Selasa, 07 Februari 2017

PENYUSUNAN RAPBS



BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah
Pemerintah mengalokasikan Rp 336,8 triliun untuk anggaran pendidikan pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2013. Jumlah tersebut selain telah memenuhi amanat konstitusi untuk mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN,  juga merupakan peningkatan 6,7 persen dibanding anggaran yang dilokasikan tahun 2012 lalu sebesar Rp 310,8 triliun.
Perhatian bangsa Indonesia akan pentingnya pendidikan sangat besar. Sejak Indonesia merdeka sampai dengan saat ini pembangunan pendidikan telah mengalami kemajuan yang berarti. Reformasi pendidikan nasional secara mendasar melalui tata aturan perundang-undangan telah dimulai sejak tahun 1999, yaitu sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dimana dalam undang-undang tersebut dicantumkan bahwa pendidikan merupakan salah satu hak asasi manusia. [1]
UUD 1945 Amandemen IV Tahun 2002 telah mengamanatkan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), serta dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan.[2]  Selain UUD 1945 Amandemen IV Tahun 2002, hal tersebut juga di atur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional, yang berbunyi : “Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% (dua puluh persen) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% (dua puluh persen) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)”.[3]  Pendidikan sebesar 20% yang diambil dari APBN dan APBD ini dikenal dengan istilah Dana Alokasi Khusus (DAK).
Kewajiban konstitusi dengan menetapkan porsi anggaran pendidikan sebesar 20% (dua puluh persen) dari APBN memperlihatkan sifat pendidikan yang demikian penting bagi perjalanan bangsa ke depan. Pendidikan merupakan modal utama dalam pembangunan yang tengah berjalan dan terus menerus berlangsung dimasa yang akan datang. Pendidikan memberi banyak peluang untuk meningkatkan mutu kehidupan. Dengan pendidikan yang baik, potensi kemanusiaan yang begitu kaya pada diri seseorang dapat terus dikembangkan. Pada tingkat sosial, pendidikan dapat mengantarkan seseorang pada pencapaian dan strata sosial yang lebih baik. Secara akumulatif, pendidikan dapat membuat suatu masyarakat lebih beradab. Dengan demikian, pendidikan, dalam pengertian yang luas, berperan sangat penting dalam proses transformasi individu dan masyarakat.
Negara-negara di dunia tidak pernah surut melakukan upaya peningkatan mutu pendidikan. Dalam dunia internasional mengisyaratkan bahwa sistem penjamin dalam peningkatan mutu pendidikan dibangun dari unit satuan pendidikan dimana kelompok pendidik, tenaga kependidikan professional, dan seluruh faktor pendukung pendidikan lainnya menunjukan komitmen dan upaya mewujudkan peningkatan mutu pendidikan.
Untuk menghasilkan sumber daya manusia yang diharapkan ini, tidak mungkin terjadi secara alamiah dalam arti tanpa usaha dan pengorbanan. Mutu dari keluaran yang diharapkan banyak dipengaruhi oleh besarnya usaha dan pengorbanan yang diberikan. Semakin tinggi tuntutan mutu, akan berdampak pada jenis dan pengorbanan yang harus direlakan. Pengorbanan yang diterjemahkan menjadi biaya merupakan faktor yang tidak mungkin diabaikan dalam proses pendidikan.
Permasalahan dalam dunia pendidikan memang sangat kompleks mulai dari sistem, pendanaan, undang-undang yang berlaku, sangat mempengaruhi jalannya proses pendidikan. Pembiayan pendidikan merupakan bagian yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan baik yang bersatus sekolah negeri maupun swasta.  Dalam penyelenggaraan pendidikan diberbagai pendidikan yang ada, permasalahan yang sering muncul dan menjadi tantangan adalah masalah dana atau pembiayaan. Sumber pembiayaan yang diharapkan dan kemudian bagaimana biaya tersebut dimanfaatkan dalam proses jalannya pendidikan, sampai pada tahap pelaporan atau pertanggungjawaban dari penggunaan biaya yang sudah dianggarkan.
Fungsi pembiayaan tidak mungkin dipisahkan dari fungsi lainnya dalam pengelolaan sekolah. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa pembiayaan menjadi masalah sentral dalam pengelolaan kegiatan pendidikan. Ketidakmampuan suatu lembaga untuk menyediakan biaya, akan menghambat proses belajar mengajar. Namun bukan berarti bahwa apabila tersedia biaya yang berlebihan akan menjamin bahwa pengelolaan sekolah akan lebih baik.
Dalam penulisan ini berorientasi kepada bagaimana perencanaan pembiayaan pendidikan dalam RAPBS (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah), yang berlangsung selama ini dalam rangka efisiensi anggaran penerimaan dan belanja sekolah. Disinilah peran pihak penyelenggara pendidikan dalam hal ini pihak pimpinan/yayasan merencanakan pembiayaan pendidikan yang dibutuhkan. Estimasi biaya yang akurat kedepan sangat menentukan dalam keberhasilan atau kelancaran jalan nya proses pendidikan dan dapat mewujudkan Visi, Misi, dan Tujuan dari sekolah tersebut. Perencanaan yang matang diharapkan akan mampu mengantisipasi pemborosan dana, terutama terhadap hal-hal yang dianggap kurang mendukung efisiensi anggaran pendidikan.

B. Rumusan masalah
Berdasarkan paparan latar belakang diatas, muncul berbagai macam pertanyaan mengenai Anggaran Pembiayaan Belanja Pendidikan, khususnya Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS), penulis memutuskan beberapa rumusan masalah yang ingin dikaji lebih dalam, antara lain :
1.    Bagaimana mekanisme penyusunan APBN dan APBD?
2.    Apa pengertian dan konsep dari anggaran?
3.    Apa sajakah indikator manajemen biaya dalam suatu lembaga pendidikan?
4.    Apa konsep dari RAPBS?
5.    Bagaimana proses penyusunan dan pengelolaan RAPBS dalam mendukung efektifitas pembiayaan pendidikan?

C. Tujuan penulisan 
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme penyusunan RAPBS dalam memenuhi seluruh pembiayaan kebutuhan dan/atau kegiatan sekolah.

BAB II
PEMBAHASAN

A.  APBN dan APBD
Berdasarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang.  APBN terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan anggaran pembiayaan.
Adapun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Penyusunan APBD berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan negara.
Anggaran yang diterima oleh sekolah diturunkan oleh pemerintah pusat biasa disebut dengan APBN yang sebelumnya dibuat sebuah rancangan anggaran yang dibutuhkan oleh sekolah. Selain itu sekolah mendapatkan dana atau pembiayaan bukan hanya dari pemerintah pusat saja melainkan dari pemerintah daerah yang biasa disebut dengan APBD. Pemerintah pusat menyalurkan dananya dengan melalui progam BOS (bantuan Operasional Sekolah), sedangkan untuk pemerintah daerah sendiri menyalurkan dana atau pembiayaan terhadap sekolah dengan berbagai progam. Misalnya BOP (biaya operasional pendidikan), SBB (sekolah bebas biaya), atau lain sebagainya disesuaikan dengan daerah itu sendiri.
APBN yang disalurkan melalui progam BOS, dibagikan kepada sekolah secara merata dan sama untuk seluruh daerah. Perhitungan dana BOS diberikan berdasarkan jumlah siswa. Dan cairnya setiap 3 bulan sekali. Dalam progam BOS terdapat subsidi dalam bentuk block grant. Subsidi tersebut didapat dari pajak, SDA, investasi, dan pinjaman PLN. Pada pemerintah daerah atau sering disebut juga APBD, ketika memberikan dana atau anggaran kepada sekolah dialokasikan melalui progam-progam yang disesuaikan dengan daerahnya masing-masing atau bervariatif. Misalnya melalui progam BOP atau SBB. Pemberian anggaran juga disesuaikan dengan jumlah siswa. Sumber pembiayaan pendidikan, tidak hanya dari pemerintah pusat, dan daerah saja, melainkan dari masyarakat. Namun sumber dana yang didapat dari masyarakat tidak dimasukan kedalam anggaran.

1. Fungsi APBN dan APBD

Fungsi APBN dan APBD menurut Undang-Undang No. 17 Tahun 2003, yaitu sebagai berikut.
  1. Fungsi Otorisasi,  Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran negara dan daerah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
  2. Fungsi Perencanaan, Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran negara dan daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
  3. Fungsi Pengawasan, Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran negara dan daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
  4. Fungsi Alokasi, Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran negara dan daerah harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
  5. Fungsi Distribusi, Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran negara dan daerah harus memerhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
  6. Fungsi Stabilisasi, Fungsi stabilitas mengandung arti bahwa anggaran negara dan daerah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.

 


2. Penyusunan dan Penetapan APBN dan APBD

  • Penyusunan dan Penetapan APBN
APBN disusun dengan tujuan dapat digunakan sebagai pedoman dalam mengelola keuangan negara terdiri atas penerimaan dan pengeluaran negara. APBN terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan. Pendapatan negara terdiri atas penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak, dan hibah. Belanja negara digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintah pusat dan pelaksanaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Belanja negara dapat diperinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.
APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara. Penyusunan rancangan APBN berpedoman pada rencana kerja pemerintah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan negara.

 







G
Gambar 2.1 Penyusunan APBN

  • Penyusunan dan Penetapan APBD
APBD disusun sesuai kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Penyusunan rancangan APBD berpedoman pada rencana kerja pemerintah daerah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan negara. Pemerintah daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun berikutnya sejalan dengan rencana kerja pemerintah daerah sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD selambat-lambatnya pertengahan Juni tahun berjalan. DPRD membahas kebijakan umum APBD yang diajukan oleh pemerintah daerah dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya. Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD, pemerintah daerah bersama DPRD membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap satuan kerja perangkat daerah.
Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan rancangan APBD tahun berikutnya. Pemerintah daerah mengajukan rancangan APBD disertai penjelasan dan dokumen pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama Oktober tahun sebelumnya.
Pembahasan rancangan APBD dilakukan sesuai dengan Undang-Undang yang mengatur susunan dan kedudukan DPRD. DPRD dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam rancangan APBD. Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai rancangan APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan. APBD yang disetujui oleh DPRD terperinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Jika DPRD tidak menyetujui rancangan peraturan daerah untuk membiayai keperluan setiap bulan, pemerintah daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar APBD tahun anggaran sebelumnya.
 











Gambar 2.2 Penyusunan APBD
B. Dana Pendidikan pada APBN dan APBD
Pendidikan merupakan salah satu faktor utama untuk dapat mencapai kemakmuran suatu negara, sebagaimana diatur secara tegas dalam pasal 31 ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Ayat (2) menegaskan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Ayat (3) menetapkan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
Sedangkan ayat (4) menugaskan negara untuk memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) serta dari anggaran pendapatan daerah (APBD) untuk mememenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Aturan yang termuat dalam Ayat (4) tersebut menunjukkan betapa penting dan betapa prioritasnya bidang pendidikan di bumi nusantara ini. Sebanyak 20 persen atau seperlima anggaran pemerintah pusat dan seperlima anggaran pemerintah daerah harus dialokasikan untuk menyelenggarakan pendidikan.
Dengan demikian,  jelaslah bahwa negara kita menempatkan pendidikan pada prioritas pertama dengan mengalokasikan anggaran terbesar dari semua sektor. Pendidikan merupakan sektor yang memang perlu diprioritaskan negara karena menyentuh langsung hak masyarakat, dan sangat terkait erat dengan pembangunan sumber daya manusia masa depan.
Anggaran pendidikan untuk tahun 2013 ditetapkan Rp336,8 triliun atau 20 persen dari total belanja negara sebesar 1,683 triliun, yang terdiri atas alokasi anggaran pendidikan melalui belanja pemerintah pusat Rp117,8 triliun, transfer ke daerah Rp214,1 triliun dan pengeluaran pembiayaan Rp5 triliun. (Terlampir).
Sedangkan pada APBD, dalam hal ini, merujuk data dari Pemda DKI Jakarta pada website http://www.jakarta.go.id/web/apbd/browse/2013 terdapat informasi pengelolaan anggaran, yang didalam nya termasuk dana pendidikan pada APBD DKI Jakarta.


 


















Gambar 2.3 Informasi Pengelolaan APBD DKI Jakarta

Keterangan :
Ø  Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) adalah Perangkat Daerah pada Pemerintah Daerah selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang. SKPD ini termasuk organisasi/lembaga pada pemerintah daerah yang bertanggung jawab kepada gubernur/bupati/walikota dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang terdiri atas sekretaris daerah, dinas daerah dan lembaga teknis daerah, kecamatan, dan satuan polisi pamong praja sesuai dengan kebutuhan daerah
Ø  Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) adalah dokumen yang memuat pendapatan, belanja dan pembiayaan yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh pengguna anggaran.



C. Pengertian Anggaran
Mintarsih Danumihardja mendefinisikan anggaran adalah pengalokasian sumber daya atau potensi sekolah, pengkoordinasian operasi, termasuk dalam pengidentifikasian, pemborosan, mengomunikasikan dan  mengesahkan tindakan, memotivasi dan mengarahkan pengimplementasian, menjadi pedoman untuk pengendalian operasi dana, pengelolaan aliran kas serta sebagai kriteria dalam evaluasi kerja. Candoli Cael dalam Mintarsih Danumihardja mengemukakan anggaran merupakan instrumen perencanaan dan instrumen pengendalian.
Sedangkan menurut Nanang Fattah mendefinisikan anggaran adalah rencana operasional yang dinyatakan secara kuantitatif dalam bentuk satuan uang yang digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan lembaga dalam kurun waktu tertentu. Udin Saefudin Saud dan Abin Syamsudin menyatakan anggaran adalah bentuk satuan uang yang merupakan refleksi dari aktivitas dan target kinerja yang hendak dicapai dalam periode waktu tertentu. Maka sesuai dengan pendapat para ahli diatas, anggaran adalah perencanaan keuangan yang ada, yang dapat menggambarkan kegiatan atau aktifitas yang akan diselenggarakan.
Karakteristik anggaran menurut Nanang Fattah ada 2 (dua) sisi yaitu sisi pengeluaran dan sisi penerimaan. Sedangkan manfaat dari anggaran, menurut Nanang Fattah ada 3 (tiga) yaitu.
a.    Sebagai alat penaksir
b.    Sebagai alat otorisasi pengeluaran dana dan
c.    Sebagai alat efisiensi.
Sedangkan alat efisiensi merupakan fungsi yang paling esensial dalam pengendalian, dari segi penelitian membandingkan atas angka-angka standar dengan reaksi biaya yang melebihi atau kurang. Menurut Mintarsih Danumihardja menyatakan manfaat anggaran adalah membentuk lembaga untuk melancarkan jalannya operasi dan mencapai hasil yang lebih baik, melalui penyelenggaraan program yang telah direncanakan sebelumnya.
Menurut P. Taylor (2001:35) dalam Mintarsih Danumihardja, manfaat anggaran adalah:
a.    Untuk menentukan apakah mendapat laba atau rugi
b.    Untuk menentukan dampak putusan tertentu yang direncanakan atau perusahaan pasar pada anggaran yang ada
c.    Untuk mengesahkan keputusan bisnis yang telah diambil.
d.    Untuk menentukan target manajemen
e.    Untuk menentukan tingkat kebutuhan
Hal-hal yang harus dipertimbangkan Jahya (2003:46) dalam Mintarsih Danumihardja:
a.    Permintaan terhadap hasil produksi dan stabilitas permintaan potensi pasar.
b.    Jenis-jenis hasil produksi yang dibuat
c.    Jenis-jenis dan sifat hasil produksi yang dibuat
d.    Kemampuan menyusun jadwal dan mengatur pelaksanaan
e.    Jumlah dana yang dipergunakan dibandingkan dengan hasil yang mungkin dicapai.
f.     Perencanaan dan pengawasan jenis-jenis produksi dalam lembaga persekolahan tentu difokuskan pada kegiatan pembelajaran dalam bentuk pelayanan belajar maupun fasilitas yang mendukung.

Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam menyusun anggaran menurut Nanang Fattah:
a.    Adanya pembagian wewenang dan tanggung jawab yang jelas
b.    Adanya sistem akuntansi yang memadai dalam melaksanakan anggaran
c.    Adanya penelitian dan analisis untuk menilai kinerja organisasi
d.    Adanya dukungan dari pelaksanaan mulai dari tingkat atas sampai yang paling bawah.

Prinsip-prinsip dalam penyusunan anggaran ini, oleh kepala sekolah sebagai orang yang bertanggung jawab untuk menyusun anggaran disekolahnya harus memperhatikan poin-poin tersebut, agar kegiatan-kegiatan yang tergambar dalam anggaran dapat terealisasi dengan baik. Dengan terealisasinya kegiatan-kegiatan itu berarti kepala sekolah telah memanfaatkan dana secara efisien.
Nanang Fattah mengemukakan bahwa keempat butir prinsip dalam penyusunan anggaran ini, akan menciptakan manajemen organisasi yang sehat. Manajemen organisasi yang sehat akan menjalankan fungsi-fungsi manajemen dengan baik. Fungsi-fungsi manajemen yang baik dalam pengelolaan pembiayaan pendidikan adalah fungsi perencanaan dan fungsi pengawasan.
Fungsi perencanaan dalam mengelola pembiayaan pendidikan itu agar efisien, kepala sekolah dapat menggunakan metode analisis keefektifan biaya pendidikan. Sedangkan fungsi pengawasan dalam mengelola pendidikan itu, kepala sekolah dapat menggunakan metode analisis proses.
Menurut Nanang Fattah untuk mengetahui efisiensi biaya pendidikan itu dapat digunakan metode analisis keefektifan biaya (cost effectiviness), yang akan memperhitungkan besarnya kontribusi setiap masukan terhadap pencapaian tujuan pendidikan atau potensi belajar. Menurut Coombs dan PH Hallak J (1987) analisa pembiayaan dapat menolong pengelola pendidikan menangani pemborosan yang serius dan ketidak efisienan, serta cara-cara yang dapat ditemukan untuk mengatasi ketidak efisienan tersebut[4].
Menurut Amin Wijaya Tunggal dengan melakukan analisis nilai proses dapat mengidentifikasi peluang-peluang untuk memperbaiki kinerja suatu usaha dengan cara sedemikian rupa yaitu perbaikan berakhir[5]. Hal ini berarti kepala sekolah dapat mengatasi permasalahan yang timbul yang akan menghambat terjadinya efisiensi dalam pengelolaan keuangan. Kepala sekolah dapat melakukan perbaikan-perbaikan karena adanya gejala-gejala khusus seperti terjadinya pemborosan dengan menambah waktu atau biaya.
Menurut Indra Bastian pengelolaan pembiayaan itu harus berdasarkan prinsip selektifitas, efisiensi, efektivitas dan produktivitas[6]. Langkah-langkah efisiensi dalam pengelolaan biaya tanpa langkah efisiensi dalam pengelolaan, berapapun besarnya dana yang dikeluarkan tidak akan berhasil meningkatkan mutu pendidikan.
Selain itu menurut Philip Coombs dan P. H. Hallak J. (1987), efisiensi itu sangat erat hubungannya dengan sikap pengelolaan,
The are many ways to improve an educational system’s internal efficiency, that is to reduce its costs without a corresponding reduction in the learning results or to improve the learning result without an equivalent in crease in its cost. Those improvements fall into three main categories according to the degree of change required in the present system. 1). Educational managers many improve effieciency by changing the amounts, quality and proportions of inputs or by using presents inputs more in tensively, without basically altering the system’s existing structure and technology. 2). Going a skip further, educational managers may in crease efficiency by modifying the system’s basic design by introducing distinctly components and technologies. 3). Amore redical to improving efficiency would be design a new teaching learning system that redically from the conventional one.

Ada banyak cara meningkatkan suatu sistem pendidikan yang memiliki effisiensi internal yaitu untuk mengurangi biaya tanpa harus menurunkan hasil pembelajaran atau meningkatkan hasil belajar tanpa memakan biaya yang equivalent. Ada tiga kategori untuk meningkatkan efisiensi adalah :
a.    Pengelolaan pendidikan dapat meningkatkan efisiensi dengan meningkatkan kualitas dan menggunakan input yang ada dengan lebih intensif
b.    Pengelolaan dapat meningkatkan efisiensi dengan memperbaharui sistem dan memperbaharui teknologi yang baru secara jelas.
c.    Pendekatan yang lebih radikal untuk meningkatkan efisiensi adalah mendesign suatu sistem belajar mengajar yang berbeda dari konvensional.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pengelolaan pembiayaan pendidikan itu agar tercapai efisiensinya, seorang kepala sekolah harus menjalankan fungsi manajemen dengan baik yaitu fungsi perencanaan dan fungsi pengawasan[7].
Dalam menjalankan fungsi perencanaan itu, hal-hal yang harus diperhatikan oleh kepala sekolah adalah :
a.    Mengidentifikasi secara cermat semua pembiayaan yang akan dianggarkan di sekolah, dengan memperhatikan skala prioritas dan kualitas dari kegiatan tersebut untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah tersebut.
b.    Mengidentifikasi secara cermat dari mana sumber keuangan dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut.
c.    Menyusun perencanaan pembagian tugas dan tanggung jawab yang tepat. “The right man in the the right place”.
d.    Menyusun perencanaan alur karya atau proses dari setiap kegiatan yang akan dilaksanakan.
Sedangkan dalam menjalankan fungsi pengawasan, hal-hal yang harus diperhatikan oleh kepala sekolah adalah :
a.     Mengawasi setiap proses pelaksanaan dari kegiatan tersebut, jangan sampai menyimpang jauh dari perencanaannya
b.     Mengawasi ketepatan waktu sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
c.      Mengawasi budget atau anggaran dari setiap kegiatan yang sedang dilaksanakan, jangan sampai terjadi pemborosan.
Administrasi sekolah yang baik meminta anggaran belanja yang direncanakan dengan teliti dan penggunaannya yang efektif. Pada dasarnya anggaran belanja adalah suatu pernyataan yang terurai tentang sumber-sumber keuangan yang perlu untuk melaksanakan berbagai program sekolah selama periode satu tahun fiskal. Proses pembuatan anggaran pendidikan melibatkan penentuan pengeluaran maupun pendapatan yang bertalian dengan keseluruhan operasi sekolah.
Penentuan pengeluaran biaya pendidikan melibatkan pertimbangan tiap kategori anggaran belanja yang berikut :
1.     Pengawasan umum, termasuk sumber-sumber keuangan yang ditetapkan bagi pelaksanaan tugas-tugas administrasi dan manajerial.
2.     Pengajaran, meliputi gaji guru dan pengeluaran bagi buku-buku pelajaran, alat-alat, dan perlengkapan yang diperlukan dalam pengajaran.
3.     Pelayanan bantuan, pengeluaran yang bertalian dengan pelayanan-pelayanan kesehatan, bimbingan dan perpustakaan.
4.     Pemeliharaan gedung, pergantian dan perbaikan perlengkapan, pemeliharaan gedung dan halaman sekolah.
5.     Operasi, biaya telepon, air, listrik, sewa gedung dan tanah, dan gaji personil pemeliharaan gedung.
6.     Pengeluaran tetap, pengeluaran modal, jasa hutang dan perkiraan pendapatan.
Penggunaan dana pendidikan sangat tepat secara internal akan berfungsi sebagai pengawas efisiensi pendidikan. Manuel Zymelman dalam Anwar mengatakan, “Pembiayaan pendidikan tidak hanya menyangkut analisa sumber-sumber saja, tetapi juga penggunaan dana-dana secara efisien. Makin efisien sistem pendidikan itu makin kurang pula penggunaan dana yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuannya[8].
Walaupun biaya pendidikan bukan satu-satunya faktor yang menentukan hasilnya pengembangan SDM, besarnya anggaran pendidikan pasti bersifat untuk mempercepat upaya peningkatan mutu pendidikan jika didayagunakan secara efisien. Agenda pembiayaan pendidikan ini berkaitan erat dengan dua konsep efisiensi teknis, yakni :
1.     Efisiensi internal, penggunaan yang efektif atas dasar komposisi item-item pengeluaran yang paling tepat (misalnya ketenagaan, sarana prasarana, biaya operasional, pengelolaan, dsb) untuk mencapai produktivitas yang paling tinggi ; dan
2.     Efisiensi eksternal, yaitu penggunaan anggaran menurut komposisi jenis atau jenjang pendidikan (dasar, menengah, tinggi umum vs kejuruan, pendidikan akademis vs profesional, dsb) yang paling memberikan dampak positif terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat[9].
Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa pentingnya manajemen biaya dalam pendidikan adalah untuk membiayai seluruh operasional program pendidikan di sekolah sehingga tujuan pendidikan dapat dicapai secara efisien.

D. Indikator Manajemen Biaya
Berdasarkan uraian di atas sudah dijelaskan bahwa pentingnya manajemen biaya dalam suatu lembaga pendidikan, dimana agar tujuan pembiayaan dapat tercapai sesuai dengan kebutuhan maka diperlukan suatu upaya mengelola biaya. Menurut pendapat Gunawan bahwa penerapan manajemen biaya yang baik secara garis besar kegiatannnya yang dapat dilakukan meliputi pengumpulan/penerimaan dana yang sah (dana rutin, SPP, sumbangan BP3, donasi, dan usaha-usaha halal lainnya), penggunaan dan pertanggungjawaban dana kepada pihak-pihak terkait yang berwenang[10].
Pendapat tersebut menjelaskan bahwa manajemen biaya yang baik dapat diterapkan dengan melakukan tiga langkah utama yaitu kegiatan pengumpulan biaya, penggunaan biaya dan pertanggungjawaban dari penggunaan biaya kepada pihak yang terkait. Kemudian pendapat lain juga mengatakan bahwa tujuan manajemen biaya sebagai salah satu sumber daya yang secara langsung menunjang efektivitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Ahli tersebut lebih terasa lagi dalam implementasi manajemen pembiayaan, yang menuntut kemampuan sekolah untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi serta mempertanggung jawabkan pengelolaan dana secara transparan kepada masyarakat dan pemerintah[11].
Dana yang datang/masuk disebut dana masukan (input) yang kemudian setelah dilakukan perencanaan anggaran (budgeting), lalu digunakan dalam pelaksanaan proses/operasional pendidikan, dan akhirnya dipertanggung jawabkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku bersama hasil usaha yang dihasilkan. Menjelang atau pada awal tahun ajaran, pimpinan sekolah membuat perencanaan anggaran (budgeting) bersama dewan guru, yang sering disebut rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah (RAPBS) untuk diajukan kepada Kakanwil Dedikbud Propinsi atau Kakan Depdikbud Kabupaten/Kodya untuk mendapatkan persetujuannya/saran perbaikannya, kemudian diajukan kepada Badan Pembantu Pelaksanaan Pendidikan (BP3) untuk persetujuan tentang sumbangan pendidikannya disamping SPP yang sesuai persetujuan/kategori SPP oleh Gubernur. Sehingga akhirnya jadilah Anggaran Pendapatan Belanja Sekolah (APBS) yang sah untuk dapat dilaksanakan atau dioperasionalkan. Dalam kegiatan ini agar diperhatikan sebuah semboyan yang berbunyi : “Janganlah pasak lebih besar dari tiangnya” artinya, jangan sampai membuat pengeluaran-pengeluaran yang melebihi pemasukannya, agar tidak terjadi defisit anggaran. Biaya operasional pendidikan/sekolah terdiri dari biaya untuk kegiatan belajar mengajar dan rehabilitasi, serta lain-lain kegiatan seperti acara-acara awal dan tutup tahun ajaran, kemah dan lain-lain[12].
Biaya rutin adalah biaya yang harus dikeluarkan dari tahun ketahun, seperti gaji pegawai (guru dan non guru), serta biaya operasional, biaya pemeliharaan gedung, fasilitas dan alat-alat pengajaran (barang-barang habis pakai). Sementara biaya pembangunan, mislanya biaya pembelian atau pengembangan tanah, pembangunan gedung, perbaikan atau rehab gedung, penambahan furnitur, serta biaya atau pengeluaran lain untuk barang-barang yang tidak habis pakai. Dalam rangka implementasi manajemen pembiayaan, manajemen komponen keuangan harus dilaksanakan dengan baik dan teliti mulai tahap penyusunan anggaran, penggunaan, sampai pengawasan dan pertanggung jawaban sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar semua dana sekolah benar-benar dimanfaatkan secara efektif, efisien, tidak ada kebocoran-kebocoran, serta bebas dari penyakit korupsi, kolusi dan nepotisme[13].
Terhadap setiap penggunaan biaya harus dilakukan pembukuan (accounting) yang tertib sesuai dengan peraturan yang berlaku, seperti penggunaan buku Kas Tabelaris, Buku Skontro, buku Penerimaan SPP, Buku bantu sebagainya. Mengingat tata keuangan yang sangat peka, maka kegiatan pemeriksaan (auditing) yang rutin harus dilakukan oleh Kepala Sekolah demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan yang dapat mengganggu proses operasional pendidikan di sekolah. Segala petunjuk dan pedoman pengolahan anggaran serta keuangan sekolah telah banyak diberikan kepada para bendaharawan dan juru bayar, untuk memperkecil sampai meniadakan hambatan-hambatan yang mungkin terjadi[14].
Menurut Sutisna ada kecenderungan di wilayah-wilayah sekolah kearah keterlibatan kepala sekolah yang lebih besar dalam penyusunan anggaran belanja sekolah. Terutama ini benar di wilayah-wilayah dimana sekolah-sekolah dipakai sebagai unit dasar dalam mempersiapkan anggaran belanja seluruh daerah. Dalam keadaan serupa ini, kepala sekolah dan stafnya terlibat sepenuhnya dalam semua aspek dari persiapan anggaran belanja sekolah. Partisipasi yang efektif dalam penyusunan anggaran belanja sekolah menuntut pengetahuan dan kemampuan perencanaan dipihak kepala sekolah. Anggaran belanja itu hendaknya dilihat sebagai salah satu instrumen yang dapat dipakai oleh sekolah untuk mencapai tujuan-tujuan. Anggaran belanja ialah suatu ungkapan kebijaksanaan. Ia menetapkan komitmen dan dukungan kepada tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam kata-kata rupiah. Formulasi tujuan-tujuan pendidikan yang jelas dan hal yang menyusun program-program yang berarti adalah syarat-syarat bagi partisipasi yang efektif dalam penyusunan anggaran belanja. Proses penyusunan anggaran belanja pada hakekatnya melibakan penerjemah kegiatan-kegiatan termasuk program pemeliharaan, program perbaikan, administrasi, pengajaran, operasi dan pelayanan kedalam istilah-istilah keuangan yang menetapkan komitmen kepada pengejaran tujuan-tujuan pendidikan dan maksud-maksud pemeliharaan organisasi dua-duanya[15].
Administrasi sekolah yang baik meminta anggaran belanja yang direncanakan dengan teliti dan penggunaannya yang efektif. Pada dasarnya anggaran belanja adalah suatu pernyataan yang terurai tentang sumber-sumber keuangan yang perlu untuk melaksanakan berbagai program sekolah selama periode satu tahun fiskal. Proses pembuatan anggaran pendidikan melibat penentuan pengeluaran maupun pendapatan yang bertalian dengan keseluruhan operasi sekolah.
Tugas manajemen pembiayaan dapat dibagi tiga fase, yaitu financial planning, implementation, and evaluation. Perencanaan finansial yang disebut budgeting merupakan kegiatan mengkoordinasi semua sumber daya yang tersedia untuk mencapai sasaran yang diinginkan secara sistematis tanpa menyebabkan efek samping yang merugikan. Implementation involves accounting (pelaksanaan anggran) ialah kegiatan berdasarkan rencana yang telah dibuat dan kemungkinan terjadi penyesuaian jika diperlukan. Evaluation involves merupakan proses evaluasi terhadap pencapaian sasaran[16]. Selain itu juga dijelaskan bahwa komponen utama manajemen biaya meliputi :
1.    Prosedur penganggaran,
2.    Prosedur akuntansi keuangan,
3.    Pembelajaran, pergudangan, dan prosedur pendistribusian,
4.    Prosedur investasi, dan
5.    Prosedur pemerikasaan.
Dalam pelaksanaannya, manajemen keuangan ini menganut asas pemisahan tugas antara fungsi otorisator, ordonator dan bendaharawan. Otorisator adalah pejabat yang diberi wewenang untuk mengambil tindakan yang mengakibatkan penerimaan dan pengeluaran anggaran. Ordonator adalah pejabat yang berwenang melakukan pengujian dan memerintahkan pembayaran atas segala tindakan yang dilakukan berdasarkan otorisasi yang telah ditetapkan. Adapun bendaharawan adalah pejabat yang berwenang melakukan penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran uang atau surat-surat berharga lainnya yang dapat dinilai dengan uang serta diwajibkan membuat perhitungan dan pertanggungjawaban[17].
Penerapan manajemen biaya yang dilakukan oleh kepala sekolah memerlukan partisipasi dari berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) dimana kepala sekolah, sebagai manajer, berfungsi sebagai otorisator, dan dilimpahkan fungsi ordonator untuk memerintahkan pembayaran. Namun tidak dibenarkan melaksanakan fungsi bendaharawan karena berkewajiban melakukan pengawasan kedalam. Bendaharawan, disamping mempunyai fungsi-fungsi bendaharawan, juga dilimpahkan fungsi ordonator untuk menguji hak atas pembayaran[18].
Dari pendapat tersebut jelas bahwa kepala sekolah dalam melaksanakan manajemen biaya membutuhkan seorang bendaharawan untuk pembayaran, selain itu juga kepala sekolah membutuhkan partisipasi aktif dari berbagai pihak (stakeholders) agar pembiayaan yang dilakukan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Seperti yang disampaikan oleh Sutisna bahwa partisipasi yang efektif dalam perencanaan biaya seperti dalam pembuatan anggaran belanja sekolah meminta tidak saja  ketajaman wawasan bisnis tapi juga suatu konsepsi yang jelas tentang tujuan-tujuan instruksional serta program-program dan faktor seperti jumlah murid menjadi pertimbangan pokok dalam bergerak dari konsepsi program kepada pertimbangan  anggaran belanja. Jadi efektivitas dalam pembuatan anggaran belanja, pengembangan kemampuan administratif mengenai sejumlah dimensi pembuatan administratif :
1.    Penetapan tujuan dalam hubungan dengan maksud-maksud pendidikan di sekolah-sekolah. Perumusan tujuan adalah suatu keharusan persiapan anggaran belanja yang efektif
2.    Terjemahan tujuan kedalam program pendidikan
3.    Penentuan sumber daya manusia dan materil yang perlu bagi implementasi program-program pendidikan yang diinginkan. Termasuk didalamnya ialah konsep-konsep yang jelas tentang kebutuhan mengenai :
a.    Jumlah staf dan kemampuan
b.    Gedung dan fasilitas fisik lainnya
c.    Perlengkapan dan perbekalan
d.    Pelayanan bantuan operasi dan pemeliharaan
e.    Pelayanan administratif
4.    Pembuatan perkiraan anggaran belanja dengan teliti. Kemampuan untuk menterjemahkan program-program pendidikan kedalam equivalensi keuangan adalah penting dalam penyusunan anggaran[19].
Oleh karenanya perlu adanya partisipasi dari berbagai pihak dalam menerapkan manajemen biaya di sekolah, hal ini dengan meningkatnya partisipasi dari berbagai pihak seperti dari masyarakat (dalam berbagai bentuk) untuk mendukung kegiatan operasional sekolah dan peningkatan mutu, maka pada gilirannya sekolah diharapkan menjadi lebih efisien, mandiri serta dapat melakukan swadana dalam pengelolaan pembiayaan sekolah.
Selain dalam perencanaan biaya pendidikan partisipasi dari berbagai pihak juga penting dalam pengawasan, seperti mengawasi penggunaan anggaran di sekolah yang diwujudkan dalam bentuk pengawasan laporan keuangan, bisa secara periodik/rutin atau insidental apabila diperlukan. Laporan keuangan yang disusun tersebut memiliki 2 (dua) fungsi utama yaitu :
1.    Sebagai informasi tentang kondisi keuangan yang dikelola pada saat pelaporan untuk berbagai pihak yang memerlukan, termasuk pemberi dana dan calon pemberi dana
2.    Sebagai pertanggung jawaban atas pengelolaan keuangan yang telah dilaksanakan.
Dengan melihat kedua fungsi tersebut di atas bahwa suatu laporan keuangan dibuat tidak semata-mata hanya untuk pertanggung jawaban saja, sehingga perlu dibuat dan disampaikan secara periodik sesuai dengan yang telah ditentukan berdasarkan kebutuhan akan informasinya. Dalam laporan keuangan yang dibuat, data realisasi keuangan agar dibandingkan dengan anggaran yang telah disusun. Hal ini perlu karena realisasi keuangan dilakukan berdasarkan anggaran yang telah disusun dalam usulan rencana program sebagai salah satu bentuk pengendalian keuangan. Perbedaan-perbedaan yang cukup besar antara realisasi dengan anggaran agar disertai dengan penjelasan.
Seperti dana-dana pemerintah lainnya, sekolah penerima dana bantuan wajib mengadministrasikan dan mempertanggungjawabkan dana bantuan tersebut sesuai dengan aturan yang berlaku. Administrasi dan pertanggungjawaban tersebut harus diwujudkan dalam bentuk tertulis dan siap untuk diverivikasi.
Untuk memudahkan dan melancarkan proses administrasi keuangan, disusun pedoman keuangan manajemen pembiayaan yang dapat dipakai secara referensi sekolah dalam mengelola dan menyelenggarakan administrasi dana program. Selain itu dengan adanya pedoman ini diharapkan sekolah menjadi lebih sadar dan peduli terhadap pentingnya pembuatan laporan keuangan yang baik dan transparan. Apabila dalam pelaksanaan kegiatan manajemen pembiayaan digunakan dana lain, dana tersebut dilaporkan bersama-sama sebagai suatu kesatuan.
Dana untuk pembiayaan pelaksanaan manajemen pembiayaan tidak harus habis pada akhir tahun pelajaran. Hal ini berarti bahwa pencatatan transaksi dalam administrasi yang diselenggarakan dan pelaporan keuangan agar dibuat sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, baik lebih rendah maupun lebih tinggi dari anggarannya. Pembiayaan pelaksanaan tidak harus sama dengan jumlah yang tercantum dalam anggaran. Sisa anggaran yang masih ada, akan tetap menajdi milik sekolah dan harus dikelola secara efisien untuk keperluan peningkatan mutu pendidikan serta dicatat dalam administrasi yang diselenggarakan. Sisa anggaran atau dana yang ada dapat terjadi karena berbagai sebab yaitu :
a.    Karena berhasil dilakukannya penghematan dan efisiensi
b.    Karena terdapat program yang belum selesai atau batal dilaksanakan
Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa perlunya manajemen biaya dalam meningkatkan efisiensi pendidikan sebab keuangan dan pembiayaan merupakan salah satu sumber daya yang secara langsung menunjang efektivitas dan efisiensi pendidikan. Hal tersebut menuntut kemampuan sekolah untuk dalam bentuk :
1.    Merencanakan biaya,
2.    Melaksanakan biaya,
3.    Mengevaluasi penggunaan biaya.

E. Efektifitas Penggunaan Anggaran
1.  Pengertian efektifitas
Menurut Liphan bahwa : Keberhasilan sekolah adalah keberhasilan kepala sekolah, beberapa diantara kepala sekolah dilukiskan sebagai seorang yang memiliki harapan tinggi bagi para staf, siswa, orang tua dan masyarakat. Kepala sekolah adalah mereka yang mengetahui tugas-tugas mereka dan mereka yang menentukan irama bagi sekolah mereka[20].

2.  Pentingnya efektifitas Penggunaan Anggaran
Sekolah adalah satuan pendidikan yang merupakan kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. Sekolah sebagai suatu organisasi di dalamnya terdapat berbagai dimensi yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menentukan. Selain itu juga sekolah sebagai suatu organisasi memiliki ciri tertentu yang tidak dimiliki organisasi lain. Seperti proses belajar mengajar, tempat terselenggaranya pembudayaan kehidupan umat manusia. Sekolah sebagai organisasi memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi. Keberhasilan sekolah adalah keberhasilan kepala sekolah[21].

Kepala sekolah berhasil apabila memahami keberadaan sekolah, serta mampu melaksanakan peranan kepala sekolah sebagai seseorang yang diberi tanggung jawab untuk memimpin sekolah dalam rangka pencapaian tujuan sekolah. Efektifitas merupakan aspek yang sangat penting dalam manajemen sekolah karena sekolah umumnya dihadapkan pada masalah kelangkaan sumber dana, dan secara langsung berpengaruh terhadap kegiatan manajemen. Efektifitas membandingkan antara rencana dengan tujuan yang dicapai. Suatu kegiatan dikatakan efektif jika tujuan dapat dicapai secara optimal.
Harus disadari bahwa manajemen biaya dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan sekolah, pemerataan, keadilan, demokratisasi, dan penghormatan terhadap nilai-nilai budaya lokal, serta menggali potensi keanekaragaman sekolah di daerah, bukan untuk memindahkan masalah dari pusat ke sekolah. Sejalan dengan semangat otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan, manajemen pembiayaan pun ditujukan untuk meningkatkan mutu pendidikan bagi seluruh lapisan masyarakat dan penggunaan sumber daya yang terbatas. Sehubungan dengan itu, sekolah perlu memilah dan memilih secara hati-hati berbagai strategi manajemen pendidikan yang selama ini telah dilakukan agar kekeliruan kolektif di masa lalu tidak diulangi oleh sekolah-sekolah di masa depan. Dalam kerangka inilah manajemen pembiayaan diharapkan tampil menjadi strategi pembangunan pendidikan yang menunjukkan dan banyak memberikan pengaruh positif terhadap peserta didik di sekolah dan terhadap masyarakat lingkungannya.
Adapun sumber-sumber pendapatan juga harus dipertimbangkan dalam proses pembuatan anggaran belanja itu. Pendapatan sekolah pemerintah biasanya diperoleh dari sumber-sumber sendiri, dari orang tua murid, dan biasa pula dari pemerintah dalam bentuk subsidi kepada sekolah swasta. Manajemen keuangan yang efektif di sekolah-sekolah meminta pengetahuan tentang sumber-sumber pendapatan yang tersedia bagi sekolah-sekolah dan tentang metode-metode penggunaan dana-dana ini bagi keuntungan yang sebesar-besarnya. Karena usul buat pengembangan atau penyesuaian program, tak dapat tidak, menimbulkan pertanyaan tentang biaya, administrator sekolah membutuhkan kecakapan dalam memajukan usul-usul untuk pengeluaran uang, dalam menerjemahkan usul-usul itu dalam kata kata keuangan, dan dalam menunjukkan sumber-sumber pendapatan yang tersedia. Perbuatan yang cakap juga meliputi pengelolaan secara efisien dana-dana yang diperoleh dari pendapatan interen, seperti dana-dana yang berasal dari SPP, BP3, dan dari kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler[22].
Sumber-sumber pembiayaan suatu sekolah sangat bergantung pada beberapa sumber :
1.    Kondisi masyarakat dimana sekolah berada
2.    Kebijakan pemerintah dibidang keuangan; dan dana yang dialokasikan tidak sesuai atau memenuhi harapan tinggi yang dibebankan kepada sekolah.
Selanjutnya sumber pembiayaan pada suatu sekolah secara garis besar dapat dikelompokkan atas tiga sumber yaitu :
1.    Pemerintah, baik pemerintah pusat, daerah maupun kedua-duanya, yang bersifat umum atau khusus dan diperuntukkan bagi kepentingan pendidikan
2.    Orang tua atau peserta didik
3.    Masyarakat, baik mengikat maupun tidak mengikat. Berkaitan dengan penerimaan keuangan dari orang tua dan masyarakat ditegaskan dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional 1989 bahwa karena keterbatasan kemampuan pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan dana pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, dan orang tua. Adapun dimensi pengeluaran meliputi biaya rutin dan biaya pembangunan[23].
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa anggaran yang direncanakan dalam bentuk RAPBS perlu dilaksanakan dengan tujuan yang ingin dicapai. Hal ini membuktikan bahwa pentingnya penggunaan anggaran yang efektif, yaitu anggaran yang dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai.

3.  Ukuran efektifitas penggunaan Anggaran
Berdasarkan uraian tentang efektifitas dijelaskan bahwa efektifitas penggunaan anggaran adalah sejauh mana tujuan anggaran yang sudah direncanakan dapat direalisasikan. Berkenaan dengan hal penggunaan anggaran dana BOS maka penggunaan dana BOS dikatakan efektif apabila tujuan penggunaan dana BOS dapat tercapai dengan baik.
Adapun tujuan penggunaan dana BOS yang terdiri dari tiga belas tujuan sebagai berikut :
1.  SD/MI/SDLB/Salafiah/ sekolah keagamaan non Islam serta SD sebesar Rp. 235.000,-/siswa/tahun.
2.  SMP/MTS/SMPLB/Salafiah/ sekolah keagamaan non Islam setara SMP sebesar Rp. 324.500,-/siswa/tahun.

Sedangkan dana BOS ini diharuskan digunakan untuk :
a.    Biaya seluruh kegiatan dalam rangka penerimaan siswa baru: biaya pendaftaran, penggandaan formulir, administrasi pendaftaran, dan pendaftaran ulang
b.    Pembelian buku teks pelajaran dan buku referensi untuk dikoleksi diperpustakaan
c.    Pembelian barang-barang habis pakai, misalnya buku tulis, kapur tulis, pensil, bahan praktikum, buku induk siswa, buku inventaris, langganan koran, gula, kopi dan untuk kebutuhan sehari-hari di sekolah
d.    Biaya kegiatan kesiswaan : program remedial, program pengayaan, olahraga, kesenian, karya ilmiah remaja, pramuka, palang merah remaja dan sejenisnya
e.    Biaya ulangan harian, ulangan umum, ujian sekolah dan laporan hasil belajar siswa
f.     Pengembangan profesi guru : pelatihan, KKG/MGMP dan KKKS/MKKS
g.    Biaya perawatan sekolah : pengecatan, perbaikan atap bocor, perbaikan pintu dan jendela, perbaikan mebel dan perawatan lainnya
h.    Biaya langganan daya dan jasa : listrik, air, telepon, termasuk untuk pemasangan baru jika sudah ada jaringan disekitar sekolah
i.      Pemberian honorium guru dan tenaga kependidikan honorer sekolah yang tidak dibiayai oleh pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah, tambahan insentif bagi kesejahteraan guru PNS ditanggung sepenuhnya oleh Pemerintah Daerah
j.      Pemberian bantuan biaya transportasi bagi siswa miskin/kurang mampu
k.    Khusus untuk pesantren salafiah dan sekolah keagamaan non islam, dana BOS dapat digunakan untuk biaya asrama/pondokan dan membeli peralatan ibadah
l.      Biaya pengelolaan BOS: ATK, penggandaan, surat menyurat dan penyusunan laporan
m.   Bila seluruh komponen diatas telah terpenuhi pendanaannya dari BOS dan masih terdapat sisa dana, maka sisa dana tersebut dapat digunakan untuk membeli alat peraga, media pembelajaran dan mebel sekolah[24].
Jadi, jelas dapat diketahui, apabila anggaran BOS yang tersedia dipergunakan untuk ke tiga belas tujuan tersebut di atas, maka penggunaan anggaran dapat dikatakan efektif, begitu pula sebaliknya apabila anggaran tidak sesuai dengan tujuan tersebut di atas, maka penggunaan anggaran tidak efektif.
F. Anatomi RAPBS
1.  Sumber dana dan pengeluaran
Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) mencerminkan kekuatan sekolah dalam membiayai penyelenggaraan pendidikannya dan sekaligus menggambarkan rata-rata status sosial ekonomi keluarga para siswa. RAPBS terdiri atas rencana pendapatan dan rencana pengeluaran atau belanja sekolah. Dalam rencana pendapatan, terdapat komponen sumber dana yang berasal dari pemerintah, siswa (terutama dari iuran rutin sekolah, atau lazim disebut iuran BP3), dan sumbangan masyarakat lainnya, baik dalam bentuk uang maupun barang. Sementara itu untuk pengeluaran terdapat komponen gaji guru (pegawai) yang biasanya paling dominan dan non gaji (pemeliharaan, pengadaan sarana penunjang seperti alat peraga, penyelenggaraan proses belajar mengajar dan kegiatan ektrakurikuler.
Komponen gaji disekolah negeri yang bersumber dari pemerintah bersifat tetap; sekolah tidak dapat melakukan perubahan apapun kecuali menyalurkannya kepada guru. Karena komponen gaji sangat dominan, maka besar kecilnya RAPBS sangat tergantung pada jumlah guru di suatu sekolah. Dalam keadaan guru tidak merata antar-sekolah, maka bisa terjadi ada sekolah yang memiliki RAPBS tinggi karena jumlah gurunya surplus padahal jumlah siswanya sedikit, dan pihak lain ada sekolah yang RAPBSnya lebih rendah karena jumlah gurunya sedikit meskipun jumlah siswanya banyak. Hal ini juga disebabkan oleh distribusi guru SD tidak merata. Ada daerah atau sekolah yang kelebihan guru, dan di pihak lain ada daerah atau sekolah yang kekurangan guru. Semakin ke kota, jumlah guru di setiap sekolah (juga rasio/guru siswa) semakin berlebih, sedangkan semakin ke pedesaan jumlah guru semakin kurang (Supriadi, 1998 ; Sommerset, 1999).
RAPBS juga ditentukan oleh jumlah siswa. Sekolah yang jumlah siswanya besar akan mendapatkan dana yang lebih besar pula dari iuran siswa yang dikelola oleh sekolah bersama BP3 atau komite sekolah. Di kota, sekolah yang siswanya besar biasanya adalah sekolah favorit, sedangkan di pedesaan biasanya karena sekolah itu berada di dekat tempat pemukiman penduduk yang padat atau karena tidak ada sekolah lain yang berdekatan.
Komponen non-gaji lebih dapat mencerminkan kekuatan sekolah dalam mendukung proses pendidikannya karena alokasinya langsung menunjang keperluan sekolah. Oleh sebab itu, kekuatan RAPBS dalam mendukung penyelenggaraan pendidikan bukan semata-mata pada jumlah totalnya, melainkan pada berapa besar komponen non-gaji didalamnya. Namun dalam perhitungan total, termasuk untuk menghitung satuan biaya pendidikan, gaji tetap dimasukkan sebagai komponen penting (bahkan terpenting) dalam RAPBS, meskipun sekolah pada umumnya mengabaikan hal ini karena dianggap telah merupakan sesuatu yang given. RAPBS juga tidak dengan sendirinya mencerminkan keseluruhan dana yang mendukung penyelenggaraan pendidikan di sekolah, karena dalam kenyataannya banyak dana lain yang dikelola oleh sekolah tetapi tidak dicatat dalam RAPBS atau tidak langsung dikelola oleh sekolah namun dikeluarkan oleh keluarga siswa untuk membiayai kebutuhan sekolahnya. Anatomi RAPBS dapat digambarkan dalam tabel berikut ini.

Tabel 1.1. Sumber dana dan komponen pengeluaran dalam RAPBS
No
Sumber dana
Pengeluaran

Subsidi Pemerintah
Gaji guru
Non gaji

Iuran bulanan siswa
Insentif guru
Non gaji

Sumbangan masyarakat
Gaji dan insentif
Non gaji

Total
Gaji dan insentif
Non gaji








Contoh RAPBS :
SDN 001 Sail (Pekan Baru-Riau) dan SDS Dharma Loka (Pekan Baru-Riau)
Sumber Dana
RAPBS / APBS
SDN 001 Sail (Rp)
RAPBS SDS Dharma Loka (Rp)
APBS SDS Dharma Loka (Rp)
1. Pemerintah Kota
2. Pemerintah Propinsi
3. Pemerintah Pusat
4. Dana BOS
5. Komite
463.176.000,00,-
26.750.000,00,-
342.815.556,00,-
175.381.476,00,-
268.800.000,00,-
7.910.000,00,-
-
-
195.827.832,00,-
1.237.680.000,00,-
7.910.000,00,-
-
-
195.827.832,00,-
1.237.680.000,00,-
    TOTAL
    UNIT COST
1.276.932.032,00,-
1.818.978,67,-
1.441.417.832,00,-
1.886.672,55,-
1.441.417.832,00,-
1.886.672,55,-
PENGELUARAN
1. Gaji, honor dan tunjangan
2. Kegiatan siswa
3. Buku siswa, alat peraga
4. Pengemb. Profesi Guru/KKG
5. Penerimaan Siswa Baru (PSB)
6. Pengadaan alat habis pakai
7. Pengadaan Soal
8. Perawatan sekolah
9. Daya dan Jasa
10. Bea Siswa anak tidak mampu
11. Pembuatan Laporan
12. Sarana Prasarana
13. Biaya Operasional
14. Dana Cadangan

1.064.680.000,00,-

38.522.476,00,-
5.940.000,00,-

11.400.000,00,-

6.300.000,00,-

33.570.000,00,-

28.800.000,00,-
42.390.556,00,-
15.320.000,00,-
25.200.000,00,-

4.800.000,00,-
-
-
-

1.041.100.000,00,-

46.000.000,00,-
42.000.000,00,-

55.000.000,00,-

-

7.200.000,00,-

16.250.000,00,-
40.000.000,00,-
13.000.000,00,-
81.600.000,00,-

3.600.000,00,-
40.000.000,00,-
54.000.000,00,-
1.667.832,00,-

1.041.100.000,00,-

46.000.000,00,-
40.000.000,00,-

50.000.000,00,-

-

5.700.000,00,-

15.000.000,00,-
32.500.000,00,-
10.607.832,00,-
81.600.000,00,-

3.600.000,00,-
35.000.000,00,-
47.000.000,00,-
33.310.000,00,-
TOTAL
1.276.923.032,00,-
1.441.417.832,00,-
1.441.417.832,00,-





BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1.    Kewajiban konstitusi dengan menetapkan porsi anggaran pendidikan sebesar 20% (dua puluh persen) dari APBN memperlihatkan sifat pendidikan yang demikian penting bagi perjalanan bangsa ke depan, dengan mempersiapkan kualitas manusia Indonesia yang mampu secara teknis membangun negara dan berkompetisi melalui pengembangan teknologi dengan memperhatikan sisi akhlak mulia.
2.    Anggaran adalah perencanaan keuangan yang ada, yang dapat menggambarkan kegiatan atau aktifitas yang akan diselenggarakan.
3.    Indikator manajemen biaya ditandai dengan adanya kegiatan pengumpulan biaya, penggunaan biaya, pertanggungjawaban dari penggunaan biaya kepada pihak yang terkait.
4.    Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) mencerminkan kekuatan sekolah dalam membiayai penyelenggaraan pendidikannya dan sekaligus menggambarkan rata-rata status sosial ekonomi keluarga para siswa
5.    Proses penyusunan dan pengelolaan RAPBS dalam mendukung efektifitas pembiayaan pendidikan dapat dilakukan dengan menggali pengetahuan tentang sumber-sumber pendapatan yang tersedia bagi sekolah dan mengetahui metode yang tepat dalam mencapai tujuan.
B. Rekomendasi
1.    Untuk kelancaran pengelolaan pembiayaan pendidikan pada level sekolah, seyogyanya pemerintah daerah, sebagai pihak yang memiliki kewenangan pokok dalam penyelengaraan pendidikan, membuat pedoman dan sosialiasi mengenai perencanaan, penggunaan, dan akuntabilitas biaya di tingkat sekolah.
2.    Untuk mendapatkan manfaat biaya yang lebih baik, kepala sekolah sebaiknya membuat peta pembiayaan dengan alokasi utama pada dukungan penyelenggaran KBM yang efektif.
3.    Untuk kelancaran pengelolaan keuangan sekolah, kepala sekolah perlu meng-update kemampuannya dalam mengelola keuangan, khususnya dalam kemampuan wirausaha dan berbagai informasi kebijakan pembiayaan pendidikan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat, propinsi, maupun kab./kota.
4.    Peranan Komite Sekolah dalam hal pengelolaan dana BOS perlu ditingkatkan. Terutama dalam hal pengawasan. Selama ini peran Komite Sekolah dalam pengelolaan dana BOS hanya terbatas pada pembahasan RAPBS dan persetujuan penggunaan dana BOS. Padahal Komite Sekolah seharusnya berperan dalam hal pengawasan penggunaan Dana BOS. Untuk itu sebaiknya Komite Sekolah juga ikut mengawasi penggunaan Dana BOS untuk meminimalkan penyelewengan yang mungkin dilakukan Sekolah.
5.    Sekolah mengumumkan hasil pembelian barang yang ditandatangani oleh Komite Sekolah di papan pengumuman Sekolah agar sesuai dengan Permendiknas no. 37 tahun 2010 dalam tata tertib pengelolaan dana BOS disebutkan bahwa Sekolah harus mengumumkan hasil pembelian barang dan harga yang dilakukan oleh Sekolah di papan pengumuman Sekolah yang harus ditandatangani oleh Komite Sekolah.









DAFTAR PUSTAKA
Amin Wijaya Tunggal. Manajemen Biaya Terpadu. Jakarta : Radar Jaya Offset. 1994.

Ary. H. Gunawan. Administrasi Sekolah : Administrasi Pendidikan Mikro. Jakarta : Rineka Cipta. 1996.

Departemen Pendidikan Nasional. Buku Panduan Bantuan Operasional Sekolah.
Idochi Anwar. Administrasi Pendidikan dan Manajemen Biaya Pendidikan. Bandung : Alfa Beta. 2003.

Indra Bastian. Akuntansi Pendidikan. Jakarta : Gelora Aksara Pratama. 2006.

Jones. School Finance : Technique and Social Policy. London : Collier Macmillan Pub. 1985.

Liphan James. The Principles Concepts, Competencies and Cases. New York : Broadway. 1999.

Mulyasa. Manajemen Berbasis Sekolah Konsep, Strategi dan Implementasi. Bandung : Rosda Karya. 2004.Philip Coombs dan J. Hallok. Cost Analysis can Uncover Serious Internal Waste and in Effisiency and Posible Ways to Eliminate Them. Washington : John Hopkens University Press.

Suryadi dan Budimansyah. Pendidikan Nasional Menuju Masyarakat Indonesia Baru. Bandung : PT. Genesindo. 2004.

Wahjosumidjo. Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya .Jakarta : Raja Grafindo Persada. 1999.









LAMPIRAN

1.    UU Republik Indonesia No.15 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas UU No.19 Tahun 2012 Tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2013
2.    Instrumen Standar Pembiayaan Sekolah
3.    Permendiknas No 37 thn 2010 Lampiran Juknis Pelaksanaan BOS 2011


[1] Pasal 12 UU Nomor 39 Tahun 1999
[2] Pasal 31 Ayat (4) UUD 1945 Amandemen IV Tahun 2002
[3] Pasal 49 Ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2003
[4] Philip Coombs dan J. Hallok, Cost Analysis can Uncover Serious Internal Waste and in Effisiency and Posible Ways to Eliminate Them (Washington : John Hopkens University Press), h. 2.
[5] Amin Wijaya Tunggal, Manajemen Biaya Terpadu (Jakarta : Radar Jaya Offset, 1994), h. 77.
[6] Indra Bastian, Akuntansi Pendidikan (Jakarta : Gelora Aksara Pratama, 2006), h. 187.
[7] Philip Coombs dan J. Hallok, op.cit, h. 10
[8] Idochi Anwar, Administrasi Pendidikan dan Manajemen Biaya Pendidikan (Bandung : Alfa Beta, 2003), h. 112.
[9] Suryadi dan Budimansyah, Pendidikan Nasional Menuju Masyarakat Indonesia Baru, (Bandung : PT. Genesindo, 2004), h. 182.
[10] Ary. H. Gunawan, Administrasi Sekolah : Administrasi Pendidikan Mikro, (Jakarta : Rineka Cipta, 1996), h. 160.
[11] Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah Konsep, Strategi dan Implementasi, (Bandung : Rosda Karya, 2004), h. 47.
[12] Gunawan, Op.cit, h, 160
[13] Mulyana, Op.cit, h. 48.
[14] Gunawan, Op.cit, h. 161.
[15] Sutisna, Op.cit, hh. 151-152.
[16] Jones, School Finance : Technique and Social Policy, (London : Collier Macmillan Pub, 1985), h. 151.
[17] Mulyasa, Op.cit, h. 49.
[18] Ibid, h. 49.
[19] Sutisna, Op.cit, h. 152-153.
[20] Liphan James, The Principles Concepts, Competencies and Cases (New York : Broadway, 1999), h. 1.
[21] Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1999), h. 181.
[22] Sutisna, Op.cit, h. 151.
[23] Mulyasa, Op.cit, h. 48
[24] Departemen Pendidikan Nasional, Buku Panduan Bantuan Operasional Sekolah, h.5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar