Senin, 30 Januari 2017

Psikologi Pendidikan Behavioristik


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR......................................................................................................... 2
DAFTAR ISI                                                                                                                          3

BAB I    PENDAHULUAN
A  Latar Belakang ..................................................................................................... 4
B.   Rumusan Masalah  ............................................................................................. 5
C.   Tujuan Penulisan ................................................................................................ 5


BAB II   PEMBAHASAN
A.   Hakekat Teori Behavioristik ............................................................................... 6
B.   Tokoh-tokoh Teori Behavioristik ........................................................................ 6
C.   Teori Pembelajaran Perilaku ............................................................................. 7
D.   Teori-teori Pembelajaran Perilaku .................................................................... 9

BAB III  PENUTUP
A.   Kesimpulan ...........................................................................................................  8

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang Teori Behavioristik

Teori belajar Behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman[1]. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon[2]. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam bekerja yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan kepala sekolah atau pemimpin kepada guru atau karyawannya, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan guru atau karyawannya terhadap stimulus yang diberikan oleh kepala sekolah atau pemimpin tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh kepala sekolah atau pemimpin (stimulus) dan apa yang diterima oleh guru atau karyawannya (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan guru atau karyawannya ketika bekerja, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme [3].

B.   Rumusan Masalah
1.    Bagaimana hakekat teori behavior ?
2.    Siapa saja tokoh yang mendukung teori behavior ?
3.    Bagaimana pengaplikasi/penerapan yang cocok dalam teori behavior ?
4.    Apa saja implikasi dari teori behavior ?

  1. Tujuan Penulisan
1.    Mengetahui bagaimana konsep teori behavior
2.    Mengetahui siapa saja tokoh yang mendukung teori behavior
3.    Mengetahui bagaimana pengaplikasi / penerapan yang cocok dalam teori behavior
4.    Mengetahui apa saja kekuatan dan kelemahan teori behavior
5.    Mengetahui apa saja implikasi dari teori behavior






BAB II
PEMBAHASAN

  1. Hakekat Teori Behavior
Teori Behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon[4]. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan pemimpin kepada pembelajar, sedangkan Respon berupa reaksi atau tanggapan pembelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh pemimpin tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh pemimpin (stimulus) dan apa yang diterima oleh pembelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
Menurut Thorndike, Belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera, sdangkan Respon adalah reaksi yang dimunculkan pembelajar ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan.
Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme[5].
Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni :
1.    Hukum Kesiapan
Hukum kesiapan melukiskan syarat-syarat yang menentukan keadaaan yang disebut “memuaskan” atau “menjengkelkan” itu. Secara singkat, pelaksanaan tindakan sebagai respons terhadap suatu impuls yang kuat menimbulkan kepuasan, sedangkan menghalang-halangi pelaksanaan tindakan atau memaksanya terjadi dalam syarat-syarat yang lain itu menjengkelkan. Hukum kesiapan (Law of readiness) dimana semakin siap suatu organisme memperoleh perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat. (Bell, Gredler, 1991).
Contoh: Seorang guru yang siap mengajar, maka ia akan puas, tetapi jika sebelum mengajar ia tidak melalukan persiapan, maka saat mengajar ia menjadi tidak puas dengan pengajarannya.
  1. Hukum Latihan
Hukum latihan menjelaskan keadaaan seperti dikatakan pepatah “Latihan menjadikan sempurna”. Dengan kata lain, pengalaman yang diulang-ulang memperbesar peluang timbulnya respons yang benar. Akan tetapi, pengulangan-ulangan yang tidak disertai keadaan memuaskan tidak meningkatkan belajar. Hukum Latihan (Law of excercise) yaitu semakin sering tingkah laku di ulang/dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.
Contoh : Guru yang mengajar dalam bahasa Inggris , semakin sering digunakan bahasa Inggrisnya, maka akan semakin terampil dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Inggris. Tetapi jika tidak digunakan, maka ia tidak akan terampil berkomunikasi atau mengajar dengan bahasa Inggris.
  1. Hukum Efek / Akibat
Hukum efek menyebutkan keadaan memuaskan menyusul respons memperkuat pautan antara stimulus dan tingkah laku, sedangkan keadaan menjengkelkan memperlemah pautan itu. Thorndike kemudian memperbaiki hukum itu sehingga hukuman tidak sama pengaruhnya pada belajar dengan ganjaran. Hukum akibat (law of effect) yaitu hubungan stimulus respon akan cenderung di perkuat bila akibatnya menyenangkan dan sebaliknya cenderung melemah jika akibatnya tidak memuaskan.
Contoh : Guru yang mendapatkan penghargaan atas hasil kerja yang baik maka akan semakin besar juga minat guru tersebut dalam menjalankan tugasnya, namun jika guru tersebut tidak mendapat apresiasi akan pekerjaannya maka semakin rendah juga minat guru tersebut terhadap tugasnya atau bahkan ia akan menghindari tugas tersebut.
Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon.

  1. Tokoh-tokoh Teori Behavior
   Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, Skinner
  1. Teori Belajar Menurut Watson
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.

  1. Teori Belajar Menurut Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis [6].
Ciri-ciri dari teori ini adalah sebagai berikut :
a.    Mementingkan faktor lingkungan
b.    Menekankan pada faktor bagian
c.    Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif
d.    Bersifat mekanis
e.    Mementingkan masa lalu
f.     Mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil
g.    Mementingkan pembentukan reaksi atau respon
h.    Menekankan pentingnya latihan
i.      Mementingkan mekanisme hasil bekerja
j.      Mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan.


3.  Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama [7]. Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah kepala sekolah harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Guru atau karyawan harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola organisasi atau sekolah kepala sekolah atau pemimpin tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh guru atau karyawan [8].

4.  Teori Belajar Menurut Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan memengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya memengaruhi munculnya perilaku. Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.

  1. Teori Pembelajaran Perilaku (Behavioral Theories of Learning)
Teori pembelajaran perilaku adalah penjelasan tentang pembelajaran yang menekankan pada perubahan perilaku yang dapat diamati [9]. Pembelajaran didefinisikan sebagai perubahan dalam diri seseorang yang disebabkan oleh pengalaman. Perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan (seperti tumbuh makin tinggi) bukanlah contoh pembelajaran. Tidak satu pun dari keduanya merupakan karakteristik individu yang terdapat pada saat lahir (seperti gerakan refleks dan tanggapan atas rasa lapar atau rasa sakit). Namun, manusia melakukan begitu banyak pembelajaran sejak hari pertama kelahiran mereka (dan beberapa mengatakan lebih awal lagi) sehingga pembelajaran dan perkembangan mempunyai kaitan yang tidak dapat terpisahkan.
Dalam menerapkan suatu model manejemen kinerja atau perilaku yang prosfesional maka sering ditemui berbagai hambatan. Adapun bentuk-bentuk hambatan tersebut adalah :
a.    Masih kurang pemahaan pihak manajemen perusahaan dalam mengenal secara lebih komprehensif tentang manajemen kinerja.
b.    Sarana dan prasarana yang terdapat didalam organisasi tersebut baik yang bersifat profit oriented dan non profit oriented belum mendukung kearah penegakan konsep manajemen kinerja yang baik.
c.    Riset, pelatihan, jurnal dan buku teks yang mendukung pemahaman serta percepatan berbagai pihak dalam memahami dan menafsirkan tentang manajemen kinerja belum tersedia dengan lengkap dan bahkan dianggap masih kurang.
d.    keberadaan berbagai buku referensi baik yang ditulis oleh penulis asing dan domestic masih lebih bersifat umum dan belum bersifat kasuistik atau khusus.
e.    Dukungan pihak terkait seperti pemerintah dan lembaga terkait lainnya yang belum begitu maksimal dalam fungsinya sebagai control sosial.

Contoh, kecemasan guru dengan melihat kepala sekolah atau pengawas tentu saja adalah perilaku yang dipelajari. guru tersebut telah belajar menghubungkan kepala sekolah dengan rasa takut, dan tubuhnya bereaksi secara emosional ketika dia melihat kepala sekolah atau pengawas tersebut. Reaksi ini dapat saja tidak disadari atau tidak disengaja, tetapi bagaimanapun hal itu dipelajari. Pembelajaran terjadi dengan banyak cara, dan semua jenis pembelajaran berlangsung terus sepanjang waktu.
Persoalan yang dihadapi para pemimpin bukanlah bagaimana mengupayakan guru bekerja, guru sudah terlibat dalam pembelajaran setiap saat mereka terbangun. Sebaliknya, persoalannya ialah bagaimana membantu guru mempelajari informasi, keterampilan dan konsep tertentu yang akan bermanfaat dalam kehidupan masa depannya. Bagaimana kita              dan upaya mental mereka sehingga mereka akan memperoleh kemampuan-kemampuan yang penting. Dan berikut ini kami akan membahas beberapa teori-teori pembelajaran perilaku.

Teori – teori Pembelajaran Perilaku :
1.    Pembiasaan (Conditioning)
Pembiasaan adalah salah satu alat pendidikan yang penting sekali, terutama bagi guru yang masih baru atau muda. Guru yang masih baru belum mengetahui apa yang dikatakan oleh orang lain baik dan apa yang dikatakan buruk. Oleh karena itu, sebagai permulaan dan sebagai pangkal pendidikan, pembiasaan merupakan alat satu-satunya. Sejak baru bekerja, guru pemula harus dilatih dengan kebiasaan-kebiasaan dan perbuatan-perbuatan yang baik, seperti datang tepat waktu, mengerjakan tugas tepat waktu, membuat laporan secara  teratur, dan sebagainya. Pembiasaan yang baik penting artinya bagi pembentukan watak guru dan juga akan terus berpengaruh kepada guru itu sampai hari tuanya.

1.1 Pembiasaan/Pengkondisian Klasik (Classical Conditioning)
Eksperimen Pavlov memperlihatkan bahwa, apabila rangsangan netral sebelumnya dipasangkan dengan rangsangan tanpa pengkondisian, rangsangan netral tersebut menjadi rangsangan yang dikondisikan dan memperoleh kekuatan untuk mendorong tanggapan serupa terhadap apa yang dihasilkan oleh rangsangan tanpa dikondisikan. Proses ini disebut pengkondisian klasik[10].
Pavlov melakukan eksperimennya dengan mempelajari proses pencernaan dalam anjing. Selama riset, ilmuwan ini memerhatikan perubahan waktu dan kadar pengeluaran air liur hewan tersebut. Pavlov mengamati bahwa, jika tepung daging diletakkan ke dalam atau dekat mulut seekor anjing yang lapar, anjing itu akan mengeluarkan air liur. Karena tepung daging membangkitkan tanggapan ini dengan otomatis, tanpa satu pun pelatihan atau pengkondisian sebelumnya, tepung daging ini disebut sebagai rangsangan tanpa dikondisikan. Pengeluaran air liurnya pun terjadi otomatis tanpa membutuhkan sedikit pun pelatihan atau pengalaman, tanggapan pengeluaran air liur ini disebut sebagai tanggapan tanpa dikondisikan. Rangsangan-rangsangan lainnya seperti lonceng, tidak akan menghasilkan air liur. Karena tidak mempunyai efek terhadap tanggapan tersebut, rangsangan-rangsangan ini disebut sebagai rangsangan netral. Berdasarkan eksperimen Pavlov tersebut, setelah lonceng dan daging disodorkan bersama, bunyi lonceng itu sendiri mengakibatkan anjing tadi mengeluarkan air liur.
Dalam konteks manajemen pendidikan pengkondisian ini dapat dilakukan dengan disiplin guru. Diharapkan ketika bel berbunyi, guru sudah menjalankan tugasnya dengan baik. Baik masuk dalam kelas, memantau siswa dan tugas yang lainnya.

1.2 Kaidah Efek
Thorndike mengaitkan perilaku dengan gerakan refleks tubuh. Thorndike memandang kebanyakan perilaku sebagai tanggapan terhadap rangsangan dalam lingkungan. Pandangan bahwa rangsangan dapat mendorong tanggapan ini adalah pelopor sesuatu yang akhirnya dikenal sebagai teori rangsangan-tanggapan (S-R–stimulus-response)[11].
Thorndike mengembangkan Kaidah Efek, yang menyatakan bahwa, apabila tindakan diikuti oleh perubahan yang memuaskan dalam lingkungan tersebut, kemungkinan tindakan itu akan diulangi dalam situasi yang sama akan meningkat. Namun, apabila perilaku diikuti oleh perubahan yang tidak memuaskan dalam lingkungan tersebut, kemungkinan bahwa perilaku tersebut akan diulangi akan menurun. Dengan demikian, Thorndike memperlihatkan bahwa konsekuensi perilaku seseorang saat ini memainkan peran yang sangat penting dalam menentukan perilaku seseorang pada masa mendatang.
Thorndike melangkah lebih jauh dari Pavlov dengan memperlihatan bahwa rangsangan yang terjadi setelah suatu perilaku mempunyai pengaruh terhadap perilaku pada masa mendatang, dalam sekian banyak eksperimennya, Thorndike memasukkan kucing dalam kotak dan dari sana kucing tersebut harus meloloskan diri untuk memperoleh makanan. Dia mengamati bahwa lama-kelamaan kucing tersebut mempelajari bagaimana keluar dari kotak tadi dengan makin cepat dengan mengulangi perilaku yang menyebabkannya lolos dan tidak mengulangi perilaku yang tidak akan efektif, dari eksperimen-eksperimen ini Thorndike mengembangkan kaidah efek, yang menyatakan bahwa apabila tindakan diikuti oleh perubahan yang memuaskan dalam lingkungan tersebut, kemungkinan tindakan itu akan diulangi dalam situasi yang sama akan meningkat, namun, apabila perilaku diikuti oleh perubahan yang tidak memuaskan dalam lingkungan tersebut, kemungkinaan bahwa perilaku tersebut akan diulangi akan menurun. Dengan demikian, Thorndike memperlihatkan bahwa konsekuensi perilaku seseorang saat ini memainkan peran yang sangat penting dalam menentukan perilaku seseorang pada masa mendatang.
Hubungan kajian teori ini dengan manajemen pendidikan yaitu, ketika seorang guru melakukan tugas namun hasilnya kurang memuaskan lingkungan dan pemimpin maka efeknya bagi perilaku guru harus memperbaikinya. Jika tindakan perbaikan itu memuaskan lingkungan dan pemimpin maka efeknya perilaku tersebut harus dilakukan terus dengan untuk meningkatkan kinerja, namun jika tindakan perbaikan itu tidak memuaskan lingkungan dan pemimpin maka guru tersebut harus mencari ide lain untuk memperbaikinya lagi.

1.3. Pengkondisian/Pembiasaan Perilaku Respon (Operant Conditioning)
B.F. Skinner berpendapat bahwa perilaku refleks hanyalah sebagian kecil dari semua tindakan. Skinner mengusulkan kelompok perilaku lain, yang dinamai Perilaku Operan (Operant Behavior) karena perilaku tersebut berlangsung pada lingkungan dalam ketiadaan nyata satu pun rangsangan tanpa dikondisikan. Karya Skinner terpusat pada hubungan antara perilaku dan konsekuensinya. Apabila perilaku seseorang langsung diikuti oleh konsekuensi yang menyenangkan, orang itu akan lebih sering terlibat dalam perilaku tersebut. Penggunaan konsekuensi yang menyenangkan dan tidak menyenangkan untuk mengubah perilaku sering disebut pengkondisian operan (operant conditioning)[12]. Dalam eksperimennya Watson menyimpulkan bahwa behaviorisme merupakan mekanisme yang dapat memberikan landasan untuk hidup[13]. Watson juga mengungkapkan bahwa kepribadian seseorang berkembang melalui kondisioning berbagai refleks. Ia berpendirian bahwa waktu lahir manusia memiliki tiga respons emosi yaitu takut, marah dan sayang. Menurutnya, kehidupan emosi yang kompleks dari seseorang dewasa itu merupakan hasil dari kondisioning tiga respons dasar tersebut pada berbagai keadaan. Pembiasaan perilaku ini dapat dilakukan dengan, seorang guru didalam rapat dibiasakan untuk emnegluarkan pendapat atau gagasan yang dapat meningkatkan kualitas sekolah.

2.    Konsekuensi (Consequence)
Konsekuensi adalah kondisi yang menyenangkan atau tidak menyenangkan yang terjadi sesudah perilaku dan memengaruhi frekuensi perilaku pada masa mendatang. Prinsip yang terpenting dalam teori pembelajaran perilaku ialah bahwa perilaku berubah sesuai dengan konsekuensi langsungnya. Konsekuensi yang menyenangkan memperkuat perilaku; konsekuensi yang tidak menyenangkan memperlemahnya. Konsekuensi yang menyenangkan disebut tindakan penguatan (reinforcer); konsekuensi yang tidak menyenangkan disebut tindakan penghukuman (punisher)[14].
Hubungannya dalam konteks manajemen pendidikan yaitu jika guru datang terlambat maka konsekuensinya adalah mendapat teguran dari kepala sekolah, sehingga teguran tersebut dapat memperlemah tindakan terlambat guru tersebut. Jika guru memiliki ide atau gagasan yang sangat baik untuk peningkatan program sekolah. Maka guru tersebut mendapat penghargaan sehingga pemberian penghargaan tersebut dapat memperkuat tindakan guru tersebut untuk melakukan tindakan itu lebih sering lagi.

3.    Penguatan (Reinforcement)
Tindakan penguatan (reinforcer) didefinisikan sebagai setiap konsekuensi yang memperkuat (maksudnya, meningkatkan frekuensi) perilaku. Keefektifan tindakan penguatan harus diperlihatkan, tidak dapat berasumsi bahwa konsekuensi tertentu adalah suatu tindakan penguatan hingga mempunyai bukti bahwa hal itu memperkuat perilaku bagi individu tertentu (Slavin, 2008:184).
Tindakan penguatan terbagi menjadi dua :
3.1.  Tindakan Penguatan Positif (Positive Reinforcement)
Tindakan penguatan positif adalah konsekuensi yang menyenangkan yang diberikan untuk memperkuat perilaku. Tindakan ini meliputi :
1.    Penguatan diri sendiri.
Dapat diajari untuk memuji diri sendiri, memperkuat diri sendiri untuk menyelesaikan suatu tugas atau menghindari kesulitan, dll.
2.    Pujian
Frase seperti “Bagus”, “Cara yang tepat”, “saya tahu anda dapat melakukannya” dan pujian kata-kata lain dapat efektif, tetapi pesan yang sama sering dapat disampaikan bersama senyuman, isyarat acungan jempol, atau tepukan di punggung.
3.    Perhatian
Perhatian dari pemimpin yang dihargai atau teman sekerja, dapat menjadi tindakan penguatan yang sangat efektif bagi banyak anak. Kesediaan mendengarkan, menganggukkan kepala atau mendekatkan diri dapat memberikan kepada guru perhatian positif yang dia cari.
4.    Nilai dan penghargaan
Misalnya, sertifikat keberhasilan, dapat efektif untuk memberi guru umpan balik yang positif atas upaya mereka maupun untuk menyampaikan kemajuan kepada pemimpin, pemajangan karya yang terbaik di hadapan publik, dll.

5.    Penguatan berbasis keluarga
Orang tua dapat menjadi mitra yang efektif dalam sistem penguatan.
6.    Hak istimewa
Guru dapat memperoleh akomodasi, atau peran istimewa lainnya.
7.    Tindakan penguatan nyata
Guru atau karyawan dapat memperoleh poin karena keberhasilan atau perilaku yang baik sehingga mendapatkan reward atau bonus. Tindakan penguatan nyata biasanya akan lebih ampuh kalau guru mempunyai pilihan diantara beberapa opsi.
Dari tindakan penguatan positif yang sudah sudah disebutkan diatas ada beberapa faktor yang mendasari seorang karyawan berkeinginan terlibat secara serius dalam usaha meningkatkan prestasi kerja perusahaan, yaitu :
a.    Karyawan tersebut merasa perusahaan telah menjalankan peraturan dan ketentuan yang sesuai dengan yang mereka harapkan.
b.    Karyawan merasa dirinya bukan hanya sekedar pekerja namun merupakan bahagian penting dari manajemen perusahaan.
c.    Tindakan dan prestasi karyawan selalu dihargai baik secara materil maunun non materil
d.    Pihak manajemen perusahaan dalam memosisikan karyawan tidak dalam konteks hubungan antara atasan dan bawahan namun bersifat kekeluargaan.
e.    Pihak manajemen perusahaan selalu menjelaskan kepada para karyawan bahwa prestasi yang mereka peroleh bukan hanya kerja keras dari para karyawan namun juga didukung oleh faktor dukungan keluarga masing-masing.
f.     Karyawan merasa perusahaan tempat ia bekerja bisa dijadikan tempat untuk yang menggantungkan hidupnya hingga hari tua.

3.2.   Tindakan Penguatan Negatif (Negative Reinforcement)
Cara lain untuk memperkuat suatu perilaku ialah mengupayakan konsekuensi perilaku tersebut menjadi pelarian dari situasi yang tidak menyenangkan atau suatu cara untuk mencegah agar tidak terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan. Tindakan penguatan yang merupakan pelarian dari situasi yang tidak menyenangkan disebut tindakan penguatan negatif[15].
Istilah penguatan negatif ini sering ditafsirkan keliru dengan mengartikannya sebagai hukuman. Salah satu cara untuk menghindari kekeliruan dalam terminology ini adalah mengingat bahwa tindakan penguatan (apakah positif atau negatif) memperkuat perilaku, sedangkan hukuman dirancang untuk memperlemah perilaku (Lihat Tabel 2.1.).
Tabel 2.1 Konsekuensi dalam Pembelajaran Perilaku
Memperkuat Perilaku
Mematikan Perilaku
Penguatan Positif
Contoh: Memberikan imbalan atau pujian
Tidak Ada Penguatan
Contoh: Mengabaikan
Penguatan Negatif
Contoh: Membebaskan dari tugas atau situasi yang tidak menyenangkan
Hukuman Peniadaan
Contoh: Melarang tugas atau situasi yang menyenangkan

Hukuman Pengadaan
Contoh: Memberikan tugas atau situasi yang tidak menyenangkan
(Slavin, 2008:186)

4.    Hukuman (Punishment)
Menurut Slavin (2008) Hukuman adalah konsekuensi yang tidak menyenangkan yang digunakan untuk melemahkan perilaku. Apabila konsekuensi yang tidak menyenangkan tidak mengurangi perilaku yang diikutinya, hal itu tidak selalu merupakan tindakan penghukuman. Misalnya, guru senang disuruh ke kantor kepala sekolah, karena hal itu membebaskan mereka dari tugas, yang mereka lihat sebagai suatu situasi yang tidak menyenangkan. Beberapa guru yang senang diomeli, karena hal itu memberi mereka perhatian kepala sekolah dan barangkali meningkatkan status mereka di antara teman-teman. Keefektifan tindakan penghukuman tidak dapat diasumsikan tetapi harus diperlihatkan. Hukuman mempunyai dua bentuk utama :

4.1.        Hukuman Pemberlakuan (Presentation punishment)
Penggunaan konsekuensi yang tidak menyenangkan atau rangsangan yang tidak disukai yang mengikuti perilaku tertentu, yang digunakan untuk memperkecil kemungkinan bahwa perilaku tersebut akan terjadi lagi.

4.2.    Hukuman Pencabutan(Removal Punishment)
Penarikan kembali konsekuensi yang menyenangkan. Contohnya meliputi hilangnya hak-hak istimewa, keharusan tinggal disekolah pada waktu libur untuk mengerjakan beberapa tugas.
Hukuman tidak dapat dan tidak boleh dilakukan sewenang-wenang menurut kehendak seseorang, tetapi menghukum itu adalah suatu perbuatan yang tidak bebas, yang selalu mendapat pengawasan dari masyarakat dan negara. Apalagi hukuman yang bersifat pendidikan (pedagogis), harus memenuhi syarat-syarat tertentu yaitu :
1.  Tiap-tiap hukuman hendaklah dapat dipertanggungjawabkan. Ini berarti bahwa hukuman itu tidak boleh dilakukan dengan sewenang-wenang. Biarpun dalam hal ini seorang kepala sekolah atau pemimpin agak bebas menerapkan hukuman mana yang akan diberikan kepada guru atau karyawannya, tetapi dalam pada itu kita terikat oleh rasa menghargai terhadap guru atau karyawan, oleh peraturan-peraturan hukum dan oleh batas-batas yang ditentukan oleh pendapat umum.
2.  Hukuman itu sedapat-dapatnya bersifat memperbaiki. Yang berarti bahwa ia harus mempunyai nilai mendidik (normatif) bagi si terhukum, memperbaiki kelakuan dan moral guru atau karyawan.
3.  Hukuman tidak boleh bersifat ancaman atau pembalasan dendam yang bersifat perseorangan. Hukuman yang demikian tidak memungkinkan adanya hubungan baik antara si pemimpin dan yang karyawannya.
4.  Jangan menghukum pada waktu kita sedang marah. Sebab, jika demikian, kemungkinan besar hukuman itu tidak adil atau terlau berat.
5.  Tiap-tiap hukuman harus diberikan dengan sadar dan sudah diperhitungkan atau dipertimbangkan terlebih dahulu.
6.  Bagi si terhukum (guru atau karyawan), hukuman itu hendaklah dapat dirasakannya sendiri sebagai kedukaan atau penderitaan yang sebenarnya. Karena hukuman itu, guru atau karyawan merasa menyesal dan merasa bahwa untuk sementara waktu ia kehilangan kasih sayang pendidiknya.
7.  Jangan melakukan hukuman badan sebab pada hakikatnya hukuman badan itu dilarang oleh Negara, tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan merupakan penganiayaan terhadap sesama makhluk. Lagi pula hukuman badan tidak meyakinkan kita adanya perbaikan pada si terhukum, tetapi sebaliknya hanya menimbulkan dendam atau sikap suka melawan.
8.  Hukuman tidak boleh merusakkan hubungan baik antara si pemimpin dan anak buahya. Untuk ini, perlulah hukuman yang diberikan itu dapat dimengerti dan dipahami oleh karyawan. Karyawan dalam hatinya menerima hukuman itu dan merasai keadilan hukuman itu. Karyawan hendaknya memahami bahwa hukuman itu akibat yang sewajarnya dari pelanggaran yang telah diperbuatnya. Karyawan itu mengerti bahwa hukuman itu bergantung pada kemauan pemimpin, tetapi sepadan dengan beratnya kesalahan.
9.  Sehubungan dengan butir 8, maka perlulah adanya kesanggupan memberi maaf dari si pemimpin, sesudah menjatuhkan hukuman dan setelah karyawan itu menginsafi kesalahannya. Dengan kata lain, pemimpin hendaknya dapat mengusahakan pulihnya kembali hubungan baik dengan karyawannya, dengan demikian, dapat terhindar perasaan dan atau sakit hati yang mungkin timbul pada karyawan.

5.    Modifikasi Tingkah Laku
Ketika pemimpin ingin mengubah perilaku organisasi yang tidak efektif atau tidak berubah dalam menanggapi teknik perilaku standar, dapat menggunakan analisis perilaku terapan (applied behavior analysis).  Applied bahavior analysis merupakan metode yang menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran perilaku untuk memahami dan mengubah perilaku. Beberapa penulis kadang-kadang menyebut metode ini sebagai modifikasi perilaku.
Kegiatan modifikasi perilaku (behavior modification) secara umum mendasarkan kegiatannya pada pemikiran psikologi behaviorisme yang banyak dipengaruhi oleh teori stimulus respon dari Pavlov dan yang kemudian dikembangkan oleh B. F. Skinner. Psikologi behaviorisme memandang bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh lingkungannya dan atau akibat dari perilaku itu sendiri (consequence). Mekanisme hubungan antara perilaku manusia dengan lingkungan dan konsekuensinya inilah yang mendapat sorotan utama psikologi behaviorisme. Psikologi behaviorisme memandang bahwa perilaku (behavior) manusia dapat diubah atau dimodifikasi dengan memberikan stimulus dalam lingkungannya. Prinsip inilah yang kemudian menjadi dasar kerja modifikasi perilaku. Lingkungan (environment) yang dimaksud adalah segala sesuatu yang ada disekitar seseorang yang mempengaruhi perilakunya. Obyek seperti manusia, benda, dan kejadian yang membuat perilaku seseorang terpengaruh disebut stimulus atau rangsangan.[16]
Dalam bukunya, Anita Woolfolk berpendapat bahwa Behavior modification is systematic application of antecedents and consequences to change behavior (Anita Woolfolk, 2007)[17], yaitu merupakan sistematis penerapan anteseden dan konsekuensi untuk mengubah perilaku. Pendapat lain menyatakan bahwa Modifikasi Perilaku adalah upaya mengubah perilaku dan emosi manusia dengan cara yang menguntungkan berdasarkan teori yang modern dalam prinsip psikologi belajar, sedangkan Wolpe menyatakan bahwa modifikasi perilaku adalah penerapan prinsip-prinsip belajar yang telah teruji secara eksperimental untuk mengubah perilaku yang tidak adaptif, dengan melemahkan atau menghilangkannya dan perilaku adaptif dengan melemahkan atau menghilangkannya dan perilaku adaptif ditimbulkan atau dikukuhkan.[18] Dapat di sintesiskan dalam pandangan behaviorist, bahwa modifikasi perilaku merupakan pokok bahasan dalam lingkup psikologi yang memusatkan perhatiannya untuk menganalisis dan memodifikasi perilaku manusia atau penggunaan secara sistematik teknik kondisioning pada manusia untuk menghasilkan perubahan frekuensi perilaku tertentu atau mengontrol lingkungan perilaku tersebut. Jika teknik kondisioning diterapkan secara ketat, dengan stimulus, respon dan akibat konsekuensi diharapkan terbentuk perilaku lahiriah yang diharapkan.
Analisis perilaku terapan membutuhkan spesifikasi yang jelas dari perilaku yang akan diubah, pengukuran cermat perilaku, analisis anteseden dan reinforcers yang mungkin mempertahankan perilaku yang tidak pantas atau tidak diinginkan, intervensi berdasarkan prinsip perilaku untuk mengubah perilaku, dan pengukuran perubahan yang cermat. Dalam penelitian tentang analisis perilaku terapan beberapa penelitian mengambil pengukuran dasar perilaku kemudian menerapkan intervensi, kemudian menghentikan intervensi untuk melihat apakah perilaku tersebut akan kembali ke tingkat dasar dan kemudian memperkenalkan kembali intervensi.

5.1 Karakteristik Modifikasi Perilaku.
Modifikasi perilaku adalah kegiatan yang sekarang ini sebagian besar diaplikasikan pada perilaku manusia seperti dalam proses pengajaran, pendidikan jasmani, kesehatan, dan kesejahteraan manusia. Oleh karena itu dalam melakukan praktek modifikasi perilaku harus memperhatikan prinsip dan etika modifikasi perilaku. Berikut ini adalah karakteristik modifikasi perilaku:
Fokus pada perilaku. Prosedur modifikasi perilaku didesain untuk mengubah perilaku, bukan karakteristik pribadi atau sifat. Di dalam modifikasi perilaku, perilaku yang akan dimodifikasi disebut sebagai perilaku target (target behavior). Ada dua bentuk target perilaku dalam modifikasi perilaku:
1.    Behavioral exceses adalah perilaku target yang negatif (tidak layak) yang ingin dikurangi frekuensi, durasi, atau intensitasnya, contohnya: perilaku merokok.
2.    Behavioral deficit adalah target perilaku yang positif (lanyak) yang ingin ditingkatkan frekuensi, durasi, atau intensitasnya, contohnya: perilaku gemar membaca.

6.    Strategi Pembelajaran Behavioral
Newman dan Logan mengemukakan empat unsur strategi pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:
1.    Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi guru atau karyawan.
2.    Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.
3.    Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran.
4.    Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.
Strategi bekerja adalah suatu kegiatan bekerja yang harus dilakukan pemimpin dan karyawan atau guru agar tujuan bekerja dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu:
(1) exposition-discovery learning.
(2) group-individual learning.
Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif. Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving something”. Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya:
(1)  ceramah;
(2)  demonstrasi;
(3)  diskusi;
(4)  simulasi;
(5)  laboratorium;
(6)  pengalaman lapangan;
(7)  brainstorming;
(8)  debat,
(9)  simposium,
 Untuk mendorong/ menyemangati perilaku adalah dengan memperkuatnya. Ada cara yang spesifik untuk mendorong perilaku yang sudah ada atau mengajar yang baru. Yaitu Pujian (praise), prinsip Premack (Premack Principle), membentuk (Shaping)  dan praktek positif (Positive Practice)[19].

a)    Pujian; Penguatan dengan perhatian guru ( Reinforcing with teacher attention.)
Aplikasi sistematis dari pujian dan perhatian dapat menjadi motivasi paling kuat dan alat manajemen organisasi yang memungkinkan bagi karyawan. Pendekatan pujian dan mengabaikan dapat membantu, tapi tidak selalu dapat memecahkan masalah manajemen di tiap sekolah. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa perilaku yang mengganggu bertahan ketika kepala sekolah menggunakan konsekuensi positif (sering memuji) hanya sebagai strategi manajemen organisasi mereka. Ada Pertimbangan kedua dalam menggunakan pujian. Hasil positif ditemukan dalam penelitian terjadi bila kepala sekolah atau pemimpin secara cermat dan sistematis memuji guru mereka. Hanya "membagi-bagikan pujian" tidak akan memperbaiki perilaku.
Agar efektif, pujian harus (1) bergantung pada perilaku harus diperkuat, (2) menentukan dengan jelas perilaku yang diperkuat, dan (3) bisa dipercaya. Dengan kata lain, pujian harus pengakuan tulus dari suatu perilaku yang jelas sehingga guru atau karyawan memahami apa yang mereka lakukan untuk menjamin pengakuan. Kepala sekolah yang belum menerima pelatihan khusus sering melanggar kondisi ini. Beberapa psikolog telah menyarankan bahwa kepala sekolah atau pemimpin yang menggunakan pujian cenderung memfokuskan guru atau karyawan dalam bekerja untuk memenangkan persetujuan bukan pada bekerja untuk kepentingan diri sendiri. Mungkin saran terbaik adalah untuk menyadari potensi bahaya dari penggunaan berlebihan atau penyalahgunaan pujian dan untuk pengarahan yang sesuai.

b)  Prinsip Premack ( The Premack principle.)
Dalam sebagian besar ruang kelas, ada banyak penguatan yang sudah tersedia, selain perhatian pemimpin atau kepala sekolah, seperti kesempatan untuk berbicara dengan guru lain. Namun, pemimpin atau kepala sekolah cenderung untuk menawarkan peluang dalam cara yang agak serampangan. Seperti halnya dengan pujian, dengan membuat hak dan manfaat yang langsung bergantung pada perilaku belajar dan positif, pemimpin atau kepala sekolah dapat meningkatkan pembelajaran dan perilaku yang diinginkan.
Sebuah panduan untuk membantu memilih reinforcers paling efektif adalah prinsip Premack, nama untuk David Premack (1965). Prinsip Premack menyatakan bahwa aktivitas yang lebih disukai-dapat berfungsi sebagai penguat untuk kegiatan yang kurang disukai. Prinsip ini kadang-kadang disebut sebagai "aturan Nenek (Grandma’s rule)”.

c)    Membentuk (Shaping)
Apa yang terjadi ketika guru atau karyawan terus-menerus gagal lagi dalam melaksanakan tugas karena tidak bisa melakukan keterampilan di tempat pertama?. Salah satu cara untuk mencegah masalah ini adalah strategi membentuk, juga disebut perkiraan berturut-turut. Membentuk melibatkan kemajuan penguatan alih-alih menunggu kesempurnaan. Metode ini memperkuat setiap langkah kecil kemajuan menuju tujuan yang diinginkan atau perilaku.
Untuk menggunakan shaping, pemimpin atau kepala sekolah harus mengambil perilaku kompleks akhir guru atau karyawan diharapkan untuk menguasai dan memecahnya menjadi beberapa langkah kecil. Salah satu pendekatan yang mengidentifikasi langkah-langkah kecil adalah tugas analisis (Task analysis).

d)   Positif Praktek (Positive Practice)
Dalam praktek positif, guru atau karyawan mengganti satu perilaku dengan yang lain. Pendekatan ini terutama cocok untuk berurusan dengan kesalahan pekerjaan. Ketika guru atau karyawan melakukan kesalahan, mereka harus memperbaikinya secepat mungkin dan memraktekkan respon yang benar. Prinsip yang sama dapat diterapkan ketika guru atau karyawan melanggar peraturan organisasi. Alih-alih dihukum, guru atau karyawan mungkin diperlukan untuk berlatih alternatif tindakan yang benar.
KESIMPULAN

Teori pembelajaran perilaku adalah penjelasan tentang pembelajaran yang menekankan pada perubahan perilaku yang dapat diamati. Teori-teori pembelajaran perilaku meliputi Pembiasaan (Conditioning), Pembiasaan/Pengkondisian Klasik (Classical Conditioning),Kaidah Efek, dan Pengkondisisan/Pembiasaan Perilaku Respon (Operant Conditioning).
Konsekuensi adalah kondisi yang menyenangkan atau tidak menyenangkan yang terjadi sesudah perilaku dan memengaruhi frekuensi perilaku pada masa mendatang. Prinsip yang terpenting dalam teori pembelajaran perilaku ialah bahwa perilaku berubah sesuai dengan konsekuensi langsungnya. Konsekuensi yang memperkuat (maksudnya, meningkatkan frekuensi) perilaku merupakan tindakan penguatan (reinforcer). Sedangkan konsekuensi yang tidak menyenangkan yang digunakan untuk melemahkan perilaku disebut hukuman.
Psikologi behaviorisme berpendapat bahwa perilaku (behavior) manusia dapat diubah atau dimodifikasi dengan memberikan stimulus dalam lingkungannya. Prinsip inilah yang kemudian menjadi dasar kerja modifikasi perilaku. Modifikasi perilaku merupakan pokok bahasan dalam lingkup psikologi yang memusatkan perhatiannya untuk menganalisis dan memodifikasi perilaku manusia atau penggunaan secara sistematik teknik kondisioning pada manusia untuk menghasilkan perubahan frekuensi perilaku tertentu atau mengontrol lingkungan perilaku tersebut. Jika teknik kondisioning diterapkan secara ketat,  dengan stimulus, respon dan akibat konsekuensi diharapkan terbentuk perilaku lahiriah yang diharapkan.
Strategi bekerja adalah suatu kegiatan bekerja yang harus dikerjakan pemimpin atau kepala sekolah dan guru atau karyawan agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Untuk mendorong/ menyemangati perilaku adalah dengan memperkuatnya. Ada cara yang spesifik untuk mendorong perilaku yang sudah ada atau mengajar yang baru. Yaitu Pujian (praise), prinsip Premack (Premack Principle), membentuk (Shaping)  dan praktek positif (Positive Practice)



DAFTAR PUSTAKA

Gage, N.L., & Berliner, D. 1979. Educational Psychology. Second Edition, Chicago: Rand Mc. Nally
Gredler, Margaret E. Bell, 1991. Belajar dan Membelajarkan, Edisi pertama cetakan 1  Terjemahan. Rajawali. Indonesia.
Slavin, E. Robert. 2008. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik Edisi Kedelapan Jilid 1 Terjemahan. PT Indeks. Indonesia .
Woolfolk, Anita. Educational Psychology. 2007. Pearson Education, Inc. Boston.



[1] Gage, N.L., & Berliner, D.,  Educational Psychology. Second Edition, (Chicago: Rand Mc. Nally, 1979).
[2] Robert, Slavin, E., Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik Edisi Kedelapan Jilid 1 Terjemahan, (Indonesia : PT Indeks, 2008), h. 143
[3] ibid
[4] Robert, Slavin, E., Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik Edisi Kedelapan Jilid 1 Terjemahan, (Indonesia : PT Indeks, 2008).
[5] Robert, Slavin, E., Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik Edisi Kedelapan Jilid 1 Terjemahan, (Indonesia : PT Indeks, 2008).
[6] Gredler, Margaret E. Bell, Belajar dan Membelajarkan, penerjemah: Munandir, Edisi 1 cetakan 1 (Indonesia: Rajawali, 1991).
[7] Gredler, Margaret E. Bell, Belajar dan Membelajarkan, penerjemah: Munandir, Edisi 1 cetakan 1 (Indonesia: Rajawali, 1991).
[8] ibid
[9] Robert, Slavin, E., Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik Edisi Kedelapan Jilid 1 Terjemahan, (Indonesia : PT Indeks, 2008), h. 179.

[10] Robert, Slavin, E., Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik Edisi Kedelapan Jilid 1 Terjemahan, (Indonesia : PT Indeks, 2008), hh. 180-181.
[11] Robert, Slavin, E., Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik Edisi Kedelapan Jilid 1 Terjemahan, (Indonesia : PT Indeks, 2008), h. 182.
[12] Robert, Slavin, E., Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik Edisi Kedelapan Jilid 1 Terjemahan, (Indonesia : PT Indeks, 2008), h. 182.
[13] Gredler, Margaret E. Bell, Belajar dan Membelajarkan, penerjemah: Munandir, Edisi 1 cetakan 1 (Indonesia: Rajawali, 1991), h. 45.
[14] Robert, Slavin, E., Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik Edisi Kedelapan Jilid 1 Terjemahan, (Indonesia : PT Indeks, 2008), h. 184.
[15] Robert, Slavin, E., Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik Edisi Kedelapan Jilid 1 Terjemahan, (Indonesia : PT Indeks, 2008), h. 185.
[16] http://modifikasi-perilaku-psikologi.blogspot.com
[17] Woolfolk, A., Educational Psychology, (Boston : Pearson Education, Inc, 2007), h. 215.
[18] http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/196002011987031-SUNARDI/materi_kkh power_point/TRITMEN_GANGGUAN_TKLK/04._MODIFIKASI_PERILAKU_%5BCompatibility_Mode%5D.pdf
[19] Woolfolk, A., Educational Psychology, (Boston : Pearson Education, Inc, 2007), h. 216.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar