ASSESSMENT DALAM
PEMBELAJARAN
A.
Pendahuluan
Rendahnya mutu pendidikan Indonesia telah
banyak disadari oleh berbagai pihak, terutama oleh para pemerhati pendidikan di
Indonesia. Rendahnya mutu pendidikan ini dapat dilihat, antara lain, dari
rendahnya rata-rata nilai Ujian Nasional (UN) untuk semua bidang studi yang
di-UN-kan, baik di tingkat nasional mapun daerah.
Dalam perbandingan internasional, sebagaimana
dilaporkan dalam The Third International
Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 1999, Indonesia beradapada
urutan 32 untuk IPA dan 34 untuk matematika dari 38 negara peserta. Di Asia
Tenggara, untuk kedua bidang studi tersebut Indonesia berada di bawah Malaysia
dan Thailand, dan sedikit di atas Filipina. Bahkan hasil survey The Political and Economic Risk Consultancy
(PERC) menyimpulkan bahwa system pendidikan Indonesia berada pada peringkat
terakhir dari 12 negara, dan berada di bawah Vietnam yang menempati peringkat
11.
Sehubungan dengan kondisi tersebut, tidak ada
pilihan lain bagi Pemerintah kecuali melakukan berbagai pembaharuan dan
penyempurnaan sistem pendidikan secara menyeluruh agar bangsa ini dapat
bersaing di era global yang semakin kompetitif. Satu hal yang harus menjadi
perhatian pemerintah untuk menghadapi persoalan di atas adalah meningkatkan
kompetensi pengajar di samping juga memperhatikan faktor sarana dan
infrastruktur pendukung. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan karena
pengajar atau guru merupakan ujung tombak dari keberhasilan dari proses
pembelajaran
kompetensi mengajar adalah kemampuan dasar
yang harus dimiliki oleh semua tenaga pengajar. Berbagai konsep dikemukakan
untuk mengungkap apa dan bagaimana kemampuan yang harus dikuasai oleh tenaga
pengajar di berbagai tingkatan sekolah. Misalnya, Gagne (1974) mengemukakan bahwa
dalam kegiatan belajar mengajar, terdapat tiga kemampuan pokok yang dituntut
dari seorang guru yakni: kemampuan dalam merencanakan materi dan kegiatan
belajar mengajar, kemampuan melaksanakan dan mengelola kegiatan belajar
mengajar, serta menilai hasil belajar siswa. Dalam buku yang disusun oleh Tim
PPPG (Proyek Pengembangan Pendidikan Guru) dikemukakan 10 kompetensi mengajar
yaitu:
1. Kemampuan menguasai landasan kependidikan,
2. Kemampuan menguasai bahan ajaran,
3. Kemampuan mengelola proses belajar
mengajar,
4. Kemampuan mengelola kelas,
5. Kemampuan mengelola interaksi belajar
mengajar,
6. Kemampuan menilai hasil belajar,
7. Kemampuan mengenal fungsi dan program
bimbingan dan penyuluhan.
8. Kemampuan
menyelenggarakan Administrasi Pendidikan,
9. Kemampuan
menggunakan media/sumber belajar, dan
10. Kemampuan menafsirkan hasil penelitian
untuk kepentingan pengajaran.
Sejalan dengan kompetensi yang diuraikan
tersebut Stanford University mengembangkan kemampuan mengajar yang dikenal
dengan STCAG (Stanford Teacher Competence Appraisal Guide). Kemampuan mengajar
tersebut digolongkan ke dalam empat kelompok yang meliputi: (1) kelompok
kemampuan merencanakan pengajaran, (2) kelompok kemampuan penampilan mengajar,
(3) kemampuan mengevaluasi hasil belajar, dan (4) kemampuan profesionalitas dan
kemasyarakatan.
Demikian juga dalam Instrumen Penilaian
Kemampuan Guru (IPKG) disebutkan 5 kemampuan pokok guru yaitu kemampuan untuk:
(1) merumuskan indikator keberhasilan belajar, (2) memilih dan
mengorganisasikan materi, (3) memilih sumber belajar, (4) memilih mengajar dan
(5) melakukan penilaian. Masih banyak lagi model yang menggambarkan kemampuan
dasar mengajar ini, namun demikian nampak dengan jelas bahwa pada semua profil
kemampuan tersebut selalu mencantumkan dan mempersyaratkan kemampuan tenaga
pengajar untuk mengevaluasi hasil belajar, sebab kemampuan mengevaluasi hasil
belajar memang merupakan kemampuan dasar yang mutlak dimiliki oleh tenaga
pengajar. Mengingat begitu pentingnya penguasaan pengetahuan dan keterampilan
dalam mengevaluasi kegiatan dan hasil belajar., maka setiap pendidik harus
mendalami pengetahuan dan pedoman tentang bagaimana cara mempersiapkan dan
melaksanakan evaluasi hasil belajar yang baik.
Kegiatan assessment dan evaluasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas pembelajaran secara
keseluruhan. Pembelajaran formal (sekolah) adalah tanggung jawab guru atas hasil kegiatan yang
dicapai oleh siswa. Dengan demikian, guru patut dibekali dengan keterampilan melakukan assessment & evaluasi sebagai ilmu yang mendukung tugasnya yaitu
mengevaluasi hasil pembelajaran siswa.
Dalam hal ini, guru bertugas mengukur apakah siswa telah menguasai ilmu
yang sudah dipelajarinya sesuai tujuan pembelajaran yang dirumuskan. Oleh
karena itu, proses evaluasi akan terlaksana secara tepat jika disertai dengan
proses assessment sebagai upaya mengungkap seberapa besar kendala yang dihadapi
siswa.
B.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Assesment
Sesungguhnya,
dalam konteks penilaian ada beberapa istilah yang digunakan, yakni pengukuran,
assessment, dan evaluasi. Pengukuran atau measurement merupakan suatu proses
atau kegiatan untuk menentukan kuantitas sesuatu yang bersifat numerik.
Pengukuran lebih bersifat kuantitatif, bahkan merupakan instrumen untuk
melakukan penilaian. Sementara pengertian assessment adalah kegiatan mengukur
dan mengadakan estimasi terhadap hasil pengukuran atau membanding-bandingkan
dan tidak sampai pada taraf pengambilan keputusan. Sedangkan evaluasi sendiri,
secara harfiah dapat diartikan sebagai penilaian, Namun dari sisi terminologis
ada beberapa definisi yang dapat dikemukakan, yakni.
a.
Suatu
proses sistematik untuk mengetahui tingkat keberhasilan sesuatu
b.
Kegiatan
untuk menilai sesuatu secara terencana, sistematik dan terarah berdasarkan aras
tujuan yang jelas
c.
Proses
penentuan nilai berdasarkan data kuantitatif hasil pengukuran untuk keperluan
pengambilan keputusan
Meskipun
memiliki banyak definisi, sebenarnya evaluasi pertama kali dikembangkan oleh
Ralph Tayler (1950), yang menyatakan bahwa evaluasi merupakan sebuah proses
pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian mana tujuan
pendidikan sudah tercapai. Lalu dikembangkan lagi oleh dua orang ahli lain yakni,
Cronbach dan Stuff lebeam .
Dilihat
dari pengertian diatas, dapat dikatakan bahwa secara teoritik ketiga istilah
tersebut memiliki definisi berbeda. Namun, dalam kegiatan pembelajaran
terkadang sulit untuk membedakan dan memisahkan batasan antara ketiganya, dan
evaluai pada umumnya diawali dengan kegiatan pengukuran (measurement) dan pembandingan
(assessment). Bahkan ada juga yang berpendapat bahwa, assessment dan evaluasi
adalah sama, karena merupakan sistem penilaian hasil belajar.
Dari
uraian diatas sudah jelas sekali pengertian assessment, measurement, dan
evaluasi. Adapun assessment dalam pembelajaran pendidikan, yaitu : Suatu
kegiatan untuk menentukan taraf kemajuan suatu pekerjaan didalam pendidikan.
2.
Macam
– Macam Assessment
a.
Assesment/Penilaian Alternatif
Penilaian
alternatif adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian
untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil sebuah proses pembelajaran atau
ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan).
Penilaian dilakukan oleh guru untuk menjawab
pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang peserta
didik. Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif (pernyataan naratif dalam
kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka). Pengukuran berhubungan dengan
proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif tersebut.
Ada beberapa
sub unit yang dibahas dalam materi alternatif assessment yaitu hakikat
alternatif assessment dan strategi alternatif assessment.
1) Hakikat Alternatif Assessment
Dalam
mengumpulkan informasi ini guru biasanya menggunakan paper and pencil test atau
tes standar atau penilaian konvensional/tradisional. Dalam melakukan
penilaian guru memerlukan instrument selain paper and pencil test, nah berarti
kita butuh instrument yang lain atau alternative. Alternative assessment bukan
menghilangkan penilain paper and pencil test, tetapi bentuk assessment yang
lain dan dapat mengukur kemampuan obyek
yang tidak dapat dijangkau dengan penilaian
konvensional.
2) Strategi Alternatif Assessment
Strategi-strategi
assessment yang digunakan dalam melakukan assessment berkelanjutan adalah
sebagai berikut: asesmen kinerja (Performance Assessment), observasi
(Observation), penggunaan pertanyaan (Questioning), Presentasi (Presentation),
diskusi (Discusions), Projek ((Project), investigasi /penyelidikan
(Investigation), Portofolio (Portofolio), Jurnal (Journal), Wawancara
(Interview), Konferensi, Evaluasi diri (Self Eevaluation), tes buatan obyek yang dievaluasi.
Ada pun yang dimaksud dengan asesmen alternatif
(alternative assessment) adalah segala jenis bentuk asesmen yang dibuat oleh guru diluar asesmen
konvensional (selected respon test dan paper-pencil test) yang lebih autentik
dan signifikan mengungkap secara langsung proses dan hasil belajar siswa. Dalam
beberapa literatur, asesmen alternatif ini kadang-kadang disebut juga asesmen
autentik (authentic assessment), asesmen portofolio (portfolio assessment) atau
asesmen kinerja (performsnce assessment)
3)
Performance Assessment sebagai Asesment Alternatif
Penggunaan
jenis asesmen yang tepat akan sangat menentukan keberhasilan dalam mengakses
informasi yang berkenaan dengan proses pembelajaran. Pemilihan
metode asesmen harus didasarkan pada target informasi yang ingin dicapai.
Informasi yang dimaksud adalah hasil belajar yang dicapai siswa sebagai ukuran keberhasilan kinerja
guru. Ada lima kategori target hasil belajar yang layak dijadikan dasar dalam
menentukan jenis asesmen yang akan digunakan oleh pengajar. Kelima hasil
belajar tersebut adalah:
a) Knowledge
Outcomes, merupakan penguasaan siswa terhadap substansi pengetahuan terhadap obyek pembelajaran .
b) Reasoning
Outcomes, yang menunjukkan kemampuan siswa dalam menggunakan pengetahuannya
dalam melakukan nalar (reason) dan memecahkan suatu masalah.
c) Skill Outcomes,
kemampuan untuk menunjukkan prestasi tertentu yang berhubungan dengan
keterampilan yang didasarkan pada penguasaan pengetahuan.
d) Product
Outcomes, kemampuan untuk membuat suatu produk tertentu yang didasarkan pada
penguasaan pengetahuan .
e) Affective
Outcomes, pencapaian sikap tertentu sebagai akibat mempelajari dan
mengaplikasikan pengetahuan.
Untuk lima kategori hasil belajar di atas ada empat jenis
metode asesmen dasar.
Keempat metode tersebut adalah:
a) Selected Response Assessment,
termasuk ke dalamnya pilihan ganda (multiple choice items), benar-salah
(true-false items), menjodohkan atau mencocokkan (matching exercises), dan
isian singkat (short answer fill-in items).
b) Essay Assessment, dalam asesmen ini
siswa diberikan beberapa persoalan kompleks yang menuntut jawaban tertulis
berupa paparan dari solusi terhadap persoalan tersebut.
c) Performance Assessment, merupakan
pengukuran langsung terhadap prestasi yang ditunjukkan siswa dalam proses
pembelajaran. Asesmen ini terutama didasarkan pada kegiatan observasi dan
evaluasi terhadap proses dimana suatu keterampilan, sikap, dan produk
ditunjukkan oleh siswa.
d) Personal Communication Assessment,
termasuk ke dalamnya adalah per-tanyaan-pertanyaan yang diajukan guru selama
pembelajaran, wawan-cara, perbincangan, percakapan, dan diskusi yang menuntut
munculnya keterampilan siswa dalam mengemukakan jawaban/gagasan.
4) Penilaian
Alternatif dalam Penilaian Berbasis Kelas
Penilaian
terhadap siswa tidak hanya mencakup penilaian perubahan atau perkembangan
perilaku belajar setelah siswa menempuh suatu pelajaran tertentu. Penilaian
terhadap perubahan dan perkembangan diri siswa dalam proses pembelajaran
seharusnya juga mencakup : kecakapan dan pengetahuan awal (prior knowledge),
aktivitas dan kecakapan yang tampak pada siswa selama proses pembelajaran
berlangsung di kelas, dan aktivitas pengetahuan / kecakapan siswa yang
dilaksanakan dan diperoleh di luar kelas atau di lingkungan hidup sehari-hari.
Format
penilaian alternatif berupa “portfolio, presentasi oral dan debat, laporan
tertulis dan interview” dan penjelasannya sebagai berikut. “Portfolio” adalah
format penilaian belajar berupa catatan atau bukti mengenai ketrampilan,
pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki atau diperoleh siswa dalam proses
belajar. Portfolio dapat berisi : hasil tes, laporan praktikum, laporan tugas
diluar kelas, hasil pekerjaan dari tugas-tugas di kelas dan di rumah, catatan
hasil kegiatan mandiri yang terkait dengan bahan pelajaran di sekolah.
Portofolio sangat berguna bagi guru karena tidak semua assessment dapat
dilakukan dan hasilnya tidak dapat diadministrasikan secara langsung oleh guru.
Portfolio dapat dibuat oleh guru untuk setiap individu atau kelompok siswa. Disamping
itu guru juga dapat meminta kepada siswa untuk membuat portfolio untuk kegiatan
dan hasil kegiatan yang dilakukan sendiri baik kegiatan yang ada di dalam kelas
maupun kegiatan yang ada di luar kelas. Hal ini dimaksudkan dengan portofolio
guru dapat meniali kegiatan, pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman siswa baik
yang teramati sendiri maupun tidak, baik terhadap kegiatan di dalam kelas
maupun di luar kelas, karena portofolio berguna untuk memonitor dan menilai
ketrampilan, pengalaman, dan pengetahuan siswa pada unit-unit pembelajaran satu
konsep, setengah semester, satu semester atau satu tahun.
Format yang
berikutnya adalah “presentasi oral dan debat” adalah format penilaian untuk
memonitor dan menilai ketrampilan atau kecakapan siswa dalam mengkomunikasikan
pengetahuan dan pengalaman belajarnya secara lisan. Dalam mengkomunikasikan
secara lisan sebaiknya dilakukan seseorang siswa atau sekelompok siswa kepada
teman sekelas. Agar terjadi interaksi antar siswa, presentasi oral perlu
disertai dengan debat atau tanya jawab antara penyaji dengan siswa lain. Dalam
presentasi oral dan debat guru dapat menilai ketrampilan berbicara, penguasaan
konsep atas materi yang disajikan, ketrampilan logika dan ketrampilan menjawab
pertanyaan, ketrampilan menerima pendapat orang lain.
Selain format
portofolio dan format presentasi oral, format berikutnya adalah “laporan
tertulis” yaitu laporan yang dibuat oleh siswa secara tertulis mengenai
ketrampilan, pengelaman dan pengetahuan setelah menyelesaikan tugas tertentu.
Penilaian terhadap laporan tertulis dapat meliputi kebenaran penguasaan konsep,
kebenaran / ketepatan prosedur pelaksanaan tugas, kebenaran prosedur penulisan
laporan, kebenaran penulisan data dan analisis data serta kebenaran penarikan
kesimpulan, sedangkan format yang terakhir adalah “interview” yaitu penilaian
terhadap ketrampilan, pengalaman dan pengetahuan siswa melalui wawancara.
Kegiatan wawancara dapat dilakukan oleh guru, juga dapat dilakukan. Penilaian
autentik memberikan kesempatan luas bagi siswa untuk menunjukkan apa yang telah
mereka pelajari selama proses belajar-mengajar.
Adapun
bentuk-bentuk penilaian yang dapat digunakan oleh guru adalah portofolio, tugas
kelompok, demonstrasi, dan laporan tertulis. Sebagai penjabarannya antara lain,
portofolio; merupakan kumpulan tugas yang dikerjakan siswa dalam konteks
belajar di kehidupan sehari-hari. Siswa diharapkan untuk mengerjakan tugas
tersebut supaya lebih kreatif. Mereka memperoleh kebebasan dalam belajar
sekaligus memberikan kesempatan luas untuk berkembang serta memotivasi siswa.
Penilaian ini tidak perlu mendapatkan penilaian angka, melainkan melihat pada
proses siswa sebagai pembejalaran aktif. Sebagai contoh, siswa diminta untuk
melakukan survei mengenai jenis-jenis pekerjaan di lingkungan rumahnya.
Tugas
kelompok, dalam pembelajaran kontekstual berbentuk pengerjaan
projek. Kegiatan ini merupakan cara untuk mencapai tujuan akademik sambil
mengakomodasi perbedaan gaya belajar, minat, serta bakat dari masing-masing
siswa. Iangsung dari projek
akademik terkait dengan konteks kehidupan nyata, oleh karena itu tugas ini
dapat meningkatkan partisipasi siswa. Sebagai contoh, siswa diminta membentuk
kelompok projek untuk menyelidiki penyebab pencemaran sungai di lingkungan
siswa. Demonstrasi, siswa diminta menampilkan hasil penugasan kepada orang lain
mengenai kompetensi yang telah mereka kuasai. Para penonton dapat memberikan
evaluasi pertunjukkan siswa. Sebagai contoh, siswa diminta membentuk kelompok
untuk membuat naskah drama dan mementaskannya dalam pertunjukan drama.
b. Asesment/Penilaian
Autentik
Penilaian
autentik adalah suatu penilaian belajar yang merujuk pada situasi atau konteks
“dunia nyata”, yang memerlukan berbagai macam pendekatan untuk memecahkan
masalah yang memberikan kemungkinan bahwa satu masalah bisa mempunyai lebih
dari satu macam pemecahan. Dengan kata lain, assessment autentik memonitor dan
mengukur kemampuan siswa dalam bermacam-macam kemungkinan pemecahan masalah
yang dihadapi dalam situasi atau konteks dunia nyata.
Dalam suatu
proses pembelajaran, penilaian otentik mengukur, memonitor dan menilai semua
aspek hasil belajar (yang tercakup dalam domain kognitif, afektif, dan
psikomotor), baik yang tampak sebagai hasil akhir dari suatu proses
pembelajaran, maupun berupa perubahan dan perkembangan aktivitas, dan perolehan
belajar selama proses pembelajaran didalam kelas maupun diluar kelas. Penilaian
otentik juga disebut dengan penilaian alternatif. Pelaksanaan penilaian
autentik tidak lagi menggunakan format-format penilaian tradisional (multiple-choice,
matching, true-false, dan paper and pencil test), tetapi menggunakan format
yang memungkinkan siswa untuk menyelesaikan suatu tugas atau mendemonstrasikan
suatu performasi dalam memecahkan suatu masalah.
Format penilaian ini dapat berupa :
1) Tes yang
menghadirkan benda atau kejadian asli ke hadapan siswa (hands-on penilaian),
2) Tugas (tugas
ketrampilan, tugas investigasi sederhana dan tugas investigasi terintegrasi),
3) Format rekaman
kegiatan belajar siswa (misalnya : portfolio, interview, daftar cek, presentasi
oral dan debat).
Beberapa pembaharuan yang
tampak pada penilaian otentik adalah :
1) Melibatkan
siswa dalam tugas yang penting, menarik, berfaedah dan relevan dengan kehidupan
nyata siswa,
2) Tampak dan
terasa sebagai kegiatan belajar, bukan tes tradisional,
3) Melibatkan
ketrampilan berpikir tingkat tinggi dan mencakup pengetahuan yang luas,
4) Menyadarkan
siswa tentang apa yang harus dikerjakannya akan dinilai, e) merupakan alat
penilaian dengan latar standar (standard setting), bukan alat penilaian yang
distandarisasikan,
5) Berpusat pada
siswa (student centered) bukan berpusat pada guru (teacher centered), dan
6) Dapat menilai
siswa yang berbeda kemampuan, gaya belajar dan latar belakang kulturalnya.
Penilaian autentik secara langsung mengukur performance
(kinerja) aktual (nyata) siswa dalam hal-hal tertentu. Penilaian autentik juga dikenal
dengan istilah penilaian “performance”, “approprite”, “alternative” atau
“direct”. Pada pengertian lain, penilaian autentik merupakan
penilaian yang berusaha mengukur atau menunjukkan pengetahuan dan ketrampilan
siswa dengan cara menerapkan pengetahuan dan ketrampilan itu pada kehidupan
nyata. Penilaian autentik mendorong siswa dan merupakan refleksi
kegiatan pengajaran yang baik. Sedang pada pengertian autentik, sebagai bagian
dari penilaian performance, autentik berarti realistis atau berhubungan dengan
aplikasipada kehidupan nyata. Penilaian autentik merupakan bagian dari
penilaian performance (alternatif) yang berusaha mengukur atau menunjukkan
pengetahuan dan ketrampilan siswa dengan cara menerapkan pengetahuan dan
ketrampilan itu pada kehidupan nyata. Sedang penilaian performance merupakan kegiatan
penilaian yang meminta siswa untuk mengkonstruk respon, menghasilkan produk
atau menunjukkan hasil suatu kegiatan (demonstrasi).
Authentic assessment membawa demonstrasi
ini selangkah lebih maju dan menekankan pentingnya penerapan keterampilan atau
kemampuan yang dimaksud dalam konteks situasi kehidupan nyata. Kinerja yang
bermakna diberbagai lingkup dunia nyata lebih dapat menangkap kekayaan
pemahaman anak didik tentang bagaimana mereka dapat menerapkan pengetahuan ini
daripada yang dapat dilakukan dengan menguji "bits and pieces"
seperti yang dilakukan dengan prosedur-prosedur asesmen konvensional.
Contoh-contoh asesmen autentik termasuk mendemonstrasikan hasil karya dalam
pameran seperti science fair (pameran sains) atau art show (pertunjukan seni),
menunjukkan keterampilan yang dimiliki dalam bentuk kumpulan portofolio,
menampilkan tari atau resital musik, berpartisipasi dalam debat, dan
mempresentasikan karya tulis asli kepada teman-teman sebaya atau orang tua.
c. Assessment Konvensional
Penilaian
konvensional adalah sistem penilaian yang biasa digunakan oleh guru dalam
proses pembelajaran selama ini. Prosedur-prosedur asesment konvensional
dilakukan dengan menguji "bits and pieces". Contoh-contoh format penilaian tradisional/konvensional antara lain : multiple-choice,
matching, true-false, dan paper and pencil test. Dengan
mengkaji kenyataan mengenai perapan penilaian konvensional dalam pembelajaran,
nampak ada ketidaksesuaian antara pembelajaran di sekolah dengan sistem
penilaian yang digunakannya. Proses penilaian yang biasa dilakukan guru selama
ini hanya mampu menggambarkan aspek
penguasaan konsep peserta didik, akibatnya tujuan kurikuler mata pelajaran
belum dapat dicapai dan atau tergambarkan secara menyeluruh. Penilaian terhadap
kinerja siswa itu amat penting, namun sebagian besar guru merasa kesulitan
dalam melaksanakan karena belum memahami prosedur penggunaannya. Sebagai contoh
kasus ialah bahwa kegiatan pembelajaran yang melibatkan kinerja siswa dalam
melakukan percobaan sudah sering diterapkan, namun terhadap kinerja siswa
tersebut belum pernah dilakukan penilaian. Hal ini disebabkan penataran atau
pelatihan yang secara khusus membahas penerapan penilaian kinerja belum pernah
diikuti atau belum pernah diadakan di tingkat satuan pendidikan, sebagian besar
3.
Tujuan
dan Fungsi Assessment
Dalam konteks pelaksanaan pendidikan,
evaluasi memiliki beberapa tujuan, antara lain sebagai berikut :
a. Untuk
mengetahui kemajuan belajar siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dalam
jangka waktu tertentu.
b. Untuk
mengetahui efektifitas metode pembelajaran.
c. Untuk
mengetahui kedudukan siswa dalam kelompoknya.
d. Untuk
memperoleh masukan atau umpan balik bagi guru dan siswa dalam rangka perbaikan.
Selain memiliki beberapa
tujuan seperti yang disebutkan diatas, assessment atau penelitian memiliki
fungsi sebagai alat seleksi, penempatan, diagnostik, formatif, dan sumatif.
Guna mengetahui keberhasilan suatu proses dan hasil pembelajaran. Adapu penjelasannya,
sebagai berikut :
a. Fungsi
selektif, dilaksanakan untuk keperluan seleksi, yaitu menyeleksi calon peserta
suatu lembaga pendidikan.
b. Fungsi
penempatan, dilaksanakan untuk keperluan penempatan agar setiap orang (peserta
didik) dapat mengikutu pendidikan pada jenis atau jenjang pendidikan yang
sesuai dengan bakat dan kemampuannya.
c. Fungsi
diagnostik, dilaksanakan untuk mengidentifikasikan kesulitan belajar yang
dialami peserta didik.
d. Fungsi
formatif, dilaksanakan untuk memberikan umpan balik guru sebagai dasar untuk
memperbaiki proses belajar mengajar dan mengadakan remedial atau perbaikan bagi
murid.
e. Fungsi
sumatif, dilaksanakan untuk menentukan angka kemajuan atau hasil belajar
masing-masing murid.
Dari
uraian diatas, dapat dikatakan bahwa assessment merupakan salah satu kegiatan
utama yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam kegiatan pembelajaran.
Dengan assessment atau penilaian, guru dapat mengetahui perkembangan hasil
belajar, intelegensi, bakat khusus, minat, hubungan sosial, sikap dan
kepribadian peserta didik.
4.
Pendekatan,
Prinsip dan Acuan Assessment
Dalam melakukan assessment,
harus dilakukan pendekatan. Adapun
pendekatan- pendekatan tersebut adalah :
a. Menggunakan
berbagai teknik.
b. Menekankan
hasil dengan memperhatikan input dan proses.
c. Melihat
dari perspektif taksonomi tujuan pendidikan, menilai perkembangan secara
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sesuai karakteristik mata pelajaran.
d. Menerapkan
standar kompetensi lulusan.
e. Menerapkan
sistem penilaian acuan kriteria dan standar pencapaian yang konsisten.
f. Menerapkan
penilaian otentik untuk menjamin pencapaian kompetensi.
Adapun
prinsip-prinsip assessment, yaitu :
a. Penilaian
merupakan bagian tak terpisahkan dari proses pembelajaran.
b. Mencermnkan
masalah dunia nyata.
c. Menggunakan
berbagai ukuran, metode, teknik, dan kriteria sesuai dengan karakteristik dan essensi
pengaloaman belajar.
Selain
pendekatan dan prinsip dalam assessment, hal yang paling penting yang tidak
boleh dilupakan adalah acuan dalam assessment, adalah acuan kriteria. Sebab,
kriteria digunakan asumsi bahwa hampir semua orang belajar apapun akan mampu,
hanya kecepatan dan waktunya yang berbeda. Asumsi tersebut mengindikasikan
perlunya program perbaikan atau remidial. Namun demikian, agar sistem
assessment memenuhi prinsip kesahihan dan keandalan, maka harus memperhatikan :
a. Aspek
menyeluruh
b. Berkelanjutan
c. Berorientasi
pada indikator ketercapaian
d. Sesuai
dengan pengalaman belajar
5. Objek Assessment
Pertanyaan pokok sebelum melakukan penilaian
adalah apa yang harus dinilai itu. Untuk menjawab pertanyaan itu, kita harus
terlebih dahulu melihat kembali fungsi dari assessment, yaitu sebagai alat
untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar peerta didik. Menurut
Horward kingsley, proses adalah kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik
dalam mencapai tujuan pengajaran, sedangkan hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah menerima pengalaman
belajarnya.
Selain pendapat Horward, masih banyak
pendapat-pendat lain mengenai proses dan hasil belajar .Berdasarkan
pendapat-pendapat tersebut akhirnya diperoleh hasil pengklasifikasian secara
garis besar, yang diungkapkan oleh Benyamin Bloom. Dimana benyamin membaginya
menjadi tiga ranah atau objek, yaitu Kognitif, afktif dan psikomotorik.
a.
Kognitif
Ranah kognitif berkenaan engan hasil belajar
intelektual yang terdiri dari enam aspek, yaitu :
1) Pengetahuan
(recalling), kemampuan mengingat.
2) Pemahaman
(comprehension), kemampuan memahami.
3) Aplikasi
(application), misalnya :menggunakan suatu informasi untuk memecahkan suatu
masalah
1) Analisis
(analysis), misalnya menganalisis suatu bentuk
2) Sintesis
(syntesis), misalnya : menformulasikan hasil ceramah dosen dikelas dengan
lingkungan sekitar
3) Evaluasi
(evaluation), kemampuan mempertimbangkan mana yang baik dan mana yang buruk.
b.
Afektif
Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai.
Beberapa ahli mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya,
bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Tipe hasil
belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku, seperti
perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, dsb. Jika dalihat
lebih dalam, pelajaran yang diberikan lebih banyak mengarah pada ranah
kognitif, meskipun demikian ranah afektif tetap harus menjadi bagian intyegral
dalam proses pembelajaran.
Ada beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai
hasil belajar, yaitu :
a) Menerima
(receiving) termasuk kesadaran, keinginana untuk menerima stimulus, respon,
kontrol dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar.
b) Menanggapi
(responding) reaksi yang diberikan, ketepatan aksi, perasaan,dll.
c) Menilai
(evaluating) kesadaran menerima apa yang diberikan oleh para pendidik.
d) Mengorganisir(organiation)
pengembangan norma dan nilai.
e) Membentuk
watak (characterization) sistem nilai yang terbentuk mempengaruhi pola
kepribadian dan tingkah laku.
c. Psikomotorik
Psikomotorik
merupakan tindakan seseorang yang dilandasi penjiwaan atas dasar teori yang
dipahami dalam suatu mata pelajaran. Hasil belajar psikomotorik tampak dalam
bentuk ketrampilan dan kemampuan bertindak individu.
Adapun
tingkatan ketrampilan alam psikomotorik, yaitu :
1)
Gerakan
refleks (ketrampilan pada gerakan yang tidak sadar)
2)
Ketrampilan
pada gerakan-gerakan dasar
3)
Kemampuan
perceptual
4)
Kemampuan
di bidang fisik
5)
Gerakan-gerakan
skill, mulai dari ketrampilan sederhana sampai pada ketrampilan yang kompleks
6)
Kemampuan
yang berkenaan dengan komunikasi
6.
Penilaian
Berbasis Kelas
Penilaian berbasis kelas(PBK) merupakan suatu
proses pengumpulan, pelaporan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar
siswa dengan menerapkan prinsip-prinsip penilaian berkelanjutan, otentik,
akurat, dan konsisten dalam kegiatan pembelajaran di bawah kewenangan guru di
kelas. PBK mengidentifikasikan pencapaian kompetensi dan hasil belajar yang
dikemukakan melalui pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah
dicapai disertai dengan peta kemajuan belajar siswa dan pelaporan.
PBK merupakan arti penilaian sebagai
assessment, yaitu kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh dan mengefektifkan
informasi tentang hasil belajar siswa pada tingkat kelas selama dan setelah
kegiatan pembelajaran. Data atau informasi dari penilaian di kelas ini
merupakan salah satu bukti yang digunakan untuk mengukur kebrrhasilan suatu
program pendidikan.
Pada pelaksanaan PBK, peranan guru sangat
penting dalam menentukan ketepatan jenis penilaian untuk menilai keberhasilan
atau kegagalan siswa. PBK yang dilaksanakan oleh guru, harus memberikan makna
signifikan bagi orang tua dan masyarakat pada umumnya, dan bagi siswa sevara
individu pada khususnya. Adapun fungsi PBK, yaitu :
a. Memberikan
umpan balik bagi sisa mengenaim kemampuan dan kekurangannya
b. Memantau
kemajuan dan mendiagnosis kesulitan belajar siswa
c. Memberikan
masukan kepada guru untuk memperbaiki program pembelajarannya
d. Memungkinkan
siswa mencapai kometensi yang telah ditentukan.
Selain
fungsi PBK memiliki beberapa tujuan, yaitu :
a. Mengetahui
kemajuan belajar siswa
b. Mengetahui
tingkat efektifitas dan efisiensi berbagai komponen pembelajaran
c. Menentukan
tindak lanjut pembelajaran bagi siswa
d. Membantu
siswa untuk memilih bidang pendidikan sesuai dengan minat dan bakatnya.
Adapun
prinsip-prinsip PBK haruslah sangat diperhatikan, yaitu :
a. Valid,
PBK harus mengukur objek obyek yang seharusnya diukur dengan menggunakan jenis
alat ukur yang tepat atau sahih
b. Mendidik,
PBK harus memberikan sumbangan positif pada pencapaian hasil belajar siswa
c. Berorientasi
pada kompetensi
d. Adil
dan objektif
e. Terbuka,
PBK Hendaknya dilakukan secara terbuka bagi semua kalangan
f. Berkesinambungan,
PBK harus dilakukan secara terus-menerus
g. Menyeluruh,
PBK harus menyeluruh dari aspek kognitif, afektif dan psikomotorik
h. Bermakna,
PBK diharapkan mempunyai makna yang signifikan bagi semua pihak
C.
PENUTUP
1. Kesimpulan
1. Secara
umum, asesmen dapat diartikan sebagai proses untuk mendapatkan informasi dalam
bentuk apapun yang dapat digunakan untuk dasar pengambilan keputusan tentang
siswa baik yang menyangkut kurikulumnya, program pembelajarannya, iklim sekolah
maupun kebijakan-kebijakan sekolah.
2. Hasil
Assesmen yang dilakukan pleh guru mendeskripsikan bagaimana guru mengelola pembelajaran di
kelas, bagaimana guru menempatkan siswa pada program- program pembelajaran yang
dilaksanakan oleh guru yang bersangkutan
3. Secara
luas hasil evaluasi yang dilakukan oleh guru terhadap peserta didik, dapat di
jadikan oleh kepala sekolah sebagai salah satu bahan evaluasi kinerja guru
2. Rekomendasi
1. Perlunya
sosialisasi oleh pihak sekolah kepada seluruh
siswa dan orang tua siswa diawal
tahun ajaran terkait dengan bentuk-bentuk
asesmen penilaian yang digunakan sekolah untuk mengevaluasi hasil
belajar siswa
2. Setiap
guru perlu memahami secara detail bentuk-bentuk asesmen sehingga mampu
menentukan asesmen yang tepat sesuai dengan mata pelajaran yang di ampu dan
metode belajar yang ditertuang dalam RPP dan silabus
3. Perlunya
kepala sekolah menganalisasi dari hasil assesmen yang guru berikan kepada siswa
sebagai bahan ukur terhadap kinerja guru dalam mengajar, karena keberhasilan
belajar sangat ditentukan oleh kinerja guru dalam mengajar
DAFTAR
REFERENSI
Arikunto,
Suharsini, 2005.Dasar-Dasar Evaluasi pendidikan.Jakarta: Bumi aksara
Hamalik
Oemar, 2004.Perencanaan Pengajaran.Jakarta: Bumi aksara
Majid,
Abdul, 2005.Perencanaan Pembelajaran.Bandung: Rosda karya
Mulyasa,2003.Kurikilum
Berbasis Kompetensi.Bandung:Rosda karya
Nasution,
2003.Berbagai pendekatan dalam proses belajar dan mengajar.Jakarta: Bumi
aksara
Nurkancana,
Wayan, 1986. Evaluasi Pendidikan.Surabaya: Usaha nasional
Sudjana,
Nana, 2005.Penilaian hasil proses belajar mengajar.Bandung: Rosda karya
Zuhairini,1983.Metodik
Khusus Pendidikan Agama Islam.Surabaya: Usaha nasional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar