DAFTAR ISI
BAB III PENUTUP
BAB II
A. Pengertian Penganggaran
Anggaran merupakan bagian dari akuntansi
yang membahas mengenai keuangan operasi pendidikan pada masa yang akan datang. Anggaran
di pergunakan sebagai perencanaan, pengkoordinasian dan pengawasan kegiatan
operasi pendidikan. Anggaran merupakan suatu kebutuhan pendidikan dalam
merencanakan laba dan meningkatkan produktifitas pendidikan pada masa yang akan
datang, yang meliputi kegiatan operasi pendidikan untuk jangka waktu tertentu.
Dalam Pasal 1 Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 dijelaskan
pengertian Keuangan Negara yaitu Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik
berupa uang maupun berupa barang yang
dapat dijadikan milik negara
berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.(Undang-undang No.17 tahun 2003)
Penganggaran disektor pemerintahan merupakan suatu proses yang kompleks
dan panjang serta tidak dapat
dilepaskan dari sektor
politis. Kompleksitas disebabkan karena
belum adanya
kesempatan yang
dapat diterima semua pihak
tentang bagaimana
pengalokasian sumber dana pemerintah
secara tertib.
Ketidak kesepakatan tersebut antara lain disebabkan masalah politis, adanya nilai-nilai kepemimpinan yang
berbeda diantara pengambil keputusan, serta adanya perdebatan tentang bangaimana suatu sistem penganggaran dapat memuaskan semua pihak yang terkait maka alokasi anggaran sekarang didasarkan
kepada target kinerja. Perubahan pendekatan ini tentunya menuntut
adanya perubahan paradigma dari aparat pemerintah baik yang pusat maupun
daerah,
karena setiap dana yang dialokasikan dalam APBN
maupun APBD harus dapat terukur kinerjanya, dengan kata lain tidak ada alokasi anggaran apabila tidak jelas
kinerjanya. Perubahan paradigma di dalam penyusunan APBN/APBD ini
dilatar belakangi hal-hal berikut:
a. Meningkatnya tuntutan
masyarakat di era reformasi terhadap
pelayanan publik yang ekonomis,
efisien, efektif,
transparan, akuntabel dan responsif.
b. Berlakunya
Undang
Undang
No.
22
dan
25
tahun
1999
tentang
Pemerintahan Daerah
dan Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
c.
Adanya PP No.
105
tahun
2000
tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.
d. Sistem prosedur,
format dan struktur APBN/APBD yang berlaku selama ini kurang mampu mendukung tuntutan
perubahan sehingga perlu perencanaan yang sistematis, terukur dan komprehensif.
Terdapat
berbagai definisi tentang
arti
penganggaran, namun secara
umum penganggaran (budgeting) dapat diartikan sebagai suatu cara
atau
metode yang sistematis untuk mengalokasikan sumber-sumber daya keuangan. Sedangkan anggaran
(budget) dirumuskan
secara
singkat
oleh Brimson dan
Antos (1994) sebagai
rencana yang dituangkan
dalam angka- angka financial.
Berkaitan
dengan pendidikan pemerintahan,
penganggaran berarti proses pengalokasian sumber daya keuangan
negara yang terbatas
untuk digunakan membiayai
pengeluaran
oleh
unit
pemerintahan
(kementrian dan lembaga
sebagai pengguna anggaran)
B. Pengertian Anggaran Negara
Pengertian
anggaran negara yang ada pada berbagai literatur, namun para ahli di bidang
anggarn sepakat memberikan
pengertian umum sebagai berikut :
anggaran negara merupakan rencana
keuangan pemerintah dalam suatu waktu tertentu, biasanya dalam satu tahun mendatang, yang satu pihak memuat jumlah
pengeluaran setinggi-tingginya untuk membiayai tugas-tugas negara di segala bidang, dan di lain
pihak memuat jumlah penerimaan negara yang diperkirakan dapat menutup pengeluaran tersebut dalam
periode yang sama.(Dedi
Nordiawan, Iswahyudi Sondi Putra dan
Maufidah Rahmawati tahun 2007)
Dari definisi
diatas dapat dijelaskan
pengertian lebih lanjut sebagai berikut: (Mahmudi
tahun 2007).
1. Anggaran merupakan
pernyataan
mengenai
estimasi kinerja pemerintah yang hendak dicapai selama periode
waktu tertentu yang dinyatakan
dalam ukuran finanasial (rupiah)
2. Penyusunan
anggaran negara adalah
suatu proses politik,
penganggaran merupakan proses atau metode
untuk mempersiapkan suatu anggaran dengan tahap yang sangat rumit dan mengandung
nuansa politik yang sangat kental karena memerlukan
pembahasan dan pengesahan dari wakil rakyat di
parlemen yang terdiri dari berbagai
utusan partai politik.
3. Berbeda dengan anggaran sektor swasta dimana anggaran merupakan bagian dari
rahasia perusahaan yang tertutup untuk publik, sebaliknya anggaran Negara harus
dikonfirmasi kepublik untuk diberi masukan dan kritik.
4. Aanggaran Negara merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan
dana publik dan pelaksanaan progam-program yang dibiayai dengan uang
publik. Proses penganggaran dimulai
ketika perencanaan strategik dan perumusan
strategi telah diselesaikan. Jadi
anggaran negara merupakan artikulasi dari perumusan strategi
dan perencanaan strategik
yang telah dibuat.
5. Tahap penganggaran menjadi sangat penting karena anggaran yang tidak
efektif dan tidak berorientasi pada kinerja
akan dapat menggagalkan perencanaan
yang sudah disusun
Penganggaran memiliki tiga tujuan utama yang saling
terkait yaitu stabilitas fiskal makro, alokasi sumber daya sesuai prioritas, dan pemanfaatan anggaran secara efektif dan efisien.
Sebagai instrumen kebijakan ekonomi
anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertunbuhan ekonomi,
stabilitas ekonomi, dan pemerataan pendapatan. Anggaran Negara juga
berfungsi sebagai alat perencanaan dan pengawasan aktivitas pemerintahan.
Sebagai
alat perencanaan kegiatan publik, anggaran dinyatakan sebagai satuan mata uang sekaligus dapat digunakan
sebagai alat pengendalian. Agar fungsi ini dapat berjalan dengan baik, maka
sistem pencatatan atas penerimaan dan pengeluaran harus dilakukan dengan
cermat dan sistematis
digunakan sebagai alat
untuk
mencapai tujuan
bernegara. Hal
tersebut tercercemi dari komposisi dan besarnya
anggaran yang secara langsung merefleksikan arah dan tujuan pelayanan masyarakat yang diharapkan.
Sebagai
sebuah sistem, perencanaan anggarn negara telah mengalami banyak perkembangan. Sistem perencanaan anggaran negara berkembang dan
berubah sesuai dengan dinamika perkembangan
menejemen sektor publik dan perkembangan
tuntutan yang muncul di masyarakat.
Secara garis besar proses perencanaan dan penyusunan anggaran negara dapat dikelompokkan
menjadi dua pendekatan utama
yang memiliki perbedaan mendasar yaitu: (Enceng Koswara tahun 2008)
1. Anggaran
tradisional atau anggaran konvensional
2. Anggaran
dengan pendekatan New Public Management (NPM)
C. Pengertian Anggaran Tradisional
Sistem anggaran tradisional (Traditional budgeting system) adalah suatu cara menyusun
anggaran yang tidak didasarkan atas pemikiran dan analisa rangkaian kegiatan
yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Penyusunannya
lebih didasarkan pada kebutuhan untuk belanja atau pengeluaran. Dalam sistem
ini, perhatian lebih banyak ditekankan pada pertanggungjawaban pelaksanaan
anggaran secara akuntansi yang meliputi pelaksanaan anggaran, pengawasan
anggaran dan penyusunan pembukuannya. Pengelompokan pos-pos anggaran didasarkan
atas obyek-obyek pengeluaran, sedangkan distribusi anggaran didasarkan atas jatah
tiap-tiap departemen/lembaga. Dasar pemikirannya adalah setiap pengeluaran
negara harus didasarkan pada perhitungan dan penelitian yang ketat agar tidak
terjadi pemborosan dan penyimpangan atas dana yang terbatas.
1. Ciri-ciri Sistem Anggaran Tradisional
Adapun
ciri-ciri dari sistem anggaran tradisional:
a.
Cara
penyusunan anggaran berdasarkan pendekatan incrementalism, yakni:
1) Penekanan & tujuan utama
pendekatan tradisional adalah pada pengawasan dan pertanggungjawaban yg
terpusat.
2) Bersifat incrementalism, yaitu hanya
menambah atau mengurangi jumlah rupiah pada item-item anggaran yang sudah ada
sblmnya dg data tahun sblmnya sebagai dasar menyesuaikan besarnya
penambahan/pengurangan tanpa kajian yang mendalam/kebutuhan yang wajar.
3) Masalah utama anggaran tradisional
adalah tdk memperhatikan konsep value for
money (ekonomi, efisiensi dan efektivitas).
4) Kinerja dinilai berdasarkan habis
tidaknya anggaran yg diajukan, bukan pada pertimbangan output yang dihasilkan
dari aktivitas yg dilakukan dibandingkan dengan target kinerja yang dikehendaki
(outcome).
5) Cenderung menerima konsep harga
pokok pelayanan historis (historic cost
of service) tanpa memperhatikan pertanyaan sbb:
a) Apakah pelayanan tertentu yg
dibiayai dengan pengeluaran pemerintah masih dibutuhkan atau masih menjadi
prioritas?
b) Apakah pelayanan yg diberikan telah
terdistribusi secara adil & merata di antara kelompok masyarakat?
c) Apakah pelayanan diberikan secara
ekonomis dan efisien?
d) Apakah pelayanan yg diberikan
mempengaruhi pola kebutuhan publik?
6) Akibat konsep historic cost of service adalah
suatu item, program atau kegiatan muncul lagi dlm anggaran tahun berikut meski
sudah tak dibutuhkan. Perubahan menyangkut jumlah rupiah yg
disesuaikan dg tingkat inflasi, jumlah penduduk, dan penyesuaian lainnya.
b.
Struktur
dan susunan anggaran yg bersifat line-item,yakni:
1) Struktur anggaran
bersifat line-item didasarkan atas sifat (nature) dari penerimaan dan
pengeluaran.
2) Tak memungkinkan untuk menghilangkan
item-item penerimaan atau pengeluaran yg sebenarnya sudah tidak relevan lagi
3) Penilaian kinerja tidak akurat,
karena tolok ukur yg digunakan hanya pada ketaatan dalam menggunakan dana yg
diusulkan.
4) Dilandasi alasan orientasi sistem
anggaran yg dimaksudkan untuk mengontrol pengeluaran, bukan tujuan yg ingin
dicapai dengan pengeluaran yg dilakukan.
5) Anggaran tradisional tidak rnampu
mengungkapkan besarnya dana dikeluarkan untuk setiap kegiatan, dan bahkan gagal
memberikan informasi tentang besarnya rencana kegiatan. Sehingga tolok ukur
yang dapat digunakan untuk tujuan pengawasan hanyalah tingkat kepatuhan
penggunaan anggaran.
6) Metode line-item budget tidak
memungkinkan untuk menghilangkan item-item penerimaan atau pengeluaran yang
telah ada dalam struktur anggaran, walaupun sebenarnya secara riil item
tertentu sudah tidak relevan lagi untuk digunakan pada periode sekarang. Karena
sifatnya yang demikian, penggunaan anggaran tradisional tidak memungkinkan
untuk dilakukan penilaian kinerja secara akurat, karena satu-satunya tolok ukur
yang dapat digunakan adalah semata-mata pada ketaatan dalam menggunakan dana
yang diusulkan.
7) Penyusunan anggaran dengan
menggunakan struktur line-item dilandasi alasan adanya orientasi sistem
anggaran yang dimaksudkan untuk mengontrol pengeluaran. Berdasarkan hal
tersebut, anggaran tradisional disusun atas dasar sifat penerimaan dan
pengeluaran, seperti misalnya pendapatan dari pemerintah atasan, pendapatan
dari pajak, atau pengeluaran untuk gaji, pengeluaran untuk belanja barang, dan
sebagainya, bukan berdasar pada tujuan yang ingin dicapai dengan pengeluaran
yang dilakukan.
c.
Cenderung
sentralistis
d.
Bersifat
spesifikasi;
e.
Tahunan,
dan
f.
Menggunakan
prinsip anggaran bruto
Struktur
anggaran tradisional dengan ciri-ciri tersebut tidak mampu mengungkapkan
besarnya dana yang dikeluarkan untuk setiap kegiatan, dan bahkan anggaran
tradisional tersebut gagal dalam memberikan informasi tentang besarnya rencana
kegiatan. Oleh karena tidak tersedianya berbagai informasi tersebut, maka
satu-satunya tolok ukur yang dapat digunakan untuk tujuan pengawasan hanyalah
tingkat kepatuhan penggunaan anggaran.
2. Karakteristik Anggaran Tradisional
Adapun karakterisitik Anggaran Tradisional adalah:
a.
Sentralistis
b.
Berorientasi pada input
c.
Tidak
terkait dengan perencanaan jangka
panjang
d.
Line-item dan incrementalism.
e.
Batasan
departemen yang kaku (rigid
department)
f.
Menggunakan
aturan klasik.
g.
Vote
accounting,
h.
Prinsip
anggaran bruto
i.
Bersifat
tahunan
3. Kelemahan dan Kelebihan Anggaran Tradisional
a.
Kelemahan Anggaran Tradisional
Dilihat dari berbagai sudut pandang, metode penganggaran
tradisional memiliki beberapa kelemahan, antara lain:
1) Hubungan yang tidak memadai
(terputus) antara anggaran tahunan dengan rencana pembangunan jangka panjang.
2) Pendekatan incremental menyebabkan
sejumlah besar pengeluaran tidak pernah diteliti secara menyeluruh
efektivitasnya.
3) Lebih berorientasi pada input
daripada output. Hal tersebut menyebabkan anggaran tradisional tidak dapat
dijadikan sebagai alat untuk membuat kebijakan dan pilihan sumberdaya, atau
memonitor kinerja. Kinerja dievaluasi dalam bentuk apakah dana telah habis
dibelanjakan, bukan apakah tujuan tercapai.
4) Sekat-sekat antar departemen yang
kaku membuat tujuan nasional secara keseluruhan sulit dicapai. Keadaan tersebut
berpeluang menimbulkan konflik, overlapping, kesenjangan, dan persaingan antar
departemen.
5) Proses anggaran terpisah untuk
pengeluaran rutin dan pengeluaran modal/investasi.
6) Anggaran tradisional bersifat
tahunan. Anggaran tahunan tersebut sebenarnya terlalu pendek, terutama untuk
proyek modal dan hal tersebut dapat mendorong praktik-praktik yang tidak
diinginkan (korupsi dan kolusi).
7) Sentralisasi penyiapan anggaran,
ditambah dengan informasi yang tidak memadai menyebabkan lemahnya perencanaan
anggaran. Sebagai akibatnya adalah munculnya budget padding atau budgetary
slack
8) Persetujuan anggaran yang terlambat,
sehingga gagal memberikan mekanisme pengendalian untuk pengeluaran yang sesuai,
seperti seringnya dilakukan revisi anggaran dan ’manipulasi anggaran.
9) Aliran informasi (sistem informasi
finansial) yang tidak memadai yang menjadi dasar mekanisme pengendalian rutin,
mengidentifikasi masalah dan tindakan.
b. Keunggulan Anggaran Tradisional
Di samping berbagai kelemahan
tersebut, Halim (2002 : 239) menyatakan bahwa penerapan anggaran tradisional
memiliki beberapa keunggulan. Keunggulan-keunggulan anggaran tradisional adalah
sebagai berikut :
1) Penyusunannya
relatif mudah, sehingga dapat membantu mengatasi rumitnya proses penyusunan
anggaran
2) Tidak
memerlukan pengetahuan yang terlalu tinggi untuk memahami program-program
kegiatan baru, karena banyak dari kegiatan-kegiatan tersebut merupakan lanjutan
dari kegiatan tahun-tahun sebelumnya, serta
3) Dengan
menggunakan cara penyusunan ini, maka wilayah perselisihan menjadi sempit
sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya konflik antar unit-unit yang
berkepentingan terhadap anggaran.
A.
Penganggaran dengan pendekatan Era New Public Management
Sejak
pertengahan tahun1980-an telah terjadi perubahan management sector publik yang cukup drastik dari system managemen
tradisional yang terkesan kaku, birokratis, dan hirarkis menjadi model
managemen sector public yang fleksibel dan lebih mengakomodasi pasar. Perubahan
tersebut bukan sekedar perubahan kecil dan sederhana. Perubahan tersebut telah
mengubah peran pemerintah terutama dalam hal hubungan antara pemerintah dengan
masyarakat. Paradigma baru yang muncul dalam managemen sector publik tersebut
adalah pendekatan New Public Management.
Model New Public Management mulai dikenal
tahun 1980-an dan kembali popular tahun 1990-an yang mengalami beberapa bentuk
inkarnasi. New Publik Management
berfokus pada management sector publik
yang berorientasi pada kinerja, bukan berorientasi kebijakan. Penggunan
paradigm New Public Management
tersebuit menimbulkan beberapa konsekuensi bagi pemerintah diantaranya adalah
tuntutan untuk melakukan efisiensi, pemangkasan biaya (cost cutting), dan
kompetisi tender.
Salah satu
model pemerintah diera New Public
Management adalah model pemerintahan yang diajukan oleh Osborne dan Gaebler
(992) yang tertuang dalam pandangannya yang dikenal dengan konsep “reinventing government” perspektif baru
pemerintah menurut Osborne dan Gaebler tersebut adalah:
1.
Pemerintahan
katalis : fokus pada
pemberian pengarahan bukan produksi pelayanan publik. Pemerintah
harus menyelesaikan beragam pelayanan public, tetapi tidak harus terlibat
langsung dengan proses produksinya (producing). Sebaiknya pemerintah memfokuskan
diri pada pemberian arahan, sedangkan produksi pelayanan public diserahkan pada
pihak swasta dan atau sector ketiga.
2.
Pemerintah
milik masyarakat : memberdayakan masyarakat daripada melayani. Pemerintah
seharusnya memberikan wewenang kepada masyarakat sehinnga mereka mampu menjadi
masyarakat yang dapat menolong dirinya sendiri (self-help community), Sebagai
misal, masalah keselamatan umum adalah juga merupakan tanggungjawab masyarakat,
tidak hanya kepolisian.
3.
Pemerintah yang
kompetitif: menyuntikkan semangat kompetisi dalam pemberian
pelayanan publik. Kompetisi
adalah satu-satunya cara untuk menghemat biaya sekaligus meningkatkan kualitas
pelayanan. Dengan kompetisi, banyak pelayanan publik yang dapat ditingkatkan
kualitasnya tanpa harus memperbesar biaya. Misalnya pada pelayanan pos negara,
pelayanan titipan kilat yang disediakan menjadi relative semakin cepat dapipada
kualitasnya di masa lalu.
4.
Pemerintah yang
digerakkan oleh misi : mengubah organisasi yang digerakkan
oleh peraturan menjadi organisasi yang digerakkan oleh misi. Apa yang dapat
dan tidak dapat dilaksanakan oleh pemerintah diatur dalam mandatnya. Namun
tujuan pemerintah bukanlah mandatnya tetapi misinya.
5.
Pemerintah yang
berorientasi hasil : membiayai hasil bukan masukan. Pada
pemerintash tradisional, besarnya alokasi anggaran pada suatu unit kerja
ditentukan oleh kompleksitas masalah yang dihadapi. pada akhirnya unit kerja
tidak punya insentif untuk memperbaiki
kinerjanya. Pemerintah wirausaha berusaha mengubah bentuk penghargaan dan
insentif itu, yaitu membiayai hasil dan bukan masukan. Pemerintah daerah
wirausaha akan mengembangkan suatu standar kinerja yang mengukur seberpa baik
suatu unit kerja mampu memecahkan permasalahan yang menjadi
tanggungjawabnya.Semakin baik kinerjanya, semakin banyak pula dana yang akan
dialokasikan untuk mengganti semua dana yang telah dikeluarkan oleh unit kerja
tersebut.
6.
Pemerintah
berorientasi pada pelanggan : memenuhi kebutuhan pelanggan , bukan
birokrasi
Pemerintah
tradisional seringkali salah dalam mengidentifikasikan pelanggannya. Pemerintah
seringkali menganggap bahwa DPR/DPRD dan semua pejabat yang ikut dalam
pembahasan anggaran adalah pelanggannya. Padahal pelanggan yang sebenarnya, yaitu masyarakat,
akan cenderung dilupakan. Pemerintah
wirausaha tidak akan seperti itu. Ia akan mengidintifikasikan pelanggan yang
sesungguhnya. Mereka menciptakan system pertanggungjawaban ganda (dual
accountability) kepada legislatif dan masyarakat. Dengan cara seperti ini,
pemerintah tidak akan arogan tetapi secara terus menerus akan berupaya untuk
lebih memuaskan masyarakat.
7.
Pemerintahan
Wirausaha : mampu menciptakan pendapatan dan tidak sekedar
membelanjakan. Pemerintah
tradisional cenderung tidak berbicara tentang upaya untuk menghasilkan
pendapatan dan aktivitasnya. Padahal. banyak yang bisa dilakukan untuk
menghasilkan pendapatan dari proses penyediaan pelayanan publik. Pemerintah
daerah wirausaha dapat mengembangkan beberapa pusat pendapatan, misalnya : BPS
dan Bappeda, yang dapat menjual informasi tentang daerahnya kepada pusat –
pusat penelitian, BUMN/BUMD, pemberian hak guna usaha yang menarik kepada para
pengusaha dan masyarakat, penyertaan modal, dan lain – lain
8.
Pemerintah
Antisipatif : berupaya mencegah daripada mengobati. Pemerintah
tradisional yang birokrastis memusatkan diri pada produksi pelayanan publik
untuk memecahkan masalah publik. Pemerintah birokratis cenderung bersifat
reaktif, seperti suatu satuan pemadam kebakaran, apabila tida ada kebakaran
maka tidak akan ada upaya pemecahan. Pemerintah wirausaha tidak reaktif tetapi proaktif. Ia
tidak hanya mencoba untuk mencegah masalah, tetapi juga berupaya keras untuk
mengantisipasi masa depan. Ia menggunakan perencanaan strategis untuk
menciptakan visi.
9.
Pemerintah
Desentralisasi : dari hirarkhi menuju partisipatif dan tim kerja . Lima puluh
tahun yang lalu, pemerintahan yang sentralistis dan hierarkhis sangat
diperlukan. Pengambilan keputusan harus berasal dari pusat. Pada saat itu,
sistem tersebut sangat cocok karena teknologi informasi masih sangat primitif,
komunikasi antar berbagai lokasi masih lamban, dan aparatur pemerintah masih
relatif belum terdidik (masih sangat membutuhkan petunjuk langsung atas apa –
apa yang harus dilakukan). Tetapi pada saat sekarang, keadaan sudah berubah,
perkembangan teknologi sudah sangat maju, kebutuhan / keinginan masyarakat dan
bisnis sudah semakin kompleks, dan staf pemerintah sudah banyak yang
berpendidikan tinggi. Sekarang ini, pengambilan keputusan harus digeser ke
tangan masyarakat, asosiasi – asosiasi, pelanggan, dan lembaga swadaya
masyarakat.
10.
Pemerintah
berorientasi pada (mekanisme) pasar : mengadakan perubahan dengan
mekanisme pasar (system insentif) dan bukan dengan mekanisme administratif
(sistem prosedur dan pemaksaan).
Ada dua cara
alokasi sumberdaya, yaitu mekanisme pasar dan mekanisme administratif. Dari
keduanya, mekanisme pasar terbukti sebagai yang terbaik dalam mengalokasi
sumberdaya. Pasar tradisional menggunakan mekanisme administratif , sedangkan
pemerintah wirausaha menggunakan
mekanisme pasar. Dalam mekanisme administratif , pemerintah tradisional
menggunakan perintah dan pengendalian. Dalam mekanisme pasar, pemerintah
wirausaha tidak memerintahkan dan mengawasi tetapi mengembangkan dan menggunakan
system insentif agar orang tidak melakukan kegiatan – kegiatan yang merugikan
masyarakat.
Munculnya konsep New Public Management berperngaruh langsung terhadap konsep
anggaran publik. Salah satu pengaruhnya adalah terjadinya perubahan sistem
anggaran dari model anggarann tradisional menjadi anggaran yang lebih
berorientasi pada kinerja.
Tabel 1.1
Perbandingan
Anggaran Tradasional dengan Berbasis Pendekatan NPM
Anggaran Tradasional
|
New Public Management
|
Sentralistis
|
Desentralisasi
& devolved management
|
Berorientasi
pada input
|
Berorientasi
pada input, output, dan outcome (value
for money)
|
Tidak
terkait dengan perencanaan jangka panjang
|
Utuh
dan komprehensif dengan perencanaan jangka panjang
|
Line – item dan incrementalism
|
Berdasarkan
sasaran kinerja
|
Batasan
departemen yang kaku (rigid department)
|
Lintas
departemen (cross department)
|
Menggunakan
aturan klasik : Vote Accounting
|
Zero – Base Budgeting, Planning
Progamming Budgeting System
|
Prinsip
anggaran bruto
|
Sistematik
dan rasional
|
Bersifat
tahunan
|
Bottom - up budgeting
|
Spesifik
|
B. Perubahan Pendekatan Anggaran
Reformasi
sektor publik yang salah satunya ditandai dengan munculnya era New Public Management telah mendorong
usaha untuk mengembangkan pendekatan yang lebih sistematis dalam perencanaan
anggaran sektor publik. Seiring dengan perkembangan tersebut, muncul beberapa
teknik penganggaran sektor publik, misalnya adalah teknik anggaran kinerja (performance budgeting), Zero Badget
Budgeting (ZBB), dan Planing
Progamming, and Budgeting System (PPBS).
Pendekatan baru
dalam sistem anggaran publik tersebut cenderung memiliki karakteristik umum
sebagai berikut :
1.
Komprehensi /
Komparatif
2.
Terintegrasi
dan lintas departemen
3.
Proses
pengambilan kepeutusan yang rasioanal
4.
Berjangka
Panjang
5.
Spesifikasi
tujuan dan perangkingan prioritas
6.
Analisis total cost dan benefit (termasuk opportunity
cost)
7.
Berorientasi
input, output, dan outcome, bukan sekedar input
8.
Adanya
pengawasan kerja
1. Anggaran Kinerja
Pendekatan
kinerja disusun untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dalam anggaran tradisional yang disebabkan
oleh tidak adanya tolak ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja dalam
pencapaian tujuan dan sasaran pelayanan publik.
Penilaian
kinerja didasarkan pada pelaksanaan value
for money dan efiktivitas anggaran.
Menurut pendekatan anggaran kinerja, dominasi pemerintah akan dapat diawasi dan
dikendalikan melalui penerapan internal
cost awareness, audit keuangan, audit kinerja, serta evaluasi kinerja
eksternal. Atas hal ini maka diperlukan adanya program dan tolak ukur sebagai
standar kinerja.
System anggaran
kinerja pada dasarnya merupakan system yang mencakup kegiatan penyusunan
program dan tolak ukur kinerja sebagai instrument untuk mencapai tujuan dan
sasaran program. penerapan system anggaran kinerja dalam penyususnan anggaran
dimulai dengan perumusan program dan penyususnan struktur organisasi pemerintah
yang sesuai dengan program tersebut. Kegiatan tersebut mencakup pula penentuan
unit kerja yang bertanggung jawab atas pelaksanaan program, serta penentuan
indicator kinerja yang digunakan sebagai tolak ukur dalam mencapai tujuan
program yang telah ditetapkan.
2. Pendekatan Zero Based Budgeting (ZBB)
a.
Zero Based Budgeting (ZBB)
Konsep Zero Based Budgeting (ZBB) dimaksudkan
untuk mengatasi kelemahan yang ada pada system anggaran tradisional yaitu
penyusunan anggaran yang bersifat line-item
dan incremental. ZBB tidak berpatokan pada anggaran tahun lalu
untuk menyusun anggaran tahun ini, penentuan anggaran didasarkan pada kebutuhan
saat ini.
b. Proses implementasi ZBB
Proses implementasi ZBB terdiri dari 3
(tiga) tahap, yaitu :
1)
Identifikasi
unit-unit keputusan
Setiap pusat
pertanggungjawaban merupakan unit pembuat keputusan yang salah satu fungsinya
menyiapkan anggaran. Suatu unit keputusan merupakan kumpulan dari unit-unit
keputusan level yang lebih kecil.
2)
Penentuan paket-paket keputusan
Paket keputusan
merupakan gambaran komprehensif mengenai bagian dari aktivitas organisasi atau
fungsi yang dapat dievaluasi secara individual. paket keputusan dibuat oleh
manajer yang harus menunjukkan detail estimasi biaya dan pendapatan yang
dinyatakan dalam bentuk pencapaian tugas dan perolehan manfaat. Ada dua jenis
paket keputusan, yaitu :
a)
Paket keputusan
mutually-exclusive
Adalah
paket-paket keputusan yang memiliki fungsi sama. Apabila dipilihsalah satu
paket kegiatan atau program, maka konsekuensinya adalah menolak semua
alternative yang lain.
b)
Paket keputusan
incremental
Paket ini
merefleksikan tingkat usaha yang berbeda (dikaitkan dengan biaya) dalam
melaksanakan aktivitas tertentu. Terdapat base
package yang menunjukkan tingkat minimal suatu kegiatan, dan paket lain
yang tingkat aktivitasnya lebih tinggi yang akan berpengaruh terhadap kenaikan
level aktivitas dan juga berpengaruh terhadap biaya. Setiap paket memiliki
biaya dan manfaat yang dapat ditabulasikan dengan jelas.
c)
Meranking dan mengevaluasi paket
keputusan
Tahap ini
merupakan jembatan untuk menuju proses alokasi sumber daya di antara berbagai
kegiatan yang beberapa diantaranya sudah ada dan lainnya baru sama sekali.
3. Keunggulan dari Zero Based Budgeting
a.
Jika ZBB dilaksanakan dengan baik maka
dapat menghasilkan alokasi sumber daya secara lebih efisien.
b.
ZBB berfokus
padavalue for money
c.
Memudahkan
untuk mengidentifikasi terjadinya inefisiensi dan ketidakefektivan biaya.
d. Meningkatkan
partisipasi manajemen level bawah dalam proses penyusunan anggaran.
e.
Merupakan cara
yang sistematik utnuk menggeser status
quo dan mendorong organisasi untuk selalu menguji alternative aktivitas dan
pola perilaku biaya serta tingkat pengeluaran.
4. Kelemahan dari Zero Based Budgeting
a.
Prosesnya
memakan waktu lama (time customing),
terlalu teoretis dan tidak praktis, membutuhkan biaya yang besar, serta
menghasilkan kertas kerja yang menumpuk karena pembuatan paket keputusan.
b.
ZBB cenderung
menekankan manfaat jangka pendek.
c.
Implementasi
ZBB membutuhkan teknologi yang maju.
d.
Masalah dalam
proses merangking dan mereview paket keputusan.
e.
Untuk melakukan
perangkingan paket keputusan dibutuhkan staf yang memiliki keahlian yang
mungkin tidak dimiliki organisasi.
f.
Memungkinkan
munculnya kesan yang keliru bahwa semua paket keputusan harus masuk anggaran.
g.
Implementasi
ZBB menimbulkan masalah keperilakuan dalam organisasi.
3. Pendekatan Planning, Programming and Budgeting System (PPBS)
a.
PPBS
PPBS merupakan teknik
penganggaran yang didasarkan pada teori sistem yang berorientasi pada output
dan tujuan dengan penekanan utamanya adalah alokasi sumber daya berdasarkan
analisis ekonomi. Sistem anggaran PPBS tidak mendasarkan pada struktur
organisasi tradisional yang terdiri daridivisi-divisi, namun berdasarkan
program, yaitu pengelompokan aktivitas untuk mencapai tujuan tertentu.
PPBS adalah salah satu
model penganggaran yang ditujukan untuk membantu manajemen pemerintah dalam
membuat keputusan alokasi sumber daya secara lebih baik. Hal tersebut
disebabkan sumber daya yang dimiliki pemerintah terbatas jumlahnya, sementara
tuntutan masyarakat tidak terbatas jumlahnya.
b. Proses Implementasi PPBS
Langkah-langkah implementasi PPBS meliputi:
1)
Menentukan tujuan umum organisasi dan tujuan unit
organisasi dengan jelas.
2)
Mengidentifikasi program-program dan kegiatan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3)
Mengevaluasi berbagai alternatif program dengan
menghitung cost-benefit dari masing-masing program.
4)
Pemilihan program yang memiliki manfaat besar
dengan biaya yang kecil.
5)
Alokasi sumber daya ke masing-masing program yang
disetujui.
6)
PPBS mensyaratkan organisasi menyusun rencana
jangka panjang. Kuncinya adalah bahwa program-program yang disusun harus
terkait dengan tujuan organisasi dan tersebar ke seluruh bagian organisasi.
Sistem pelaporan anggaran PPBS harus mampu melaporkan hasil (manfaat) program
bukan sekedar jumlah pengeluaran yang telah dilakukan.
c. Karakteristik PPBS
1) Berfokus pada tujuan dan
aktivitas (program) untuk mencapai tujuan.
2) Secara eksplisit
menjelaskan implikasi terhadap tahun anggaran yang akan datang karena PPB S
berorientasi pada masa datang.
3) Mempertimbangkan semua
biaya yang terjadi.
4) Dilakukan analisis secara
sistematik atas berbagai alternatif program, yang meliputi:
a) Identifikasi tujuan
b) Identifikasi secara
sistematik alternatif program untuk mencapai tujuan
c) Estimasi biaya total dari
masing-masing alternatif program
d) Estimasi manfaat (hasil)
yang ingin diperoleh dari masing-masing alternatif program.
d. Kelebihan PPBS
1) Memudahkan dalam
pendelegasian tanggung jawab dari manajemen puncak ke manajemen menengah.
2) Dalam jangka waktu
panjang dapatmengurangi beban kerja.
3) Memperbaiki kualitas
pelayanan melalui pendekatan sadar biaya (cost-consciousness/cost
awareness) dalam perencanaan program.
4) Lintas departemen
sehingga dapat meningkatkan komunikasi, koordinasi, dan kerja sama antar
departemen.
5) Menghilangkan program
yang overlopping atau bertentangan dengan pencapaian tujuan organisasi.
6) PPBS menggunakan teori
marginal utility,sehingga mendorong alokasi sumber daya secara optimal.
e. Kelemahan PPBS
1) PPBS membutuhkan sistem
yang canggih, ketersediaan data, adanya sistem pengukuran, dan staf yang
memiliki kapabilitas tinggi.
2) Implementasi PPBS
membutuhkan biaya yang besar karena PPBS membutuhkan teknologi yang canggih.
3) PPBS bagus secara teori,
namun sulit untuk diimplementasikan.
4) PPBS mengabaikan realitas
politik dan realitas organisasi sebagai kumpulan manusia yang kompleks.
5) PPBS merupakan teknik
anggaran yang statistically oriented.
Penggunaan statistik terkadang kurang tajam untuk mengukur keseluruhan
efektivitas program.
6) Pengaplikasian PPBS
menghadapi masalah teknis. Hal ini terkait dengan sifat program dalam alokasi
biaya. Sementara itu sistem akuntansi dibuat berdasarkan departemen bukan
program.
7)
f. Masalah utama penggunaan
ZBB dan PPBS
1) Bounded rationality,
keterbatasan dalam menganalisis semua alternatif untuk melakukan aktivitas.
2) Kurangnya data untuk
membandingkan semua alternatif, terutama untuk mengukur output.
3) Masalah ketidakpastian
sumber daya, pola kebutuhan di masa depan, perubahan politik, dan ekonomi.
4) Pelaksanaan teknik
tersebut menimbulkan beban pekerjaan yang sangat berat.
5) Kesulitan dalam
menentukan tujuan dan perangkingan program terutama ketika terdapat
pertentangan kepentingan ( conflict of
interest).
6) Seringkali tidak
memungkinkan untuk melakukan perubahan program secara cecepat dan tepat.
7) Terdapat hambatan
birokrasi dan perlawanan politik yang besar untuk berubah (resistence to change).
8) Pelaksanaan teknik
tersebut sering tidak sesuai dengan proses pengambilan keputusan politik.
Politik berusaha membuat pelaksanaan lebih “technocratic”
yang hal tersebut bisa mempengaruhi proses penganggaran.
9) Pada akhirnya, pemerintah
beroperasi dalam dunia yang tidak rasional.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anggaran
sebagai alat perencanaan kegiatan publik yang dinyatakan dalam satuan moneter
sekaligus dapat digunakan sebagai alat pengendalian. Agar fungsi pengendalian
dan pengawasan dapat berjalan dengan baik, maka sistem anggaran serta
pencatatan atas penerimaan dan pengeluaran harus
dilakukan dengan cermat dan sistematis.
Terdapat dua
pendekatan dalam penyusunan angaran sektor publik, yaitu pendekatan tradisional
dan pendekatan New Public Management. Pendekatan
NPM dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan dari sistem tradisional. Anggaran
dengan pendekatan NPM terdiri dari beberapa jenis, yaitu anggaran kinerja, ZBB,
dan PPBS. Anggaran dengan pendekatan NPM sangat menekankan pada konsep value for money dan pengawasan atas
kinerja output.
Perubahan
dari sistem anggaran tradisional menuju sistem anggaran dengan pendekatan NPM
merupakan bagian penting dari reformasi anggaran. Reformasi anggaran sektor
publik dilakukan untuk menjadikan anggaran lebih berorientasi pada kepentingan
publik dan menekankan value for money. Beberapa
jenis anggatan dengan pendekatan NPM, seperti ZBB, PPBS, dan Anggaran Kinerja
perlu dikaji lebih mendalam sebelum diaplikasikan, karena pada masing-masing
jenis anggaran tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan. Penerapan sistem
anggaran juga perlu mempertimbangkan aspek sosial, kultural, dan kesiapan
teknologi yang dimiliki oleh pemerintah.
B. Saran
Saran yang
dapat kami kemukakan setelah menyusun makalah Jenis-Jenis Anggaran Sektor
Publik adalah Dalam
penyusunannya, anggaran harus transparansi baik dalam bentuk penerimaan maupun
pengeluaran dan anggaran dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya demi mencapai
mencapai tujuan organisasi yaitu mensejahterakan masyarakat.
Shar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar