Para penulis buku psikologi belajar, umumnya
mendefinisikan belajar sebagai suatu perubahan tingkah laku dalam diri
seseorang yang relatif menetap sebagai hasil dari sebuah pengalaman. Selain
itu, ahli–ahli psikologi mempunyai pandangan yang berbeda mengenai apa belajar
itu. Dalam pandangan psikologis, menurut Ali Imron (1996:2 – 14), ada 4
pandangan mengenai belajar, yaitu :
1.
Pandangan psikologi behavioristik
2.
Pandangan psikologi kognitif
3.
Pandangan psikologi humanistik
4.
Pandangan psikologi gestalt
Tetapi disini yang akan dibahas yaitu pandangan psikologi
kognitif. Belajar menurut pandangan kognitif merupakan suatu usaha untuk
mengerti tentang sesuatu.Usaha untuk mengerti tentang sesuatu tersebut,
dilakukan secara aktif oleh pembelajar. Keaktifan tersebut dapat berupa mencari
pengalaman, mencari informasi, memecahkan masalah, mencermati lingkungan,
mempraktekkan, mengabaikan dan respon – respon lainnya guna mencapai tujuan.
1.
Pengertian
tentang belajar menurut pandangan kognitif
Teori belajar kognitif menekankan pada cara–cara
seseorang menggunakan pikirannya untuk beajar, mengingat, dan menggunakan
pengetahuan yang telah di peroleh dan disimpan dalam pikranya secara
efektif.Psikologi kognitif menyatakan bahwa perilaku manusia tidak ditentukan
oleh stimulus yang berada diluar dirinya, melainkan oleh faktor yang ada pada
dirinya sendiri.Faktor-faktor intern itu berupa kemampuan atau potensi yang
berfungsi untuk mengenal dunia luar dan dengan pengenalan itu manusia mampu
memberikan respon terhadap stimulus. Berdasarkan pada pandangan tersebut teori
belajar psikologi kognitif memandang belajar sebagai proses perfungsian
kognisi, terutama unsur pikiran, dengan kata lain bahwa aktivitas belajar pada
diri manusia ditekankan pada proses internal dalam pikiran yakni proses
pengolahan informasi.
Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar
merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Seperti juga
diungkapkan oleh Winkel bahwa “Belajar adalah suatu aktivitas mental atau
psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang
menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan
nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas”.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar
adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam
diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya
untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah
laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas.
Manusia sebagai makhluk yang aktif berinteraksi dengan
lingkungan. Umumnya, setiap orang tidak hanya aktif menerima sesuatu dari
lingkungan, melainkan mereka berusaha memberikan perubahan pada lingkungannya. Dalam
situasi pembelajaran, seseorang terlibat secara langsung guna memperoleh
pemahaman (insight) untuk memecahkan persoalan. Perilaku seseorang tergantung
pada pemahaman di mana keseluruhan lebih bermakna dari pada unsur-unsur. Aliran
ini menekankan, apa yang dimiliki seseorang tergantung kepada aktivitasnya,
mementingkan keseluruhan (holistik), kondisi kekinian, serta pembentukan
struktur kognitif dan pemahaman.
Salah satu aliran yang mempunyai pengaruh terhadap
praktik belajar yang dilaksanakan di sekolah adalah aliran psikologi kognitif.
Aliran ini telah memberikan kontribusi terhadap penggunaan unsur kognitif atau
mental dalam proses belajar. Berbeda dengan pandangan aliran behavioristik yang
memandang belajar sebagai kegiatan yang bersifat jangkanistik antara stimulus
dan respons, aliran kognitif memandang kegiatan belajar bukanlah sekadar
stimulus dan respons yang bersifat mekanistik, tetapi lebih dari itu, kegiatan
belajar juga melibatkan kegiatan mental yang ada di dalam diri individu yang
sedang belajar. Karena itu, menurut aliran kognitif, belajar adalah sebuah
proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat, dan menggunakan
pengetahuan. Sehingga perilaku yang tampak pada manusia tidak dapat diukur dan
diamati tanpa melibatkan proses mental seperti motivasi, kesengajaan,
keyakinan, dan lain sebagainya.
Kendati pendekatan kognitif sering dipertentangkan dengan
pendekatan behavioristik, namun ia tidak selalu menafikan pandangan-pandangan
kaum behavioristik. Reinforcement, misalnya, yang menjadi prinsip belajar
behavioristik, juga terdapat dalam pandangan kognitif tentang belajar.Namun
bedanya, behavioristik memandang reinforcemen sebagai elemen yang penting untuk
menjaga atau menguatkan perilaku, sedangkan menurut pandangan kognitif reinforcemen
sebagai sebuah sumber feedback apakah kemungkinan yang terjadi jika sebuah
perilaku diulang lagi.
2.
Macam-macam Teori Belajar Kognitif
Yang termasuk
teori belajar kognitif adalah:
1. Teori belajar Pengolahan Informasi
Dalam model tersebut tampak bahwa
stimulus fisik seperti cahaya, panas, tekanan udara, ataupun suara ditangkap
oleh seseorang dan disimpan secara cepat di dalam sistem penampungan
penginderaan jangka pendek. Apabila informasi itu diperhatikan, maka informasi
itu disampaikan ke memori jangka pendek dan sistem penampungan memori kerja.
Apabila informasi di dalam kedua penampungan tersebut diulang-ulang atau
disandikan, maka dapat dimasukkan ke dalam memori jangka panjang.
Kebanyakan, peristiwa lupa terjadi
karena informasi di dalam memori jangka pendek tidak pernah ditransfer ke
memori jangka panjang. Tapi bisa juga terjadi karena seseorang kehilangan
kemampuannya dalam mengingat informasi yang telah ada di dalam memori
jangka panjang. Bisa juga karena interferensi, yaitu terjadi apabila informasi
bercampur dengan atau tergeser oleh informasi lain.
2. Teori belajar Kontruktivisme
Teori belajar Kontruktivisme
memandang bahwa:
a. Belajar berarti mengkontruksikan
makna atas informasi dari masukan yang masuk ke dalam otak.
b.
Peserta
didik harus menemukan dan mentransformasikan informasi kompleks ke dalam
dirinya sendiri.
c. Peserta didik sebagai individu yang
selalu memeriksa informasi baru yang berlawanan dengan.
Prinsip-prinsip yang telah ada dan
merevisi prinsip-prinsip tersebut apabila sudah dianggap tidak bisa digunakan
lagi.
1) Peserta didik mengkontruksikan
pengetahuannya sendiri melalui interaksi dengan lingkungannya.
Teori Kontruktivisme menetapkan 4
asumsi tentang belajar, yaitu:
a. Pengetahuan secara fisik
dikonstruksikan oleh peserta didik yang terlibat dalam belajar aktif.
b. Pengetahuan secara simbolik
dikonstruksikan oleh peserta didik yang membuat representasi atas kegiatannya
sendiri.
c. Pengetahuan secara sosial
dikonstruksikan oleh peserta didik yang menyampaikan maknanya kepada orang
lain.
d. Pengetahuan secara teoritik
dikonstruksikan oleh peserta didik yang mencoba menjelaskan obyek yang tidak
benar-benar dipahaminya
Slavin
menyarankan 3 strategi belajar efektif, yaitu:
a. membuat catatan
b. belajar kelompok
c. menggunakan metode PQ4R (preview,
question, read, reflect, recite, review)
3.
Tokoh-Tokoh
Teori Belajar Kognitif
1. PIAGET
Dalam
teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dari
fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak. Piaget adalah ahli psikolog developmentat
karena penelitiannya mengenai tahap tahap perkembangan pribadi serta perubahan
umur yang mempengaruhi kemampuan belajar individu. Menurut Piaget, pertumbuhan
kapasitas mental memberikan kemampuan-kemapuan mental yang sebelumnya tidak
ada. Pertumbuhan intelektuan adalah tidak kuantitatif, melainkan kualitatif.
Dengan kata lain, daya berpikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia
akan berbeda pula secara kualitatif.
Jean Piaget mengklasifikasikan
perkembangan kognitif anak menjadi beberapa tahap yaitu :
a.
Tahap
sensory – motor
Yakni
perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 0-2 tahun, Tahap ini
diidentikkan dengan kegiatan motorik dan persepsi yang masih sederhana.
Ciri-ciri
tahap sensorimotor :
§ Didasarkan tindakan praktis.
§ Inteligensi bersifat aksi, bukan
refleksi.
§ Menyangkut jarak yang pendek antara
subjek dan objek.
§ Mengenai periode sensorimotor:
§ Umur hanyalah pendekatan.
Periode-periode tergantung pd banyak faktor: lingkungan sosial dan kematangan
fisik.
§ Urutan periode tetap.
§ Perkembangan gradual dan merupakan
proses yang kontinu.
b.
Tahap
pre – operational
Yakni
perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2-7 tahun. Tahap ini
diidentikkan dengan mulai digunakannya simbol atau bahasa tanda, dan telah
dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstrak.
c.
Tahap
concrete – operational
Yakni
terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini dicirikan dengan anak sudah mulai
menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis. Anak sudah tidak memusatkan
diri pada karakteristik perseptual pasif.
d.
Tahap
formal – operational
Yakni
perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 11-15 tahun. Ciri pokok
tahap yang terahir ini adalahanak sudah mampu berpikir abstrak dan logisdengan
menggunakan pola pikir “kemungkinan”.
Menurut
Jean Piagiet, bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu
:
a. Asimilasi
yaitu proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif
yang sudah ada dalam benak siswa. Asimilasi
terjadi jika pengetahuan baru yang diterima seseorang cocok dengan struktur
kognitif yang telah dimiliki seseorang tersebut. Contoh, bagi siswa yang sudah mengetahui
prinsip penjum lahan, jika gurunya memperkenalkan prinsip perkalian, maka
proses pengintegrasian antara prinsip penjumlahan (yang sudah ada dalam benak
siswa), dengan prinsip perkalian (sebagai informasi baru) itu yang disebut
asimilasi.
b. Akomodasi
yaitu penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Akomodasi terjadi jika
struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang harus direkonstruksi / di kode
ulang disesuaikan dengan informasi yang baru diterima. Contoh, jika siswa diberi soal perkalian, maka
berarti pemakaian (aplikasi) prinsip perkalian tersebut dalam situasi yang baru
dan spesifik itu yang disebut akomodasi.
c. Equilibrasi
(penyeimbangan) yaitu penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Dalam teori perkembangan kognitif
ini Piaget juga menekankan pentingnya penyeimbangan (equilibrasi) agar
seseorang dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuan sekaligus menjaga
stabilitas mentalnya. Equilibrasi ini dapat dimaknai sebagai sebuah
keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan
pengalaman luar dengan struktur dalamya. Proses perkembangan intelek seseorang
berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan
akomodasi. Contoh, agar siswa tersebut dapat terus berkembang dan
menambah ilmunya, maka yang bersangkutan menjaga stabilitas mental dalam
dirinya yang memerlukan proses penyeimbangan antara “dunia dalam” dan “dunia
luar”.
2.
DAVID AUSUBEL
Menurut
Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika “pengatur kemajuan (belajar)” atau
advance organizer didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat
kepada siswa. Pengatur kemajuan belajar adalah konsep atau informasi umum yang
mewadahi (mencakup) semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa.
Ausubel
mengidentifikasikan empat kemungkinan tipe belajar, yaitu:
1. Belajar dengan
penemuan yang bermakna,
2. Belajar dengan
ceramah yang bermakna,
3. Belajar dengan
penemuan yang tidak bermakna, dan
4. Belajar dengan
ceramah yang tidak bermakna.
Dia
berpendapat bahwa menghafal berlawanan dengan bermakna, karena belajar dengan
menghafal, peserta didik tidak dapat mengaitkan informasi yang diperoleh itu
dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Dengan demikian bahwa belajar itu
akan lebih berhasil jika materi yang dipelajari bermakna.
3. BRUNER
Menurut
Brunner, pembelajaran hendaknya dapat menciptakan situasi agar mahasiswa dapat
belajar dari diri sendiri melalui pengalaman dan eksperimen untuk menemukan
pengetahuan dan kemampuan baru yang khas baginya. Dari sudut pandang psikologi
kognitif, bahwa cara yang dipandang efektif untuk meningkatkan kualitas output
pendidikan adalah pengembangan program-program pembelajaran yang dapat
mengoptimalkan keterlibatan mental intelektual pembelajar pada setiap jenjang
belajar. Sebagaimana direkomendasikan Merril, yaitu jenjang yang bergerak dari
tahapan mengingat, dilanjutkan ke menerapkan, sampai pada tahap penemuan
konsep, prosedur atau prinsip baru di bidang disiplin keilmuan atau keahlian
yang sedang dipelajari.
Dalam
teori belajar, Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan
baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau
kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga
tahap itu adalah:
1. tahap
informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru,
2. tahap
transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru
serta mentransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk
hal-hal yang lain, dan
3. evaluasi,
yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar
atau tidak.
Bruner
mempermasalahkan seberapa banyak informasi itu diperlukan agar dapat
ditransformasikan . Perlu Anda ketahui, tidak hanya itu saja namun juga ada
empat tema pendidikan yaitu:
1. mengemukakan
pentingnya arti struktur pengetahuan,
2. kesiapan
(readiness) siswa untuk belajar,
3. nilai
intuisi dalam proses pendidikan dengan intuisi,
4. motivasi
atau keinginan untuk belajar siswa, dan guru untuk memotivasinya.
Bloom
dan Krathwohl menunjukkan apa yang mungkin dikuasai (dipelajari) oleh siswa,
yang tercakup dalam tiga kawasan yang diantaranya : Kognitif. Kognitif terdiri
dari enam tingkatan, yaitu :
1. Pengetahuan
(mengingat, menghafal),
2. Pemahaman
(menginterpretasikan),
3. Aplikasi
/ penerapan (menggunakan konsep untuk memecahkan suatu masalah),
4. Analisis
(menjabarkan suatu konsep),
5. Sintesis
(menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh),
6. Evaluasi
(membandingkan nilai, ide, metode dan sebagainya).
Oleh karena itu para ahli teori
belajar psikologi kognitif berkesimpulan bahwa salah satu faktor utama yang
mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran di kelas ialah faktor kognitif
yang dimiliki oleh peserta didik. Faktor kognitif merupakan jendela bagi
masuknya berbagai pengetahuan yang diperoleh peserta didik melalui kegiatan
belajar mandiri maupun kegiatan belajar secara kelompok.
4. Proses teori belajar kognitif
Teori belajar kognitif merupakan
suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar itu sendiri. Belajar
tidak hanya sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari
itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Teori ini sangat
berkaitan dengan teori sibemetik.
Menurut teori ini, ilmu pengetahuan
dibangun dalam diri seorang individu melalui proses interaksi yang
berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan terpisah-pisah
tetap mengalir, bersambung-sambung menyeluruh. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas
mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi
aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk
pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersikap
relative dan berbekas.
Teori
kognitif adalah teori yang umumnya dikaitkan dengan proses belajar. Kognisi
adalah kemampuan psikis atau mental manusia yang berupa mengamati, melihat,
menyangka, memperhatikan, menduga dan menilai. Dengan kata lain, kognisi
menunjuk pada konsep tentang pengenalan. Teori kognitif menyatakan bahwa proses
belajar terjadi karena ada variabel penghalang pada aspek-aspek kognisi
seseorang (Mulyati, 2005)
Teori
belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu
sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon,
lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar
adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak
selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.
Dari
beberapa teori belajar kognitif diatas (khusunya tiga di penjelasan awal) dapat
pemakalah ambil sebuah sintesis bahwa masing masing teori memiliki kelebihan
dan kelemahan jika diterapkan dalam dunia pendidikan juga pembelajaran. Jika
keseluruhan teori diatas memiliki kesamaan yang sama-sama dalam ranah psikologi
kognitif, maka disisi lain juga memiliki perbedaan jika diaplikasikan dalam
proses pendidikan.
Sebagai
misal, teori bermakna ausubel dan discovery Learningnya bruner memiliki sisi
pembeda. Dari sudut pandang Teori belajar bermakna Ausubel memandang bahwa
justru ada bahaya jika siswa yang kurang mahir dalam suatu hal mendapat
penanganan dengan teori belajar discoveri, karena siswa cenderung diberi
kebebasan untuk mengkonstruksi sendiri pemahaman tentang segala sesuatu. Oleh
karenanya menurut teori belajar bermakna guru tetap berfungsi sentral sebatas
membantu mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman yang hendak diterima oleh
siswa namun tetap dengan koridor pembelajaran yang bermakna.
Dari
poin diatas dapat pemakalah ambil garis tengah bahwa beberapa teori belajar
kognitif diatas, meskipun sama-sama mengedepankan proses berpikir, tidak serta
merta dapat diaplikasikan pada konteks pembelajaran secara menyeluruh. Terlebih
untuk menyesuaikan teori belajar kognitif ini dengan kompleksitas proses dan
sistem pembelajaran sekarang maka harus benar-benar diperhatikan antara
karakter masing-masing teori dan kemudian disesuakan dengan tingkatan
pendidikan maupun karakteristik peserta didiknya.
5.
Pandangan
Teori Belajar Kognitif
Tidak seperti halnya belajar menurut
perspektif behavioris dimana perilaku manusia tunduk pada peneguhan dan hukuman
pada perspektif kognitif ternyata ditemui tiap individu justru merencanakan
respons perilakunya, menggunakan berbagai cara yang bisa membantu dia mengingat
serta mengelola pengetahuan secara unik dan lebih berarti. Teori belajar yang
berasal dari aliran psikologi kognitif ini menelaah bagaimana orang berpikir,
mempelajari konsep dan menyelesaikan masalah, hal yang menjadi pembahasan
sehubungan dengan teori belajar ini adalah tentang jenis pengetahuan dan
memori.
1. Jenis
Pengetahuan
Menurut pendekatan kognitif yang
mutakhir, elemen terpenting dalam proses belajar adalah pengetahuan yang
dimiliki oleh tiap individu kepada situasi belajar. Dengan kata lain apa yang
telah kita ketahui akan sangat menentukan apa yang akan menjadi perhatian,
dipersepsi, dipelajari, diingat ataupun dilupakan. Pengetahuan bukan hanya
hasil dari proses belajar sebelumnya, tapi juga akan membimbing proses belajar
berikutnya. Perspektif kognitif membagi jenis pengetahuan menjadi tiga bagian,
yaitu:
a. Pengetahuan
Deklaratif yaitu pengetahuan yang bisa dideklarasikan biasanya dalam bentuk
kata atau singkatnya pengetahuan konseptual. Contoh, pengetahuan tentang fakta
(misalnya, bumi berputar mengelilingi matahari dalam kurun waktu tertentu),
generalisasi (setiap benda yang di lempar ke angkasa akan jatuh ke bumi karena
adanya gaya gravitasi), pengalaman pribadi (apa yang diajarkan oleh guru sains
secara menyenangkan) atau aturan (untuk melakukan operasi penjumlahan dan
pengurangan pada pecahan maka pembilang harus disamakan terlebih dahulu).
b. Pengetahuan
Prosedural yaitu pengetahuan tentangv
tahapan yang harus dilakukan misalnya dalam hal pembagian satu bilangan ataupun
cara kita mengemudikan sepeda, singkatnya “pengetahuan bagaimana”. Contoh:
menyatakan proses penjumlahan atau pengurangan pada bilangan pecahan
menunjukkan pengetahuan deklaratif, namun bila siswa mampu mengerjakan
perhitungan tersebut maka dia sudah memiliki pengetahuan prosedural. Guru dan
siswa yang mampu menyelesaikan soal melalui rumus tertentu atau menterjemahkan
teks bahasa Inggris. Seperti halnya siswa yang mampu berenang dalam satu gaya
tertentu, berarti dia sudah menguasai pengetahuan prosedural hal tersebut.
c. Pengetahuan
Kondisional adalah pengetahuan dalam hal “kapan dan mengapa” pengetahuan
deklaratif dan prosedural digunakan. Seperti siswa harus dapat mengidentifikasi
terlebih dahulu persamaan apa yang perlu dipakai (pengetahuan deklaratif)
sebelum melakukan proses perhitungan (pengetahuan prosedural). Pengetahuan
kondisional ini jadinya merupakan hal yang penting dimiliki siswa, karena
menentukan penggunaan konsep dan prosedur yang tepat. Terkadang siswa
mengetahui fakta dan dapat melakukan satu prosedur pemecahan masalah tertentu,
namun sayangnya mengaplikasikannya pada waktu dan tempat yang kurang tepat.
2. Model
Pengolahan Informasi
Untuk menggunakan tiga jenis pengetahuan
di atas, tentunya kita harus dapat mengingatnya dengan baik. Hal berikutnya
teori belajar yang dibahas dalam perspektif kognitif ini adalah tentang
bagaimana individu mengingat dan bagian apa saja dari memori yang bekerja dalam
proses berpikir seperti pada pemecahan masalah. Model pengolahan informasi
merupakan salah satu model dari perspektif teori belajar ini yang menjelaskan
kerja memori manusia sesuai dengan analogi komputer, yang meliputi tiga macam
sistem penyimpanan ingatan: memori sensori, memori kerja dan memori jangka
panjang.
a.
Memori Sensori
Memori sensori adalah sistem yang
bekerja seketika melalui alat indera dimana kita memberikan arti kepada stimuli
yang datang dinamakan persepsi.
b.
Memori Kerja
Memori kerja adalah tempat dimana
informasi baru digabungkan dengan pengetahuan yang berasal dari memori jangka
panjang. Kapasitas memori kerja ini sangat terbatas, dari berbagai eksperimen
kapasitas yang dapat disimpan sekitar lima sampai sembilan hal baru dalam satu
waktu. Hal lainnya dari memori kerja ini adalah waktu yang digunakannya pun
hanya sekitar 5 sampai 20 detik saja. Namun walaupun begitu, waktu tersebut
sangat cukup misalnya untuk mengingat dan memahami apa yang anda baca dalam
bagian awal kalimat ini sebelum mencapai akhir kalimat. Tanpa adanya memori
kerja, kita tidak bisa memahami susunan kata dalam satu kalimat dan gabungan
antara kalimat yang berdekatan.Karena sedikit dan sempitnya memori ini bekerja,
maka jenis memori ini harus terus diaktifkan, kalau tidak, maka informasi yang
didapat menjadi hilang. Supaya apa yang diingat bisa lebih panjang dari 20
detik, kebanyakan orang memakai strategi tertentu untuk mengingatnya.
c.
Memori Jangka Panjang
Informasi memasuki memori kerja
dengan cepat, namun untuk dapat disimpan di memori jangka panjang, membutuhkan
usaha tertentu.Dalam memori jangka panjang inilah, berbagai informasi disimpan
dan dihubungkan dalam bentuk gambaran dan skema, suatu pola struktur data yang
membuat kita bisa menggabungkan informasi kompleks yang sangat besar, membuat
kesimpulan dan memahami informasi baru.Bila kapasitas memori kerja sangat
terbatas, kapasitas memori jangka panjang dapat dikatakan hampir tak terbatas.
Psikologi pembelajaran kognitif mengatakan bahwa perilaku manusia tidak ditentukan oleh stimulus yang berada diluar dirinya, melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya sendiri. Faktor-faktor internal itu berupa kemampuan atau potensi yang berfungsi untuk mengenal dunia luar, dan dengan pengenalan itu manusia mampu memberikan respon terhadap stimulus. Berdasarkan pada pandangan itu teori psikologi kognitif memandang belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi terutama pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Dengan kata lain, aktivitas belajar manusia ditentukan pada proses internal dalam berpikir yakni pengolahan informasi.
Psikologi pembelajaran kognitif mengatakan bahwa perilaku manusia tidak ditentukan oleh stimulus yang berada diluar dirinya, melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya sendiri. Faktor-faktor internal itu berupa kemampuan atau potensi yang berfungsi untuk mengenal dunia luar, dan dengan pengenalan itu manusia mampu memberikan respon terhadap stimulus. Berdasarkan pada pandangan itu teori psikologi kognitif memandang belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi terutama pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Dengan kata lain, aktivitas belajar manusia ditentukan pada proses internal dalam berpikir yakni pengolahan informasi.
6. Penerapan Teori Kognitif Dalam
Pembelajaran
Menurut
Vygotsky dalam Anita Woolfolk (2009:83) Assisted learning (belajar dengan
bantuan), atau partisipasi pembimbing dikelas, membutuhkan scaffholding yang
dideskripsikan untuk memberikan informasi, prompts, pengingat, dan dorongan
diwaktu yang tepat dengan jumlah yang tepat, lalu sedikit demi sedikit
membiarkan siswa melakukan semakin banyak hal sendiri. Guru dapat mengadaptasi
materi atau soal sesuai tingkat siswa saat ini, mendemonstrasikan berbagai
keterampilan atau proses berpikir menuntut siswa menjalani langkah-langkah
dalam sebuah masalah/soal yang rumit melalui kgiatan umpan balik dan memberikan
kesempatan siswa dengan melontarkan pertanyaan-pertanyaan untuk memfokuskan
kembali siswa.
Dalam penerapan
kognitif dalam pembelajaran, hal-hal yang dapat dilakukan guru sebagai
fasilitator dalam kegiatan belajar adalah sebagai berikut:
1. Guru harus memahami bahwa siswa
bukan sebagai seorang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya.
2. Guru menyusun materi dengan
menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana ke kompleks.
3. Guru menciptakan pembelajaran yang
bermakna.
4. Guru memperhatikan perbedaan individual
siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.
Piaget menjabarkan implikasi teori
kognitif pada pendidikan, sebagai berikut:
1. Memusatkan perhatian kepada cara
berpikir atau proses mental anak, tidak kepada hasilnya. Guru harus memahami
proses yang digunakan anak sehingga samapai pada hasil tersebut.
Pengalaman-pengalaman belajar yang sesuai dikembangkan dengan memperhatikan
tahap fungsi kognitif dan jika guru penuh perhatian terhadap pendekatan yang
digunakan siswa untuk sampai pada kesimpulan tertentu, barulah guru berada
dalam posisi memberikan pengalaman yang dimaksud.
2. Mengutamakan peran siswa dalam
berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar, piaget
menekankan bahwa pengajaran pengetahuan jadi (ready made knowledge) anak didorong
menentukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dan lingkungan.
3. Memaklumi akan adanya perbedaan
individu dalam hal kemajuan perkembangan. Teori piaget mengasumsikan bahwa
seluruh siswa tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun
pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan berbeda. Oleh karena itu, guru harus
melakukan upaya untuk mengatur aktivitas di dalam kelas yang terdiri dari
individu-individu ke dalam bentuk kelompok-kelompok kecil siswa daripada
aktifitas dalam bentuk klasikal.
4. Mengutamakan peran siswa untuk
saling berinteraksi. Menurut Piaget pertukaran gagasan-gagasan tidak dapat
dihindari untuk perkembangan penalaran. Walupun penalaran tidak dapat diajarkan
secara langsung, perkembangan dapat disimulasi.
7. Contoh
Implikasi
Pelaksanaan Pembelajaran
Menurut Teori Kognitif
Beberapa contoh
didalam pelaksanaan pembelajaran menurut pandangan kognitif adalah
seperti yang dicontohkan sebagai berikut:
1. Memaklumi akan adanya perbedaan
invidual dalam hal kemajuan perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa
seluruh siswa tumbuh melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan
itu berlangsung pada kecepatan yang berbeda. Ditambah cara berfikir anak kurang
logis dibanding dengan orang dewasa, maka guru harus mengerti cara berfikir
anak, bukan sebaliknya anak yang beradaptasi dengan guru.
2. Pendidikan disini bertujuan untuk
mengembangkan pemikiran anak, artinya ketika anak-anak mencoba memecahkan
masalah, penalaran merekalah yang lebih penting daripada jawabannya. Oleh sebab
itu guru penting sekali agar tidak menghukum anak-anak untuk jawaban yang
salah, tetapi sebaliknya menanyakan bagaimana anak itu memberi jawaban yang
salah, dan diberi pengertian tentang kebenarannya atau mengambil
langkah-langkah yang tepat untuk untuk menanggulanginya.
3. Anak belajar paling baik dengan
menemukan (discovery). Artinya di sini adalah agar pembelajaran yang berpusat
pada anak berlangsung efektif, guru tidak meninggalkan anak-anak belajar
sendiri, tetapi mereka memberi tugas khusus yang dirancang untuk membimbing
para siswa menemukan dan menyelesaikan masalah sendiri.
Menurut
Muhammad Thobroni (2011:104) Contoh pelaksanaan pembelajaran kognitif ini dari
mata pelajaran matematika, guru mengajar matematika dari hal yang
mudah/sederhana ke yang sedang, kemudian ke yang sukar/rumit. Hal yang
mudah/sederhana lebih gampang dicerna oleh siswa. Dengan demikian hal-hal yang
sukar atau rumit bisa diasimilasikan kedalam kerangka kognitif yang sudah ada
dibenaknya.
Dari penjelasan
diatas bisa dikatakan bahwa penerapan pembelajaran kognitif ini dilakukan
bertahap, mulai dari hal yang dianggap paling mudah, hingga ke tahapan yang
sedang, baru menuju ke tahapan susah. Contoh dalam matematika, anak akan
terlebih dahulu mengenal penambahan yang kemudian akan disusul dengan
pengurangan, lalu perkalian kemudian pembagian. Hal ini dilakukan secara
bertahap sesuai dengan kemampuan siswa. Jadi pembelajaran ini meletakkan
landasannya didalam proses belajar, sehingga kemampuan berfikir dapat
dikembangkan dengan baik.
Dalam
pembelajaran diperlukan kegiatan dalam menjangkau siswa dalam memanfaatkan
alat-alat budaya. Menurut Vygotsky dalam Anita Woolfolk (2009:84) dalam
pengajaran ada beberapa penerapan ide yang harus dilakukan dalam pengaplikasian
kognitif didalam pembelajaran yaitu:
1. Sesuai dengan
scoffolding dengan kebutuhan siswa
Contoh:
Memberikan pilihan-pilihan tentang tingkat kesulitan atau
derajat kemandirian diberbagai proyek kepada siswa, dorong mereka untuk
menantang diri, tetapi mencari bantuan bila mereka benar-benar sudah mengalami
hambatan.
2. Pastikan siswa memiliki akses ke alat-alat yang kuat,
yang mendukung pemikiran
Contoh: Mengajarkan siswa untuk menggunakan berbagai strategi
belajar dan organisasioal, alat-alat penelitian, alat-alat bahasa (kamus atau
pencarian di komputer).
3. Manfaat model pengetahuan kultural
siswa
Contoh:
Identifikasi pengetahuan keluarga dengan meminta siswa
mewawancarai setiap anggota keluarga tentang pekerjaan dan pengetahuan rumah
tangga (pertanian, ilmu ekonomi, manufacturing, manajemen rumah tangga,
penyakit, agama, mengurus anak, memasak dan lain-lain).
4. Kapitalisasi dialog dan belajar
kelompok
Contoh:
Lakukanlah
eksperimen dengan mengajarkan siswa untuk membuat pertanyaan yang baik dan
memberikan penjelasan yang membantu. Untuk mengembangkan kemampuan berfikir
siswa secara kognitif.
A. PENUTUP
I.
Kesimpulan
Belajar sebagai suatu perubahan tingkah laku dalam diri
seseorang yang relatif menetap sebagai hasil dari sebuah pengalaman. Psikologi
kognitif menyatakan bahwa perilaku manusia tidak ditentukan oleh stimulus yang
berada diluar dirinya, melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya sendiri.
Belajar
kognitif memandang belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi,
terutama unsur pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang
dari luar. Aktivitas belajar pada diri manusia ditekankan pada proses internal
berfikir, yakni proses pengolahan informasi. Teori belajar
kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi
dalam akal pikiran manusia.
Menurut Jean Piagiet, bahwa proses belajar sebenarnya
terdiri dari tiga tahapan, yaitu :
1.
Asimilasi
2.
Akomodasi
3.
Equilibrasi
Ausubel mengidentifikasikan empat kemungkinan tipe
belajar, yaitu:
1.
belajar dengan penemuan yang bermakna,
2.
belajar dengan ceramah yang bermakna,
3.
Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna, dan
4.
belajar dengan ceramah yang tidak bermakna.
Kognitif terdiri dari enam
tingkatan, yaitu :
1. Pengetahuan
(mengingat, menghafal),
2. Pemahaman
(menginterpretasikan),
3. Aplikasi
/ penerapan (menggunakan konsep untuk memecahkan suatu masalah)
4. Analisis
(menjabarkan suatu konsep)
5. Sintesis
(menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh)
6. Evaluasi
(membandingkan nilai, ide, metode dan sebagainya).
Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang
lebih mementingkan proses belajar itu sendiri. Belajar tidak hanya sekedar
melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar
melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
Perspektif kognitif membagi jenis pengetahuan menjadi
tiga bagian, yaitu: pengetahuan deklaratif,pengetahuan procedural, pengetahuan
kondisional. Tiga macam sistem penyimpanan ingatan: memori sensori, memori
kerja dan memori jangka panjang.
II.
Saran
Pengetahuan tentang kognitif siswa perlu dikaji secara
mendalam oleh para calon guru dan para guru demi menyukseskan proses
pembelajaran di kelas. Tanpa pengetahuan tentang kognitif siswa, guru akan
mengalami kesulitan dalam membelajarkannya di kelas, yang pada akhirnya
mempengaruhi rendahnya kualitas proses pendidikan yang dilakukan oleh guru di
kelas. Karena faktor kognitif yang dimiliki oleh siswa merupakan salah satu
faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran di kelas.
Faktor kognitif merupakan jendela bagi masuknya berbagai pengetahuan siswa
melalui kegiatan belajar baik secara mandiri maupun secara kelompok.
Teori
perkembangan ini telah sedikit banyak memberi panduan kepada seluruh
stakeholder pendidikan, khususnya praktisi pendidikan, tentang perkembangan
yang dilalui oleh seseorang anak didik dan setiap anak didik tersebut adalah
berbeda dari segi perkembangan kognitifnya yang kemungkinan dipengaruhi oleh
faktor-faktor internal maupun eksternal mereka seperti bakat, lingkungan,
makanan, kecerdasan dan sebagainya.
D. DAFTAR PUSTAKA
Budiningsih
C. Asri. Belajar dan Pembelajaran.
Yogyakarta: Rineka Cipta, 2004.
F.
Hill, Winfred. Theories Of Learning;
Teori- Teori Pembelajaran. Bandung: Alih Bahasa M. Khozim, Nusa Media,
1990.
Mulyati, Psikologi Belajar.
Surakarta: ANDI, 2005.
Seivert,
Kelvin. Manajemen Pembelajaran dan
Instruksi Pendidikan, Yogyakarta: IRCiSoD, 2008.
Rifai,
Achmad dan Tri Anni, Catharina. Psikologi Pendidikan. Semarang: Unnes
Press, 2009.
Woolfolk, Anita. Educational Psychology Edisi
Terjemahan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar