimkan dari seseorang kepada
orang lain lewat perwakilan atau simbol. Karena komunikasi merupakan obyek dari
penyandian, pengirim berusaha menetapkan arti“ yang dapat dipahami bersama ”dengan
penerima dengan cara memilih simbol, biasanya dalam bentuk kata atau gerakan
tubuh, yang dipercaya oleh pengirim mempunyai arti yang sama dengan penerimanya.
Kerap dijumpai, kurangnya kerjasama adalah merupakan salah satu penyebab umum dari
salah pengertian atau kegagalan dalam berkomunikasi.
b). Pengartian
Merupakan proses yang dilakukan
oleh penerima untuk menginterprestasikan pesan & menterjemahkannya ke dalam
informasi yang mempunyai arti. Ini merupakan proses dua langkah, yaitu (1)
menerima pesan, dan kemudian (2) mengartikannya. Pengartian dipengaruhi oleh
pengalaman penerima, penilaian pribadi mengenai simbol dan gerakan tubuh yang
dipakai, harapan (orang cenderung mendengar apa yang ingin mereka dengar), dan kesamaan
arti dengan pengirimnya. Secara umum, semakin banyak pengartian penerima yang
sama dengan pesan yang dimaksud oleh pengirim, semakin efektif komunikasi.
c). Gangguan
Meliputi segenap faktor yang mengganggu,
membingungkan, atau mencampuri komunikasi. Gangguan dapat timbul dalam saluran
komunikasi, atau metode pengiriman. Gangguan dapat terjadi karena faktor
internal (misalnya penerima kurang mengindahkan) ataupun factor eksternal
(misalnya pesan terganggu oleh suara lain dari lingkungan. Gangguan dapat
terjadi pada tahap manapun
dari proses komunikasi, terutama pada tahap
penyandian dan pengartian.[7]
4. Memperbaiki Proses Komunikasi
Efektifitas komunikasi dapat
dideteksi melalui “sampai seberapa jauh pihak-pihak yang terlibat menanganiempataspek
komunikasi” yang meliputi: perbedaan persepsi, emosi, ketidakkonsistenan antara
komunikasi verbal dan non-verbal, dan kepercayaan (maupun ketidakpercayaan)
awal antara pihak yang terlibat.
a .Perbedaan Persepsi
Perbedaan persepsi Merupakan salah
satu hambatan komunikasi yang lazim dijumpai. Orang yang mempunyai latar
belakang pengetahuan dan pengalaman berbeda kerap menerima fenomena sama dari
prespektif yang berbeda. Perbedaan bahasa sering berkaitan dengan perbedaan dalam
persepsi individu. Agar suatu pesan dapat dikomunikasikan secara tepat,
kata-kata yang dipergunakan harus mempunyai arti yang sama bagi pengirim maupun
penerima. Untuk mengatasi hal tersebut, pesan harus dijelaskan sehingga dapat
dipahami oleh penerima yang mempunyai pandangan dan pengalaman berbeda.
b. Emosi
Reaksi emosional (seperti marah,
cinta, mempertahankan opini, cemburu, takut, malu, dan lain-lain) akan berpengaruh
terhadap cara orang memahami pesan dari orang lain dan cara orang lain memahami
pesan orang tersebut. Pendekatan terbaik untuk berhubungan dengan emosi adalah
menerimanya sebagai bagian dari proses komunikasi dan mencoba memahaminya
ketika emosi menimbulkan masalah.
c. Ketidakkonsistenan
Banyak kalangan yang berpendapat
bahwa bahasa lisan dan tertulis merupakan medium utama komunikasi. Pada
kenyataannya, pesan yang dikirimkan maupun diterima kerap dipengaruhi oleh
faktor non-verbal seperti gerakan tubuh, pakaian, jarak fisik pelaku komunikasi,
postur tubuh, gerakan anggota badan, ekspresi wajah, gerakan mata, sentuhan
badan, dan lain- lain. Kunci untuk\ mengatasinya adalah dengan mewaspadainya dan
berjaga-jaga agar tidak mengirimkan pesan palsu. Untuk itu pesan verbal
haruslah selalu selaras dengan aspek non-verbalnya.
d. Ke(tidak)percayaan awal
Tingkat kepercayaan penerima pesan
pada umumnya merupakan fungsi kredibilitas dari pengirim dalam benak penerima
pesan tersebut. Kredibilitas pengirim pesan sangat dipengaruhi oleh lingkungan
dalam konteks yang bersangkutan mengirimkan pesan. Disinilah sejarah hubungan
kerja mempunyai hubungan komunikasi. Kredibilitas merupakan hasil dari proses
jangka panjang yang mana kejujuran seseorang, niat baik dan keadilan dikenal
dan dipahami oleh orang lain. Hubungan yang baik dalam bekomunikasi hanya dapat
dikembangkan melalui tindakan yang konsisten.
5. Komunikasi dalam Organisasi
Keseluruhan faktor yang telah
dibahas dalam hubungan dengan komunikasi antar pribadi juga berlaku untuk
komunikasi dalam organisasi, yang juga mencakup penyampaian pesan secara akurat
dari satu orang kepada satu atau lebih orang lain.
Selain faktor-faktor tersebut, struktur,
wewenang, desain pekerjaan organisasi, dan lain-lain merupakan faktor-faktor
unik yang turt berpengaruh terhadap
efektifitas komunikasi, sebagai mana
dinyatakan oleh Simon(1977)[8]
bahwa “organisasi perlu untuk membantu manusiaberkomunikasi”. Komunikasi yang
terbuka dan efektif akan merupakan aset berharga bagi organisasi.
Ada berbagai faktor yang mempengaruhi
komunikasi organisasi
Lesikar menguraikan adanya empat
faktor yangmempengaruhi keefektifan komunikasi organisasi yaitu meliputi :
(1) Saluran komunikasi formal Merupakan cara
komunikasi yang didukung, dan mungkin dikendalikan oleh manajer. Contohnya adalah
newsletter, memo reguler, laporan, rapat staf, dan lain-lain.
(2)
Struktur wewenang
Perbedaan status dan kekuasaan
dalam organisasi membantu menentukan siapa yang akan berkomunikasi dengan enak
kepada siapa. Selain itu, isi dan akurasi komunikasi juga dipengaruhi oleh perbedaan
wewenang.
(3) Spesialisasi pekerjaan
Biasanya akan mempermudah
komunikasi dalam kelompok yang berbeda beda. Anggota suatu kelompok kerja
biasanya memiliki jagron, pandangan mengenai waktu, sasaran, tugas dan gaya
pribadi yang sama.
(4) Kepemilikan informasi
Setiap individu mempunyai
informasi yang unik dan pengetahuan mengenai pekerjaan mereka, yang merupakan
semacam kekuasaan bagi individu- individu yang memilikinya.[9]
C .Gaya komunikasi organisasi
Enam gaya komunikasi menurut Steward L.Tubbs
dan Sylvia Moss
a. Gaya komunikasi mengendalikan
Gaya komunikasi mengendalikan (dalam bahasa
Inggris: The Controlling Style) ditandai dengan adanya satu kehendak
atau maksud untuk membatasi, memaksa dan mengatur perilaku, pikiran dan
tanggapan orang lain. Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi ini dikenal
dengan nama komunikator satu arah
Pihak - pihak yang memakai controlling style
of communication ini, lebih memusatkan perhatian kepada pengiriman pesan
dibanding upaya mereka untuk berharap pesan. Mereka tidak mempunyai rasa
ketertarikan dan perhatian untuk berbagi pesan. Mereka tidak mempunyai rasa
ketertarikan dan perhatian pada umpan balik, kecuali jika umpan balik atau
feedback tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi mereka. Para komunikator
satu arah tersebut tidak khawatir dengan pandangan negatif orang lain, tetapi
justru berusaha menggunakan kewenangan dan kekuasaan untuk memaksa orang lain
mematuhi pandangan-pandangannya.
Pesan-pesan yag berasal dari komunikator
satu arah ini, tidak berusaha ‘menjual’ gagasan agar dibicarakan bersama namun
lebih pada usaha menjelaskan kepada orang lain apa yang dilakukannya. The controlling
style of communication ini sering dipakai untuk mempersuasi orang lain supaya
bekerja dan bertindak secara efektif, dan pada umumnya dalam bentuk kritik.
Namun demkian, gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, tidak jarang
bernada negatif sehingga menyebabkan orang lain memberi respons atau tanggapan
yang negatif pula.
b. Gaya komunikasi dua arah
The Equalitarian Style Aspek penting gaya
komunikasi ini ialah adanya landasan kesamaan. The equalitarian style of
communication ini ditandai dengan berlakunya arus penyebaran pesan-pesan verbal
secara lisan maupun tertulis yang bersifat dua arah (two-way communication).
Dalam gaya komunikasi ini,
tindak komunikasi dilakukan secara terbuka. Artinya, setiap anggota organisasi
dapat mengungkapkan gagasan ataupun pendapat dalam suasana yang rileks, santai
dan informal. Dalam suasana yang demikian, memungkinkan setiap anggota
organisasi mencapai kesepakatan dan pengertian bersama.[10]
Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi
yang bermakna kesamaan ini, adalah orang-orang yang memiliki sikap kepedulian
yang tinggi serta kemampuan membina hubungan yang baik dengan orang lain baik
dalam konteks pribadi maupun dalam lingkup hubungan kerja. The equalitarian
style ini akan memudahkan tindak komunikasi dalam organisasi, sebab gaya ini
efektif dalam memelihara empati dan kerja sama, khususnya dalam situasi untuk
mengambil keputusan terhadap suatu permasalahan yang kompleks. Gaya komunikasi
ini pula yang menjamin berlangsungnya tindak berbagi informasi di antara para
anggota dalam suatu organisasi.
c. The Structuring Style
Gaya komunikasi yang berstruktur ini,
memanfaatkan pesan-pesan verbal secara tertulis maupun lisan guna memantapkan
perintah yang harus dilaksanakan, penjadwalan tugas dan pekerjaan serta
struktur organisasi. Pengirim pesan (sender) lebih memberi perhatian kepada
keinginan untuk mempengaruhi orang lain dengan jalan berbagi informasi tentang
tujuan organisasi, jadwal kerja, aturan dan prosedur yang berlaku dalam
organisasi tersebut.
Stogdill dan Coons dari The Bureau of
Business Research of Ohio State University[11], menemukan dimensi dari kepemimpinan yang
efektif, yang mereka beri nama Struktur Inisiasi atau Initiating Structure.
Stogdill dan Coons menjelaskan mereka bahwa pemrakarsa (initiator) struktur
yang efisien adalah orang-orang yang mampu merencanakan pesan-pesan verbal guna
lebih memantapkan tujuan organisasi, kerangka penugasan dan memberikan jawaban
atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul.
d. The Dynamic style
Gaya komunikasi yang dinamis ini memiliki
kecenderungan agresif, karena pengirim pesan atau sender memahami bahwa
lingkungan pekerjaannya berorientasi pada tindakan (action-oriented). The
dynamic style of communication ini sering dipakai oleh para juru kampanye
ataupun supervisor yang membawa para wiraniaga (salesmen atau saleswomen).
Tujuan utama gaya komunikasi yang agresif
ini adalah mestimulasi atau merangsang pekerja/karyawan untuk bekerja dengan
lebih cepat dan lebih baik. Gaya komunikasi ini cukup efektif digunakan dalam
mengatasi persoalan-persoalan yang bersifat kritis, namun dengan persyaratan
bahwa karyawan atau bawahan mempunyai kemampuan yang cukup untuk mengatasi
masalah yang kritis tersebut.
e.
The Relinguishing Style
Gaya komunikasi ini lebih mencerminkan
kesediaan untuk menerima saran, pendapat ataupun gagasan orang lain, daripada
keinginan untuk memberi perintah, meskipun pengirim pesan (sender) mempunyai
hak untuk memberi perintah dan mengontrol orang lain.
Pesan-pesan dalam gaya komunikasi ini akan
efektif ketika pengirim pesan atau sender sedang bekerja sama dengan
orang-orang yang berpengetahuan luas, berpengalaman, teliti serta bersedia
untuk bertanggung jawab atas semua tugas atau pekerjaan yang dibebankannya.
f.
The Withdrawal Style
Akibat yang muncul jika gaya ini digunakan adalah
melemahnya tindak komunikasi, artinya tidak ada keinginan dari orang-orang yang
memakai gaya ini untuk berkomunikasi dengan orang lain, karena ada beberapa
persoalan ataupun kesulitan antarpribadi yang dihadapi oleh orang-orang
tersebut.
Dalam deskripsi yang kongkrit adalah ketika
seseorang mengatakan: “Saya tidak ingin dilibatkan dalam persoalan ini”.
Pernyataan ini bermakna bahwa ia mencoba melepaskan diri dari tanggung jawab,
tetapi juga mengindikasikan suatu keinginan untuk menghindari berkomunikasi
dengan orang lain. Oleh karena itu, gaya ini tidak layak dipakai dalam konteks
komunikasi organisas
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa komunikasi efektif
tejadi apabila suatu pesan yang
diberitahukan komunikator dapat diterima dengan baik atau sama oleh komunikan,
sehingga tidak terjadi salah persepsi. Karena itu, dalam berkomunikasi,
khususnya komunikasi verbal dalam forum formal, diperlukan langkah-langkah yang tepat.
Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Memahami maksud dan tujuan
berkomunikasi.
2.
Mengenali komunikan (audience).
3.
Berorientasi pada tema
komunikasi.
4.
Menyampaikan pesan dengan
jelas.
5.
Menggunakan alat bantu yang
sesuai.
6.
Menjadi pendengar yang baik.
7.
Memusatkan perhatian.
8.
Menghindari terjadinya
gangguan.
9.
Membuat suasana menyenangkan.
10.
Memanfaatkan bahasa tubuh
dengan benar.
B.
Saran-Saran
Dalam karya tulis ini penulis berkeinginan memberikan
saran kepada pembaca dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari bahwa masih
banyak terdapat kekurangan – kekurangan baik dari bentuk maupun isinya
-
Penulis menyarankan kepada
pembaca agar ikut peduli dalam mengetahui sejauh mana pembaca mempelajari
tentang filsafat Pancasila.
Semoga dengan karya tulis ini para pembaca
dapat menambah cakrawala ilmu pengeta
DAFTAR PUSTAKA
Miftah,Thoha.1996. Konteks-Konteks Komunikasi, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Mesiono.2010.manajemen dan organisasi.Bandung.Citapustaka Media Perintis.
Muhammad, Arni.2007. Komunikasi Organisasi. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Onong Effendy, 1994, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Rivai,Vaithzal.2004.kiat memimpin
dalam abad ke-21.Jakarta. PT.Raja Garapindo Persada.
Wiryanto, 2005, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: Grameia
Wiiasarana Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar