BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pemerintah mengalokasikan Rp 336,8 triliun untuk anggaran pendidikan pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(RAPBN) tahun 2013. Jumlah tersebut selain telah memenuhi amanat konstitusi untuk mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN, juga merupakan peningkatan 6,7 persen dibanding anggaran yang
dilokasikan tahun 2012 lalu sebesar Rp 310,8 triliun.
Perhatian bangsa
Indonesia akan pentingnya pendidikan sangat besar. Sejak Indonesia merdeka
sampai dengan saat ini pembangunan pendidikan telah mengalami kemajuan yang
berarti. Reformasi pendidikan nasional secara mendasar melalui tata aturan
perundang-undangan telah dimulai sejak tahun 1999, yaitu sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia. Dimana dalam undang-undang tersebut dicantumkan bahwa
pendidikan merupakan salah satu hak asasi manusia. [1]
UUD 1945 Amandemen IV
Tahun 2002 telah mengamanatkan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan
sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN), serta dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk memenuhi
kebutuhan penyelenggaraan pendidikan.[2] Selain UUD 1945 Amandemen IV Tahun 2002, hal
tersebut juga di atur dalam Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional, yang berbunyi : “Dana
pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan
minimal 20% (dua puluh persen) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% (dua puluh persen) dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)”.[3] Pendidikan sebesar 20% yang diambil dari APBN
dan APBD ini dikenal dengan istilah Dana Alokasi Khusus (DAK).
Kewajiban konstitusi
dengan menetapkan porsi anggaran pendidikan sebesar 20% (dua puluh persen) dari
APBN memperlihatkan sifat pendidikan yang demikian penting bagi perjalanan
bangsa ke depan. Pendidikan merupakan modal utama dalam pembangunan yang tengah
berjalan dan terus menerus berlangsung dimasa yang akan datang. Pendidikan memberi banyak peluang untuk meningkatkan mutu kehidupan.
Dengan pendidikan yang baik, potensi kemanusiaan yang begitu kaya pada diri
seseorang dapat terus dikembangkan. Pada tingkat sosial, pendidikan dapat
mengantarkan seseorang pada pencapaian dan strata sosial yang lebih baik.
Secara akumulatif, pendidikan dapat membuat suatu masyarakat lebih beradab.
Dengan demikian, pendidikan, dalam pengertian yang luas, berperan sangat
penting dalam proses transformasi individu dan masyarakat.
Negara-negara di
dunia tidak pernah surut melakukan upaya peningkatan mutu pendidikan. Dalam
dunia internasional mengisyaratkan bahwa sistem penjamin dalam peningkatan mutu
pendidikan dibangun dari unit satuan pendidikan dimana kelompok pendidik,
tenaga kependidikan professional, dan seluruh faktor pendukung pendidikan
lainnya menunjukan komitmen dan upaya mewujudkan peningkatan mutu pendidikan.
Untuk
menghasilkan sumber daya manusia yang diharapkan ini, tidak mungkin terjadi
secara alamiah dalam arti tanpa usaha dan pengorbanan. Mutu dari keluaran yang
diharapkan banyak dipengaruhi oleh besarnya usaha dan pengorbanan yang
diberikan. Semakin tinggi tuntutan mutu, akan berdampak pada jenis dan
pengorbanan yang harus direlakan. Pengorbanan yang diterjemahkan menjadi biaya
merupakan faktor yang tidak mungkin diabaikan dalam proses pendidikan.
Permasalahan dalam
dunia pendidikan memang sangat kompleks mulai dari sistem, pendanaan, undang-undang
yang berlaku, sangat mempengaruhi jalannya proses pendidikan. Pembiayan
pendidikan merupakan bagian yang sangat penting dalam penyelenggaraan
pendidikan baik yang bersatus sekolah negeri maupun swasta. Dalam penyelenggaraan pendidikan diberbagai
pendidikan yang ada, permasalahan yang sering muncul dan menjadi tantangan
adalah masalah dana atau pembiayaan. Sumber pembiayaan yang diharapkan dan
kemudian bagaimana biaya tersebut dimanfaatkan dalam proses jalannya
pendidikan, sampai pada tahap pelaporan atau pertanggungjawaban dari penggunaan
biaya yang sudah dianggarkan.
Fungsi
pembiayaan tidak mungkin dipisahkan dari fungsi lainnya dalam pengelolaan
sekolah. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa pembiayaan menjadi masalah
sentral dalam pengelolaan kegiatan pendidikan. Ketidakmampuan suatu lembaga
untuk menyediakan biaya, akan menghambat proses belajar mengajar. Namun bukan
berarti bahwa apabila tersedia biaya yang berlebihan akan menjamin bahwa
pengelolaan sekolah akan lebih baik.
Dalam penulisan ini
berorientasi kepada bagaimana perencanaan pembiayaan pendidikan dalam RAPBS
(Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah), yang berlangsung selama ini
dalam rangka efisiensi anggaran penerimaan dan belanja sekolah. Disinilah peran
pihak penyelenggara pendidikan dalam hal ini pihak pimpinan/yayasan
merencanakan pembiayaan pendidikan yang dibutuhkan. Estimasi biaya yang akurat
kedepan sangat menentukan dalam keberhasilan atau kelancaran jalan nya proses
pendidikan dan dapat mewujudkan Visi, Misi, dan Tujuan dari sekolah tersebut. Perencanaan
yang matang diharapkan akan mampu mengantisipasi pemborosan dana, terutama
terhadap hal-hal yang dianggap kurang mendukung efisiensi anggaran pendidikan.
B.
Rumusan masalah
Berdasarkan paparan
latar belakang diatas, muncul berbagai macam pertanyaan mengenai Anggaran Pembiayaan Belanja Pendidikan, khususnya Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS), penulis
memutuskan beberapa rumusan masalah yang ingin dikaji lebih dalam, antara lain
:
1.
Bagaimana mekanisme penyusunan APBN dan APBD?
2.
Apa pengertian dan konsep dari anggaran?
3.
Apa sajakah indikator manajemen biaya dalam suatu lembaga pendidikan?
4.
Apa konsep dari RAPBS?
5.
Bagaimana proses penyusunan dan pengelolaan RAPBS dalam mendukung
efektifitas pembiayaan pendidikan?
C.
Tujuan penulisan
Penulisan
makalah ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme penyusunan
RAPBS dalam memenuhi seluruh pembiayaan kebutuhan dan/atau kegiatan sekolah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. APBN dan APBD
Berdasarkan
Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN merupakan
wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan setiap tahun dengan
undang-undang. APBN terdiri atas
anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan anggaran pembiayaan.
Adapun Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD
disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan
pendapatan daerah. Penyusunan APBD berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah
Daerah (RKPD) dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk
tercapainya tujuan negara.
Anggaran yang
diterima oleh sekolah diturunkan oleh pemerintah pusat biasa disebut dengan
APBN yang sebelumnya dibuat sebuah rancangan anggaran yang dibutuhkan oleh
sekolah. Selain itu sekolah mendapatkan dana atau pembiayaan bukan hanya dari
pemerintah pusat saja melainkan dari pemerintah daerah yang biasa disebut
dengan APBD. Pemerintah pusat menyalurkan dananya dengan melalui progam BOS
(bantuan Operasional Sekolah), sedangkan untuk pemerintah daerah sendiri
menyalurkan dana atau pembiayaan terhadap sekolah dengan berbagai progam.
Misalnya BOP (biaya operasional pendidikan), SBB (sekolah bebas biaya), atau
lain sebagainya disesuaikan dengan daerah itu sendiri.
APBN yang disalurkan
melalui progam BOS, dibagikan kepada sekolah secara merata dan sama untuk
seluruh daerah. Perhitungan dana BOS diberikan berdasarkan jumlah siswa. Dan
cairnya setiap 3 bulan sekali. Dalam progam BOS terdapat subsidi dalam bentuk block grant. Subsidi tersebut didapat
dari pajak, SDA, investasi, dan pinjaman PLN. Pada pemerintah daerah atau
sering disebut juga APBD, ketika memberikan dana atau anggaran kepada sekolah
dialokasikan melalui progam-progam yang disesuaikan dengan daerahnya
masing-masing atau bervariatif. Misalnya melalui progam BOP atau SBB. Pemberian
anggaran juga disesuaikan dengan jumlah siswa. Sumber pembiayaan pendidikan,
tidak hanya dari pemerintah pusat, dan daerah saja, melainkan dari masyarakat.
Namun sumber dana yang didapat dari masyarakat tidak dimasukan kedalam
anggaran.
1. Fungsi APBN dan APBD
Fungsi
APBN dan APBD menurut Undang-Undang No. 17 Tahun 2003, yaitu sebagai berikut.
- Fungsi Otorisasi, Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran negara dan daerah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
- Fungsi Perencanaan, Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran negara dan daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
- Fungsi Pengawasan, Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran negara dan daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
- Fungsi Alokasi, Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran negara dan daerah harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
- Fungsi Distribusi, Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran negara dan daerah harus memerhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
- Fungsi Stabilisasi, Fungsi stabilitas mengandung arti bahwa anggaran negara dan daerah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
2. Penyusunan dan Penetapan APBN dan APBD
- Penyusunan dan Penetapan APBN
APBN disusun dengan tujuan dapat digunakan
sebagai pedoman dalam mengelola keuangan negara terdiri atas penerimaan dan
pengeluaran negara. APBN terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja,
dan pembiayaan. Pendapatan negara terdiri atas penerimaan pajak, penerimaan
bukan pajak, dan hibah. Belanja negara digunakan untuk keperluan
penyelenggaraan tugas pemerintah pusat dan pelaksanaan perimbangan keuangan
antara pemerintah pusat dan daerah. Belanja negara dapat diperinci menurut
organisasi, fungsi, dan jenis belanja.
APBN disusun sesuai dengan kebutuhan
penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan
negara. Penyusunan rancangan APBN berpedoman pada rencana kerja pemerintah
dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan negara.
G
Gambar
2.1 Penyusunan APBN
- Penyusunan dan Penetapan APBD
APBD disusun sesuai kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan
dan kemampuan pendapatan daerah. Penyusunan rancangan APBD berpedoman pada
rencana kerja pemerintah daerah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan
negara. Pemerintah daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun berikutnya
sejalan dengan rencana kerja pemerintah daerah sebagai landasan penyusunan
RAPBD kepada DPRD selambat-lambatnya pertengahan Juni tahun berjalan. DPRD
membahas kebijakan umum APBD yang diajukan oleh pemerintah daerah dalam
pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya. Berdasarkan kebijakan
umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD, pemerintah daerah bersama DPRD
membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi
setiap satuan kerja perangkat daerah.
Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran
disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan
rancangan APBD tahun berikutnya. Pemerintah daerah mengajukan rancangan APBD
disertai penjelasan dan dokumen pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama
Oktober tahun sebelumnya.
Pembahasan rancangan APBD dilakukan sesuai dengan
Undang-Undang yang mengatur susunan dan kedudukan DPRD. DPRD dapat mengajukan
usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam
rancangan APBD. Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai rancangan APBD
dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan
dilaksanakan. APBD yang disetujui oleh DPRD terperinci sampai dengan unit
organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Jika DPRD tidak
menyetujui rancangan peraturan daerah untuk membiayai keperluan setiap bulan,
pemerintah daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar
APBD tahun anggaran sebelumnya.
Gambar
2.2 Penyusunan APBD
B. Dana Pendidikan pada APBN
dan APBD
Pendidikan merupakan salah satu
faktor utama untuk dapat mencapai kemakmuran suatu negara, sebagaimana diatur
secara tegas dalam pasal 31 ayat (1)
Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang menyatakan bahwa setiap warga
negara berhak mendapat pendidikan. Ayat
(2) menegaskan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar
dan pemerintah wajib membiayainya. Ayat
(3) menetapkan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu
sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan
undang-undang.
Sedangkan ayat (4) menugaskan negara untuk memprioritaskan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen
dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) serta dari anggaran
pendapatan daerah (APBD) untuk mememenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan
nasional.
Aturan yang termuat dalam Ayat (4)
tersebut menunjukkan betapa penting dan betapa prioritasnya bidang pendidikan
di bumi nusantara ini. Sebanyak 20 persen atau seperlima anggaran pemerintah
pusat dan seperlima anggaran pemerintah daerah harus dialokasikan untuk
menyelenggarakan pendidikan.
Dengan demikian, jelaslah bahwa negara kita menempatkan
pendidikan pada prioritas pertama dengan mengalokasikan anggaran terbesar dari
semua sektor. Pendidikan merupakan sektor yang memang perlu diprioritaskan
negara karena menyentuh langsung hak masyarakat, dan sangat terkait erat dengan
pembangunan sumber daya manusia masa depan.
Anggaran pendidikan
untuk tahun 2013 ditetapkan Rp336,8 triliun atau 20 persen dari total belanja
negara sebesar 1,683 triliun, yang terdiri atas alokasi anggaran pendidikan
melalui belanja pemerintah pusat Rp117,8 triliun, transfer ke daerah Rp214,1
triliun dan pengeluaran pembiayaan Rp5 triliun. (Terlampir).
Sedangkan pada APBD, dalam hal ini, merujuk data dari Pemda DKI Jakarta pada website http://www.jakarta.go.id/web/apbd/browse/2013
terdapat informasi pengelolaan anggaran, yang didalam nya termasuk dana
pendidikan pada APBD DKI Jakarta.
Gambar
2.3 Informasi Pengelolaan APBD DKI Jakarta
Keterangan :
Ø Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) adalah Perangkat Daerah
pada Pemerintah Daerah
selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang.
SKPD ini termasuk organisasi/lembaga pada pemerintah daerah yang bertanggung
jawab kepada gubernur/bupati/walikota dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan
yang terdiri atas sekretaris daerah, dinas daerah dan lembaga teknis daerah,
kecamatan, dan satuan polisi pamong praja sesuai dengan kebutuhan daerah
Ø Dokumen Pelaksanaan Anggaran
(DPA) adalah dokumen yang memuat pendapatan,
belanja dan pembiayaan yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh
pengguna anggaran.
C. Pengertian Anggaran
Mintarsih Danumihardja
mendefinisikan anggaran adalah pengalokasian sumber daya atau potensi sekolah,
pengkoordinasian operasi, termasuk dalam pengidentifikasian, pemborosan, mengomunikasikan
dan mengesahkan tindakan, memotivasi dan
mengarahkan pengimplementasian, menjadi pedoman untuk pengendalian operasi
dana, pengelolaan aliran kas serta sebagai kriteria dalam evaluasi kerja.
Candoli Cael dalam Mintarsih Danumihardja mengemukakan anggaran merupakan instrumen
perencanaan dan instrumen pengendalian.
Sedangkan menurut Nanang Fattah mendefinisikan anggaran
adalah rencana operasional yang dinyatakan secara kuantitatif dalam bentuk
satuan uang yang digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan
lembaga dalam kurun waktu tertentu. Udin
Saefudin Saud dan Abin Syamsudin menyatakan anggaran adalah bentuk satuan
uang yang merupakan refleksi dari aktivitas dan target kinerja yang hendak
dicapai dalam periode waktu tertentu. Maka sesuai dengan pendapat para ahli
diatas, anggaran adalah perencanaan keuangan yang ada, yang dapat menggambarkan
kegiatan atau aktifitas yang akan diselenggarakan.
Karakteristik
anggaran menurut Nanang Fattah ada 2 (dua) sisi yaitu sisi pengeluaran dan sisi penerimaan. Sedangkan manfaat dari
anggaran, menurut Nanang Fattah ada 3 (tiga) yaitu.
a.
Sebagai alat penaksir
b. Sebagai
alat otorisasi pengeluaran dana dan
c. Sebagai
alat efisiensi.
Sedangkan alat
efisiensi merupakan fungsi yang paling esensial dalam pengendalian, dari segi
penelitian membandingkan atas angka-angka standar dengan reaksi biaya yang melebihi
atau kurang. Menurut Mintarsih Danumihardja menyatakan manfaat anggaran adalah
membentuk lembaga untuk melancarkan jalannya operasi dan mencapai hasil yang
lebih baik, melalui penyelenggaraan program yang telah direncanakan sebelumnya.
Menurut P. Taylor (2001:35) dalam Mintarsih
Danumihardja, manfaat anggaran adalah:
a.
Untuk menentukan apakah
mendapat laba atau rugi
b. Untuk
menentukan dampak putusan tertentu yang direncanakan atau perusahaan pasar pada
anggaran yang ada
c. Untuk
mengesahkan keputusan bisnis yang telah diambil.
d. Untuk
menentukan target manajemen
e. Untuk
menentukan tingkat kebutuhan
Hal-hal yang harus
dipertimbangkan Jahya (2003:46) dalam Mintarsih Danumihardja:
a.
Permintaan terhadap hasil
produksi dan stabilitas permintaan potensi pasar.
b. Jenis-jenis
hasil produksi yang dibuat
c. Jenis-jenis
dan sifat hasil produksi yang dibuat
d. Kemampuan
menyusun jadwal dan mengatur pelaksanaan
e. Jumlah
dana yang dipergunakan dibandingkan dengan hasil yang mungkin dicapai.
f.
Perencanaan dan pengawasan
jenis-jenis produksi dalam lembaga persekolahan tentu difokuskan pada kegiatan
pembelajaran dalam bentuk pelayanan belajar maupun fasilitas yang mendukung.
Prinsip-prinsip yang
harus diperhatikan dalam menyusun anggaran menurut Nanang Fattah:
a.
Adanya pembagian wewenang
dan tanggung jawab yang jelas
b. Adanya
sistem akuntansi yang memadai dalam melaksanakan anggaran
c. Adanya
penelitian dan analisis untuk menilai kinerja organisasi
d. Adanya
dukungan dari pelaksanaan mulai dari tingkat atas sampai yang paling bawah.
Prinsip-prinsip
dalam penyusunan anggaran ini, oleh kepala sekolah sebagai orang yang
bertanggung jawab untuk menyusun anggaran disekolahnya harus memperhatikan
poin-poin tersebut, agar kegiatan-kegiatan yang tergambar dalam anggaran dapat
terealisasi dengan baik. Dengan terealisasinya kegiatan-kegiatan itu berarti
kepala sekolah telah memanfaatkan dana secara efisien.
Nanang
Fattah mengemukakan bahwa keempat butir prinsip dalam penyusunan anggaran ini,
akan menciptakan manajemen organisasi yang sehat. Manajemen organisasi yang
sehat akan menjalankan fungsi-fungsi manajemen dengan baik. Fungsi-fungsi
manajemen yang baik dalam pengelolaan pembiayaan pendidikan adalah fungsi
perencanaan dan fungsi pengawasan.
Fungsi
perencanaan dalam mengelola pembiayaan pendidikan itu agar efisien, kepala
sekolah dapat menggunakan metode analisis keefektifan biaya pendidikan.
Sedangkan fungsi pengawasan dalam mengelola pendidikan itu, kepala sekolah
dapat menggunakan metode analisis proses.
Menurut
Nanang Fattah untuk mengetahui efisiensi biaya pendidikan itu dapat digunakan
metode analisis keefektifan biaya (cost
effectiviness), yang akan memperhitungkan besarnya kontribusi setiap
masukan terhadap pencapaian tujuan pendidikan atau potensi belajar. Menurut
Coombs dan PH Hallak J (1987) analisa pembiayaan dapat menolong pengelola
pendidikan menangani pemborosan yang serius dan ketidak efisienan, serta
cara-cara yang dapat ditemukan untuk mengatasi ketidak efisienan tersebut[4].
Menurut
Amin Wijaya Tunggal dengan melakukan analisis nilai proses dapat
mengidentifikasi peluang-peluang untuk memperbaiki kinerja suatu usaha dengan
cara sedemikian rupa yaitu perbaikan berakhir[5].
Hal ini berarti kepala sekolah dapat mengatasi permasalahan yang timbul yang
akan menghambat terjadinya efisiensi dalam pengelolaan keuangan. Kepala sekolah
dapat melakukan perbaikan-perbaikan karena adanya gejala-gejala khusus seperti
terjadinya pemborosan dengan menambah waktu atau biaya.
Menurut
Indra Bastian pengelolaan pembiayaan itu harus berdasarkan prinsip
selektifitas, efisiensi, efektivitas dan produktivitas[6].
Langkah-langkah efisiensi dalam pengelolaan biaya tanpa langkah efisiensi dalam
pengelolaan, berapapun besarnya dana yang dikeluarkan tidak akan berhasil
meningkatkan mutu pendidikan.
Selain
itu menurut Philip Coombs dan P. H. Hallak J. (1987), efisiensi itu sangat erat
hubungannya dengan sikap pengelolaan,
The are many
ways to improve an educational system’s internal efficiency, that is to reduce
its costs without a corresponding reduction in the learning results or to
improve the learning result without an equivalent in crease in its cost. Those
improvements fall into three main categories according to the degree of change
required in the present system. 1). Educational managers many improve effieciency
by changing the amounts, quality and proportions of inputs or by using presents
inputs more in tensively, without basically altering the system’s existing
structure and technology. 2). Going a skip further, educational managers may in
crease efficiency by modifying the system’s basic design by introducing
distinctly components and technologies. 3). Amore redical to improving
efficiency would be design a new teaching learning system that redically from
the conventional one.
Ada
banyak cara meningkatkan suatu sistem pendidikan yang memiliki effisiensi
internal yaitu untuk mengurangi biaya tanpa harus menurunkan hasil pembelajaran
atau meningkatkan hasil belajar tanpa memakan biaya yang equivalent. Ada tiga
kategori untuk meningkatkan efisiensi adalah :
a. Pengelolaan
pendidikan dapat meningkatkan efisiensi dengan meningkatkan kualitas dan
menggunakan input yang ada dengan lebih intensif
b. Pengelolaan
dapat meningkatkan efisiensi dengan memperbaharui sistem dan memperbaharui
teknologi yang baru secara jelas.
c. Pendekatan
yang lebih radikal untuk meningkatkan efisiensi adalah mendesign suatu sistem
belajar mengajar yang berbeda dari konvensional.
Berdasarkan
pendapat para ahli diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pengelolaan
pembiayaan pendidikan itu agar tercapai efisiensinya, seorang kepala sekolah
harus menjalankan fungsi manajemen dengan baik yaitu fungsi perencanaan dan
fungsi pengawasan[7].
Dalam
menjalankan fungsi perencanaan itu, hal-hal yang harus diperhatikan oleh kepala
sekolah adalah :
a. Mengidentifikasi
secara cermat semua pembiayaan yang akan dianggarkan di sekolah, dengan
memperhatikan skala prioritas dan kualitas dari kegiatan tersebut untuk
meningkatkan mutu pendidikan di sekolah tersebut.
b. Mengidentifikasi
secara cermat dari mana sumber keuangan dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan
tersebut.
c. Menyusun
perencanaan pembagian tugas dan tanggung jawab yang tepat. “The right man in the the right place”.
d. Menyusun
perencanaan alur karya atau proses dari setiap kegiatan yang akan dilaksanakan.
Sedangkan
dalam menjalankan fungsi pengawasan, hal-hal yang harus diperhatikan oleh
kepala sekolah adalah :
a.
Mengawasi setiap proses
pelaksanaan dari kegiatan tersebut, jangan sampai menyimpang jauh dari
perencanaannya
b.
Mengawasi ketepatan waktu
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
c. Mengawasi
budget atau anggaran dari setiap kegiatan yang sedang dilaksanakan, jangan
sampai terjadi pemborosan.
Administrasi sekolah
yang baik meminta anggaran belanja yang direncanakan dengan teliti dan
penggunaannya yang efektif. Pada dasarnya anggaran belanja adalah suatu
pernyataan yang terurai tentang sumber-sumber keuangan yang perlu untuk
melaksanakan berbagai program sekolah selama periode satu tahun fiskal. Proses
pembuatan anggaran pendidikan melibatkan penentuan pengeluaran maupun
pendapatan yang bertalian dengan keseluruhan operasi sekolah.
Penentuan pengeluaran
biaya pendidikan melibatkan pertimbangan tiap kategori anggaran belanja yang
berikut :
1.
Pengawasan
umum, termasuk sumber-sumber keuangan yang
ditetapkan bagi pelaksanaan tugas-tugas administrasi dan manajerial.
2.
Pengajaran,
meliputi gaji guru dan pengeluaran bagi buku-buku pelajaran, alat-alat, dan
perlengkapan yang diperlukan dalam pengajaran.
3.
Pelayanan
bantuan, pengeluaran yang bertalian dengan
pelayanan-pelayanan kesehatan, bimbingan dan perpustakaan.
4.
Pemeliharaan
gedung, pergantian dan perbaikan perlengkapan,
pemeliharaan gedung dan halaman sekolah.
5.
Operasi,
biaya telepon, air, listrik, sewa gedung dan tanah, dan gaji personil
pemeliharaan gedung.
6. Pengeluaran tetap,
pengeluaran modal, jasa hutang dan perkiraan pendapatan.
Penggunaan dana
pendidikan sangat tepat secara internal akan berfungsi sebagai pengawas
efisiensi pendidikan. Manuel Zymelman dalam Anwar mengatakan, “Pembiayaan
pendidikan tidak hanya menyangkut analisa sumber-sumber saja, tetapi juga
penggunaan dana-dana secara efisien. Makin efisien sistem pendidikan itu makin
kurang pula penggunaan dana yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuannya[8].
Walaupun biaya
pendidikan bukan satu-satunya faktor yang menentukan hasilnya pengembangan SDM,
besarnya anggaran pendidikan pasti bersifat untuk mempercepat upaya peningkatan
mutu pendidikan jika didayagunakan secara efisien. Agenda pembiayaan pendidikan
ini berkaitan erat dengan dua konsep efisiensi teknis, yakni :
1. Efisiensi internal,
penggunaan yang efektif atas dasar komposisi item-item pengeluaran yang paling
tepat (misalnya ketenagaan, sarana prasarana, biaya operasional, pengelolaan,
dsb) untuk mencapai produktivitas yang paling tinggi ; dan
2. Efisiensi eksternal,
yaitu penggunaan anggaran menurut komposisi jenis atau jenjang pendidikan
(dasar, menengah, tinggi umum vs kejuruan, pendidikan akademis vs profesional,
dsb) yang paling memberikan dampak positif terhadap kehidupan sosial ekonomi
masyarakat[9].
Berdasarkan pendapat
diatas, dapat disimpulkan bahwa pentingnya manajemen biaya dalam pendidikan
adalah untuk membiayai seluruh operasional program pendidikan di sekolah
sehingga tujuan pendidikan dapat dicapai secara efisien.
D. Indikator
Manajemen Biaya
Berdasarkan uraian di
atas sudah dijelaskan bahwa pentingnya manajemen biaya dalam suatu lembaga
pendidikan, dimana agar tujuan pembiayaan dapat tercapai sesuai dengan
kebutuhan maka diperlukan suatu upaya mengelola biaya. Menurut pendapat Gunawan bahwa penerapan manajemen biaya
yang baik secara garis besar kegiatannnya yang dapat dilakukan meliputi
pengumpulan/penerimaan dana yang sah (dana rutin, SPP, sumbangan BP3, donasi,
dan usaha-usaha halal lainnya), penggunaan dan pertanggungjawaban dana kepada
pihak-pihak terkait yang berwenang[10].
Pendapat tersebut
menjelaskan bahwa manajemen biaya yang baik dapat diterapkan dengan melakukan
tiga langkah utama yaitu kegiatan pengumpulan biaya, penggunaan biaya dan
pertanggungjawaban dari penggunaan biaya kepada pihak yang terkait. Kemudian
pendapat lain juga mengatakan bahwa tujuan manajemen biaya sebagai salah satu
sumber daya yang secara langsung menunjang efektivitas dan efisiensi
pengelolaan pendidikan. Ahli tersebut lebih terasa lagi dalam implementasi
manajemen pembiayaan, yang menuntut kemampuan sekolah untuk merencanakan,
melaksanakan, dan mengevaluasi serta mempertanggung jawabkan pengelolaan dana
secara transparan kepada masyarakat dan pemerintah[11].
Dana yang
datang/masuk disebut dana masukan (input)
yang kemudian setelah dilakukan perencanaan anggaran (budgeting), lalu digunakan dalam pelaksanaan proses/operasional
pendidikan, dan akhirnya dipertanggung jawabkan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku bersama hasil usaha yang dihasilkan. Menjelang atau pada awal tahun
ajaran, pimpinan sekolah membuat perencanaan anggaran (budgeting) bersama dewan guru, yang sering disebut rencana anggaran
pendapatan dan belanja sekolah (RAPBS) untuk diajukan kepada Kakanwil Dedikbud
Propinsi atau Kakan Depdikbud Kabupaten/Kodya untuk mendapatkan
persetujuannya/saran perbaikannya, kemudian diajukan kepada Badan Pembantu
Pelaksanaan Pendidikan (BP3) untuk persetujuan tentang sumbangan pendidikannya
disamping SPP yang sesuai persetujuan/kategori SPP oleh Gubernur. Sehingga
akhirnya jadilah Anggaran Pendapatan Belanja Sekolah (APBS) yang sah untuk
dapat dilaksanakan atau dioperasionalkan. Dalam kegiatan ini agar diperhatikan
sebuah semboyan yang berbunyi : “Janganlah pasak lebih besar dari tiangnya”
artinya, jangan sampai membuat pengeluaran-pengeluaran yang melebihi
pemasukannya, agar tidak terjadi defisit anggaran. Biaya operasional
pendidikan/sekolah terdiri dari biaya untuk kegiatan belajar mengajar dan
rehabilitasi, serta lain-lain kegiatan seperti acara-acara awal dan tutup tahun
ajaran, kemah dan lain-lain[12].
Biaya rutin adalah
biaya yang harus dikeluarkan dari tahun ketahun, seperti gaji pegawai (guru dan
non guru), serta biaya operasional, biaya pemeliharaan gedung, fasilitas dan
alat-alat pengajaran (barang-barang habis pakai). Sementara biaya pembangunan,
mislanya biaya pembelian atau pengembangan tanah, pembangunan gedung, perbaikan
atau rehab gedung, penambahan furnitur, serta biaya atau pengeluaran lain untuk
barang-barang yang tidak habis pakai. Dalam rangka implementasi manajemen
pembiayaan, manajemen komponen keuangan harus dilaksanakan dengan baik dan
teliti mulai tahap penyusunan anggaran, penggunaan, sampai pengawasan dan
pertanggung jawaban sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar semua dana
sekolah benar-benar dimanfaatkan secara efektif, efisien, tidak ada
kebocoran-kebocoran, serta bebas dari penyakit korupsi, kolusi dan nepotisme[13].
Terhadap setiap
penggunaan biaya harus dilakukan pembukuan (accounting)
yang tertib sesuai dengan peraturan yang berlaku, seperti penggunaan buku Kas
Tabelaris, Buku Skontro, buku Penerimaan SPP, Buku bantu sebagainya. Mengingat
tata keuangan yang sangat peka, maka kegiatan pemeriksaan (auditing) yang rutin harus dilakukan oleh Kepala Sekolah demi
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan yang dapat mengganggu proses
operasional pendidikan di sekolah. Segala petunjuk dan pedoman pengolahan
anggaran serta keuangan sekolah telah banyak diberikan kepada para bendaharawan
dan juru bayar, untuk memperkecil sampai meniadakan hambatan-hambatan yang
mungkin terjadi[14].
Menurut Sutisna ada
kecenderungan di wilayah-wilayah sekolah kearah keterlibatan kepala sekolah
yang lebih besar dalam penyusunan anggaran belanja sekolah. Terutama ini benar
di wilayah-wilayah dimana sekolah-sekolah dipakai sebagai unit dasar dalam
mempersiapkan anggaran belanja seluruh daerah. Dalam keadaan serupa ini, kepala
sekolah dan stafnya terlibat sepenuhnya dalam semua aspek dari persiapan
anggaran belanja sekolah. Partisipasi yang efektif dalam penyusunan anggaran belanja
sekolah menuntut pengetahuan dan kemampuan perencanaan dipihak kepala sekolah.
Anggaran belanja itu hendaknya dilihat sebagai salah satu instrumen yang dapat
dipakai oleh sekolah untuk mencapai tujuan-tujuan. Anggaran belanja ialah suatu
ungkapan kebijaksanaan. Ia menetapkan komitmen dan dukungan kepada
tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam kata-kata rupiah. Formulasi
tujuan-tujuan pendidikan yang jelas dan hal yang menyusun program-program yang
berarti adalah syarat-syarat bagi partisipasi yang efektif dalam penyusunan
anggaran belanja. Proses penyusunan anggaran belanja pada hakekatnya melibakan
penerjemah kegiatan-kegiatan termasuk program pemeliharaan, program perbaikan,
administrasi, pengajaran, operasi dan pelayanan kedalam istilah-istilah keuangan
yang menetapkan komitmen kepada pengejaran tujuan-tujuan pendidikan dan
maksud-maksud pemeliharaan organisasi dua-duanya[15].
Administrasi sekolah
yang baik meminta anggaran belanja yang direncanakan dengan teliti dan
penggunaannya yang efektif. Pada dasarnya anggaran belanja adalah suatu
pernyataan yang terurai tentang sumber-sumber keuangan yang perlu untuk
melaksanakan berbagai program sekolah selama periode satu tahun fiskal. Proses
pembuatan anggaran pendidikan melibat penentuan pengeluaran maupun pendapatan
yang bertalian dengan keseluruhan operasi sekolah.
Tugas manajemen
pembiayaan dapat dibagi tiga fase, yaitu financial
planning, implementation, and evaluation. Perencanaan finansial yang
disebut budgeting merupakan kegiatan
mengkoordinasi semua sumber daya yang tersedia untuk mencapai sasaran yang
diinginkan secara sistematis tanpa menyebabkan efek samping yang merugikan. Implementation involves accounting
(pelaksanaan anggran) ialah kegiatan berdasarkan rencana yang telah dibuat dan
kemungkinan terjadi penyesuaian jika diperlukan. Evaluation involves merupakan proses evaluasi terhadap pencapaian
sasaran[16].
Selain itu juga dijelaskan bahwa komponen utama manajemen biaya meliputi :
1. Prosedur
penganggaran,
2. Prosedur
akuntansi keuangan,
3. Pembelajaran,
pergudangan, dan prosedur pendistribusian,
4. Prosedur
investasi, dan
5. Prosedur
pemerikasaan.
Dalam pelaksanaannya,
manajemen keuangan ini menganut asas pemisahan tugas antara fungsi otorisator,
ordonator dan bendaharawan. Otorisator adalah pejabat yang diberi wewenang
untuk mengambil tindakan yang mengakibatkan penerimaan dan pengeluaran anggaran.
Ordonator adalah pejabat yang berwenang melakukan pengujian dan memerintahkan
pembayaran atas segala tindakan yang dilakukan berdasarkan otorisasi yang telah
ditetapkan. Adapun bendaharawan adalah pejabat yang berwenang melakukan
penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran uang atau surat-surat berharga lainnya
yang dapat dinilai dengan uang serta diwajibkan membuat perhitungan dan
pertanggungjawaban[17].
Penerapan manajemen
biaya yang dilakukan oleh kepala sekolah memerlukan partisipasi dari berbagai
pihak yang berkepentingan (stakeholders)
dimana kepala sekolah, sebagai manajer, berfungsi sebagai otorisator, dan
dilimpahkan fungsi ordonator untuk memerintahkan pembayaran. Namun tidak
dibenarkan melaksanakan fungsi bendaharawan karena berkewajiban melakukan pengawasan
kedalam. Bendaharawan, disamping mempunyai fungsi-fungsi bendaharawan, juga
dilimpahkan fungsi ordonator untuk menguji hak atas pembayaran[18].
Dari pendapat
tersebut jelas bahwa kepala sekolah dalam melaksanakan manajemen biaya
membutuhkan seorang bendaharawan untuk pembayaran, selain itu juga kepala
sekolah membutuhkan partisipasi aktif dari berbagai pihak (stakeholders) agar pembiayaan yang dilakukan sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai. Seperti yang disampaikan oleh Sutisna bahwa partisipasi
yang efektif dalam perencanaan biaya seperti dalam pembuatan anggaran belanja
sekolah meminta tidak saja ketajaman
wawasan bisnis tapi juga suatu konsepsi yang jelas tentang tujuan-tujuan
instruksional serta program-program dan faktor seperti jumlah murid menjadi
pertimbangan pokok dalam bergerak dari konsepsi program kepada
pertimbangan anggaran belanja. Jadi
efektivitas dalam pembuatan anggaran belanja, pengembangan kemampuan
administratif mengenai sejumlah dimensi pembuatan administratif :
1.
Penetapan tujuan dalam
hubungan dengan maksud-maksud pendidikan di sekolah-sekolah. Perumusan tujuan
adalah suatu keharusan persiapan anggaran belanja yang efektif
2. Terjemahan
tujuan kedalam program pendidikan
3. Penentuan
sumber daya manusia dan materil yang perlu bagi implementasi program-program
pendidikan yang diinginkan. Termasuk didalamnya ialah konsep-konsep yang jelas
tentang kebutuhan mengenai :
a. Jumlah
staf dan kemampuan
b. Gedung
dan fasilitas fisik lainnya
c. Perlengkapan
dan perbekalan
d. Pelayanan
bantuan operasi dan pemeliharaan
e. Pelayanan
administratif
4. Pembuatan
perkiraan anggaran belanja dengan teliti. Kemampuan untuk menterjemahkan
program-program pendidikan kedalam equivalensi keuangan adalah penting dalam
penyusunan anggaran[19].
Oleh karenanya perlu
adanya partisipasi dari berbagai pihak dalam menerapkan manajemen biaya di
sekolah, hal ini dengan meningkatnya partisipasi dari berbagai pihak seperti
dari masyarakat (dalam berbagai bentuk) untuk mendukung kegiatan operasional
sekolah dan peningkatan mutu, maka pada gilirannya sekolah diharapkan menjadi
lebih efisien, mandiri serta dapat melakukan swadana dalam pengelolaan
pembiayaan sekolah.
Selain dalam
perencanaan biaya pendidikan partisipasi dari berbagai pihak juga penting dalam
pengawasan, seperti mengawasi penggunaan anggaran di sekolah yang diwujudkan
dalam bentuk pengawasan laporan keuangan, bisa secara periodik/rutin atau
insidental apabila diperlukan. Laporan keuangan yang disusun tersebut memiliki
2 (dua) fungsi utama yaitu :
1.
Sebagai informasi tentang
kondisi keuangan yang dikelola pada saat pelaporan untuk berbagai pihak yang
memerlukan, termasuk pemberi dana dan calon pemberi dana
2. Sebagai
pertanggung jawaban atas pengelolaan keuangan yang telah dilaksanakan.
Dengan melihat kedua
fungsi tersebut di atas bahwa suatu laporan keuangan dibuat tidak semata-mata
hanya untuk pertanggung jawaban saja, sehingga perlu dibuat dan disampaikan
secara periodik sesuai dengan yang telah ditentukan berdasarkan kebutuhan akan
informasinya. Dalam laporan keuangan yang dibuat, data realisasi keuangan agar
dibandingkan dengan anggaran yang telah disusun. Hal ini perlu karena realisasi
keuangan dilakukan berdasarkan anggaran yang telah disusun dalam usulan rencana
program sebagai salah satu bentuk pengendalian keuangan. Perbedaan-perbedaan
yang cukup besar antara realisasi dengan anggaran agar disertai dengan
penjelasan.
Seperti dana-dana
pemerintah lainnya, sekolah penerima dana bantuan wajib mengadministrasikan dan
mempertanggungjawabkan dana bantuan tersebut sesuai dengan aturan yang berlaku.
Administrasi dan pertanggungjawaban tersebut harus diwujudkan dalam bentuk
tertulis dan siap untuk diverivikasi.
Untuk memudahkan dan
melancarkan proses administrasi keuangan, disusun pedoman keuangan manajemen
pembiayaan yang dapat dipakai secara referensi sekolah dalam mengelola dan
menyelenggarakan administrasi dana program. Selain itu dengan adanya pedoman
ini diharapkan sekolah menjadi lebih sadar dan peduli terhadap pentingnya
pembuatan laporan keuangan yang baik dan transparan. Apabila dalam pelaksanaan
kegiatan manajemen pembiayaan digunakan dana lain, dana tersebut dilaporkan
bersama-sama sebagai suatu kesatuan.
Dana untuk pembiayaan
pelaksanaan manajemen pembiayaan tidak harus habis pada akhir tahun pelajaran.
Hal ini berarti bahwa pencatatan transaksi dalam administrasi yang diselenggarakan
dan pelaporan keuangan agar dibuat sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, baik
lebih rendah maupun lebih tinggi dari anggarannya. Pembiayaan pelaksanaan tidak
harus sama dengan jumlah yang tercantum dalam anggaran. Sisa anggaran yang
masih ada, akan tetap menajdi milik sekolah dan harus dikelola secara efisien
untuk keperluan peningkatan mutu pendidikan serta dicatat dalam administrasi
yang diselenggarakan. Sisa anggaran atau dana yang ada dapat terjadi karena
berbagai sebab yaitu :
a.
Karena berhasil dilakukannya
penghematan dan efisiensi
b. Karena
terdapat program yang belum selesai atau batal dilaksanakan
Berdasarkan pendapat
diatas, maka dapat disimpulkan bahwa perlunya manajemen biaya dalam
meningkatkan efisiensi pendidikan sebab keuangan dan pembiayaan merupakan salah
satu sumber daya yang secara langsung menunjang efektivitas dan efisiensi
pendidikan. Hal tersebut menuntut kemampuan sekolah untuk dalam bentuk :
1.
Merencanakan biaya,
2. Melaksanakan
biaya,
3. Mengevaluasi
penggunaan biaya.
E. Efektifitas Penggunaan
Anggaran
1. Pengertian efektifitas
Menurut Liphan bahwa :
Keberhasilan sekolah adalah keberhasilan kepala sekolah, beberapa diantara
kepala sekolah dilukiskan sebagai seorang yang memiliki harapan tinggi bagi
para staf, siswa, orang tua dan masyarakat. Kepala sekolah adalah mereka yang
mengetahui tugas-tugas mereka dan mereka yang menentukan irama bagi sekolah
mereka[20].
2. Pentingnya efektifitas
Penggunaan Anggaran
Sekolah adalah satuan
pendidikan yang merupakan kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan
pendidikan pada jalur formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. Sekolah
sebagai suatu organisasi di dalamnya terdapat berbagai dimensi yang satu sama
lain saling berkaitan dan saling menentukan. Selain itu juga sekolah sebagai
suatu organisasi memiliki ciri tertentu yang tidak dimiliki organisasi lain.
Seperti proses belajar mengajar, tempat terselenggaranya pembudayaan kehidupan
umat manusia. Sekolah sebagai organisasi memerlukan tingkat koordinasi yang
tinggi. Keberhasilan sekolah adalah keberhasilan kepala sekolah[21].
Kepala sekolah
berhasil apabila memahami keberadaan sekolah, serta mampu melaksanakan peranan
kepala sekolah sebagai seseorang yang diberi tanggung jawab untuk memimpin
sekolah dalam rangka pencapaian tujuan sekolah. Efektifitas merupakan aspek
yang sangat penting dalam manajemen sekolah karena sekolah umumnya dihadapkan
pada masalah kelangkaan sumber dana, dan secara langsung berpengaruh terhadap
kegiatan manajemen. Efektifitas membandingkan antara rencana dengan tujuan yang
dicapai. Suatu kegiatan dikatakan efektif jika tujuan dapat dicapai secara
optimal.
Harus disadari bahwa
manajemen biaya dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan sekolah, pemerataan,
keadilan, demokratisasi, dan penghormatan terhadap nilai-nilai budaya lokal,
serta menggali potensi keanekaragaman sekolah di daerah, bukan untuk
memindahkan masalah dari pusat ke sekolah. Sejalan dengan semangat otonomi
daerah dan desentralisasi pendidikan, manajemen pembiayaan pun ditujukan untuk
meningkatkan mutu pendidikan bagi seluruh lapisan masyarakat dan penggunaan
sumber daya yang terbatas. Sehubungan dengan itu, sekolah perlu memilah dan
memilih secara hati-hati berbagai strategi manajemen pendidikan yang selama ini
telah dilakukan agar kekeliruan kolektif di masa lalu tidak diulangi oleh
sekolah-sekolah di masa depan. Dalam kerangka inilah manajemen pembiayaan diharapkan
tampil menjadi strategi pembangunan pendidikan yang menunjukkan dan banyak
memberikan pengaruh positif terhadap peserta didik di sekolah dan terhadap
masyarakat lingkungannya.
Adapun sumber-sumber
pendapatan juga harus dipertimbangkan dalam proses pembuatan anggaran belanja
itu. Pendapatan sekolah pemerintah biasanya diperoleh dari sumber-sumber
sendiri, dari orang tua murid, dan biasa pula dari pemerintah dalam bentuk
subsidi kepada sekolah swasta. Manajemen keuangan yang efektif di
sekolah-sekolah meminta pengetahuan tentang sumber-sumber pendapatan yang
tersedia bagi sekolah-sekolah dan tentang metode-metode penggunaan dana-dana
ini bagi keuntungan yang sebesar-besarnya. Karena usul buat pengembangan atau
penyesuaian program, tak dapat tidak, menimbulkan pertanyaan tentang biaya,
administrator sekolah membutuhkan kecakapan dalam memajukan usul-usul untuk
pengeluaran uang, dalam menerjemahkan usul-usul itu dalam kata kata keuangan,
dan dalam menunjukkan sumber-sumber pendapatan yang tersedia. Perbuatan yang
cakap juga meliputi pengelolaan secara efisien dana-dana yang diperoleh dari
pendapatan interen, seperti dana-dana yang berasal dari SPP, BP3, dan dari
kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler[22].
Sumber-sumber
pembiayaan suatu sekolah sangat bergantung pada beberapa sumber :
1. Kondisi
masyarakat dimana sekolah berada
2. Kebijakan
pemerintah dibidang keuangan; dan dana yang dialokasikan tidak sesuai atau
memenuhi harapan tinggi yang dibebankan kepada sekolah.
Selanjutnya sumber
pembiayaan pada suatu sekolah secara garis besar dapat dikelompokkan atas tiga
sumber yaitu :
1.
Pemerintah, baik pemerintah
pusat, daerah maupun kedua-duanya, yang bersifat umum atau khusus dan
diperuntukkan bagi kepentingan pendidikan
2. Orang
tua atau peserta didik
3. Masyarakat,
baik mengikat maupun tidak mengikat. Berkaitan dengan penerimaan keuangan dari
orang tua dan masyarakat ditegaskan dalam Undang-undang Sistem Pendidikan
Nasional 1989 bahwa karena keterbatasan kemampuan pemerintah dalam pemenuhan
kebutuhan dana pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah,
masyarakat, dan orang tua. Adapun dimensi pengeluaran meliputi biaya rutin dan
biaya pembangunan[23].
Berdasarkan pendapat
di atas, maka dapat disimpulkan bahwa anggaran yang direncanakan dalam bentuk
RAPBS perlu dilaksanakan dengan tujuan yang ingin dicapai. Hal ini membuktikan
bahwa pentingnya penggunaan anggaran yang efektif, yaitu anggaran yang dapat
mencapai tujuan yang ingin dicapai.
3. Ukuran efektifitas
penggunaan Anggaran
Berdasarkan
uraian tentang efektifitas dijelaskan bahwa efektifitas penggunaan anggaran
adalah sejauh mana tujuan anggaran yang sudah direncanakan dapat
direalisasikan. Berkenaan dengan hal
penggunaan anggaran dana BOS maka penggunaan dana BOS dikatakan efektif apabila
tujuan penggunaan dana BOS dapat tercapai dengan baik.
Adapun
tujuan penggunaan dana BOS yang terdiri dari tiga belas tujuan sebagai berikut
:
1. SD/MI/SDLB/Salafiah/
sekolah keagamaan non Islam serta SD sebesar Rp. 235.000,-/siswa/tahun.
2. SMP/MTS/SMPLB/Salafiah/
sekolah keagamaan non Islam setara SMP sebesar Rp. 324.500,-/siswa/tahun.
Sedangkan
dana BOS ini diharuskan digunakan untuk :
a.
Biaya seluruh kegiatan dalam
rangka penerimaan siswa baru: biaya pendaftaran, penggandaan formulir, administrasi
pendaftaran, dan pendaftaran ulang
b. Pembelian
buku teks pelajaran dan buku referensi untuk dikoleksi diperpustakaan
c. Pembelian
barang-barang habis pakai, misalnya buku tulis, kapur tulis, pensil, bahan
praktikum, buku induk siswa, buku inventaris, langganan koran, gula, kopi dan
untuk kebutuhan sehari-hari di sekolah
d. Biaya
kegiatan kesiswaan : program remedial, program pengayaan, olahraga, kesenian,
karya ilmiah remaja, pramuka, palang merah remaja dan sejenisnya
e. Biaya
ulangan harian, ulangan umum, ujian sekolah dan laporan hasil belajar siswa
f. Pengembangan
profesi guru : pelatihan, KKG/MGMP dan KKKS/MKKS
g. Biaya
perawatan sekolah : pengecatan, perbaikan atap bocor, perbaikan pintu dan
jendela, perbaikan mebel dan perawatan lainnya
h. Biaya
langganan daya dan jasa : listrik, air, telepon, termasuk untuk pemasangan baru
jika sudah ada jaringan disekitar sekolah
i. Pemberian
honorium guru dan tenaga kependidikan honorer sekolah yang tidak dibiayai oleh
pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah, tambahan insentif bagi kesejahteraan
guru PNS ditanggung sepenuhnya oleh Pemerintah Daerah
j. Pemberian
bantuan biaya transportasi bagi siswa miskin/kurang mampu
k. Khusus
untuk pesantren salafiah dan sekolah keagamaan non islam, dana BOS dapat
digunakan untuk biaya asrama/pondokan dan membeli peralatan ibadah
l. Biaya
pengelolaan BOS: ATK, penggandaan, surat menyurat dan penyusunan laporan
m. Bila
seluruh komponen diatas telah terpenuhi pendanaannya dari BOS dan masih
terdapat sisa dana, maka sisa dana tersebut dapat digunakan untuk membeli alat
peraga, media pembelajaran dan mebel sekolah[24].
Jadi, jelas dapat
diketahui, apabila anggaran BOS yang tersedia dipergunakan untuk ke tiga belas tujuan
tersebut di atas, maka penggunaan anggaran dapat dikatakan efektif, begitu pula
sebaliknya apabila anggaran tidak sesuai dengan tujuan tersebut di atas, maka
penggunaan anggaran tidak efektif.
F. Anatomi RAPBS
1. Sumber dana dan pengeluaran
Rencana
Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) mencerminkan kekuatan sekolah
dalam membiayai penyelenggaraan pendidikannya dan sekaligus menggambarkan
rata-rata status sosial ekonomi keluarga para siswa. RAPBS terdiri atas rencana
pendapatan dan rencana pengeluaran atau belanja sekolah. Dalam rencana
pendapatan, terdapat komponen sumber dana yang berasal dari pemerintah, siswa
(terutama dari iuran rutin sekolah, atau lazim disebut iuran BP3), dan
sumbangan masyarakat lainnya, baik dalam bentuk uang maupun barang. Sementara
itu untuk pengeluaran terdapat komponen gaji guru (pegawai) yang biasanya
paling dominan dan non gaji (pemeliharaan, pengadaan sarana penunjang seperti
alat peraga, penyelenggaraan proses belajar mengajar dan kegiatan
ektrakurikuler.
Komponen
gaji disekolah negeri yang bersumber dari pemerintah bersifat tetap; sekolah
tidak dapat melakukan perubahan apapun kecuali menyalurkannya kepada guru.
Karena komponen gaji sangat dominan, maka besar kecilnya RAPBS sangat
tergantung pada jumlah guru di suatu sekolah. Dalam keadaan guru tidak merata
antar-sekolah, maka bisa terjadi ada sekolah yang memiliki RAPBS tinggi karena
jumlah gurunya surplus padahal jumlah siswanya sedikit, dan pihak lain ada
sekolah yang RAPBSnya lebih rendah karena jumlah gurunya sedikit meskipun
jumlah siswanya banyak. Hal ini juga disebabkan oleh distribusi guru SD tidak merata.
Ada daerah atau sekolah yang kelebihan guru, dan di pihak lain ada daerah atau
sekolah yang kekurangan guru. Semakin ke kota, jumlah guru di setiap sekolah
(juga rasio/guru siswa) semakin berlebih, sedangkan semakin ke pedesaan jumlah
guru semakin kurang (Supriadi, 1998 ; Sommerset, 1999).
RAPBS
juga ditentukan oleh jumlah siswa. Sekolah yang jumlah siswanya besar akan
mendapatkan dana yang lebih besar pula dari iuran siswa yang dikelola oleh
sekolah bersama BP3 atau komite sekolah. Di kota, sekolah yang siswanya besar
biasanya adalah sekolah favorit, sedangkan di pedesaan biasanya karena sekolah
itu berada di dekat tempat pemukiman penduduk yang padat atau karena tidak ada
sekolah lain yang berdekatan.
Komponen
non-gaji lebih dapat mencerminkan kekuatan sekolah dalam mendukung proses
pendidikannya karena alokasinya langsung menunjang keperluan sekolah. Oleh
sebab itu, kekuatan RAPBS dalam mendukung penyelenggaraan pendidikan bukan
semata-mata pada jumlah totalnya, melainkan pada berapa besar komponen non-gaji
didalamnya. Namun dalam perhitungan total, termasuk untuk menghitung satuan
biaya pendidikan, gaji tetap dimasukkan sebagai komponen penting (bahkan
terpenting) dalam RAPBS, meskipun sekolah pada umumnya mengabaikan hal ini
karena dianggap telah merupakan sesuatu yang given. RAPBS juga tidak dengan sendirinya mencerminkan keseluruhan
dana yang mendukung penyelenggaraan pendidikan di sekolah, karena dalam
kenyataannya banyak dana lain yang dikelola oleh sekolah tetapi tidak dicatat
dalam RAPBS atau tidak langsung dikelola oleh sekolah namun dikeluarkan oleh
keluarga siswa untuk membiayai kebutuhan sekolahnya. Anatomi RAPBS dapat
digambarkan dalam tabel berikut ini.
Tabel
1.1. Sumber dana dan komponen pengeluaran dalam RAPBS
No
|
Sumber
dana
|
Pengeluaran
|
|
|
Subsidi Pemerintah
|
Gaji guru
|
Non gaji
|
|
Iuran bulanan siswa
|
Insentif guru
|
Non gaji
|
|
Sumbangan masyarakat
|
Gaji dan insentif
|
Non gaji
|
|
Total
|
Gaji dan insentif
|
Non gaji
|
Contoh RAPBS :
SDN 001 Sail (Pekan
Baru-Riau) dan SDS Dharma Loka (Pekan Baru-Riau)
Sumber
Dana
|
RAPBS
/ APBS
SDN
001 Sail (Rp)
|
RAPBS
SDS Dharma Loka (Rp)
|
APBS
SDS Dharma Loka (Rp)
|
1. Pemerintah Kota
2. Pemerintah Propinsi
3. Pemerintah Pusat
4. Dana BOS
5. Komite
|
463.176.000,00,-
26.750.000,00,-
342.815.556,00,-
175.381.476,00,-
268.800.000,00,-
|
7.910.000,00,-
-
-
195.827.832,00,-
1.237.680.000,00,-
|
7.910.000,00,-
-
-
195.827.832,00,-
1.237.680.000,00,-
|
TOTAL
UNIT COST
|
1.276.932.032,00,-
1.818.978,67,-
|
1.441.417.832,00,-
1.886.672,55,-
|
1.441.417.832,00,-
1.886.672,55,-
|
PENGELUARAN
1. Gaji, honor dan tunjangan
2. Kegiatan siswa
3. Buku siswa, alat peraga
4. Pengemb. Profesi Guru/KKG
5. Penerimaan Siswa Baru (PSB)
6. Pengadaan alat habis pakai
7. Pengadaan Soal
8. Perawatan sekolah
9. Daya dan Jasa
10. Bea Siswa anak tidak mampu
11. Pembuatan Laporan
12. Sarana Prasarana
13. Biaya Operasional
14. Dana Cadangan
|
1.064.680.000,00,-
38.522.476,00,-
5.940.000,00,-
11.400.000,00,-
6.300.000,00,-
33.570.000,00,-
28.800.000,00,-
42.390.556,00,-
15.320.000,00,-
25.200.000,00,-
4.800.000,00,-
-
-
-
|
1.041.100.000,00,-
46.000.000,00,-
42.000.000,00,-
55.000.000,00,-
-
7.200.000,00,-
16.250.000,00,-
40.000.000,00,-
13.000.000,00,-
81.600.000,00,-
3.600.000,00,-
40.000.000,00,-
54.000.000,00,-
1.667.832,00,-
|
1.041.100.000,00,-
46.000.000,00,-
40.000.000,00,-
50.000.000,00,-
-
5.700.000,00,-
15.000.000,00,-
32.500.000,00,-
10.607.832,00,-
81.600.000,00,-
3.600.000,00,-
35.000.000,00,-
47.000.000,00,-
33.310.000,00,-
|
TOTAL
|
1.276.923.032,00,-
|
1.441.417.832,00,-
|
1.441.417.832,00,-
|
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kewajiban
konstitusi dengan menetapkan porsi anggaran pendidikan sebesar 20% (dua puluh
persen) dari APBN memperlihatkan sifat pendidikan yang demikian penting bagi
perjalanan bangsa ke depan, dengan mempersiapkan kualitas manusia Indonesia
yang mampu secara teknis membangun negara dan berkompetisi melalui pengembangan
teknologi dengan memperhatikan sisi akhlak mulia.
2.
Anggaran adalah perencanaan keuangan yang ada, yang dapat menggambarkan
kegiatan atau aktifitas yang akan diselenggarakan.
3.
Indikator manajemen biaya ditandai dengan
adanya kegiatan pengumpulan biaya, penggunaan biaya, pertanggungjawaban dari
penggunaan biaya kepada pihak yang terkait.
4.
Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) mencerminkan
kekuatan sekolah dalam membiayai penyelenggaraan pendidikannya dan sekaligus
menggambarkan rata-rata status sosial ekonomi keluarga para siswa
5.
Proses penyusunan dan pengelolaan RAPBS dalam mendukung efektifitas
pembiayaan pendidikan dapat dilakukan dengan menggali pengetahuan tentang
sumber-sumber pendapatan yang tersedia bagi sekolah dan mengetahui metode yang
tepat dalam mencapai tujuan.
B. Rekomendasi
1.
Untuk
kelancaran pengelolaan pembiayaan pendidikan pada level sekolah, seyogyanya
pemerintah daerah, sebagai pihak yang memiliki kewenangan pokok dalam
penyelengaraan pendidikan, membuat pedoman dan sosialiasi mengenai perencanaan,
penggunaan, dan akuntabilitas biaya di tingkat sekolah.
2.
Untuk
mendapatkan manfaat biaya yang lebih baik, kepala sekolah sebaiknya membuat
peta pembiayaan dengan alokasi utama pada dukungan penyelenggaran KBM yang
efektif.
3.
Untuk
kelancaran pengelolaan keuangan sekolah, kepala sekolah perlu meng-update kemampuannya dalam mengelola
keuangan, khususnya dalam kemampuan wirausaha dan berbagai informasi kebijakan
pembiayaan pendidikan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat, propinsi, maupun
kab./kota.
4.
Peranan
Komite Sekolah dalam hal pengelolaan dana BOS perlu ditingkatkan. Terutama
dalam hal pengawasan. Selama ini peran Komite Sekolah dalam pengelolaan dana
BOS hanya terbatas pada pembahasan RAPBS dan persetujuan penggunaan dana BOS.
Padahal Komite Sekolah seharusnya berperan dalam hal pengawasan penggunaan Dana
BOS. Untuk itu sebaiknya Komite Sekolah juga ikut mengawasi penggunaan Dana BOS
untuk meminimalkan penyelewengan yang mungkin dilakukan Sekolah.
5.
Sekolah
mengumumkan hasil pembelian barang yang ditandatangani oleh Komite Sekolah di
papan pengumuman Sekolah agar sesuai dengan Permendiknas no. 37 tahun 2010
dalam tata tertib pengelolaan dana BOS disebutkan bahwa Sekolah harus
mengumumkan hasil pembelian barang dan harga yang dilakukan oleh Sekolah di
papan pengumuman Sekolah yang harus ditandatangani oleh Komite Sekolah.
DAFTAR
PUSTAKA
Amin
Wijaya Tunggal. Manajemen Biaya Terpadu.
Jakarta : Radar Jaya Offset. 1994.
Ary.
H. Gunawan. Administrasi Sekolah : Administrasi Pendidikan Mikro.
Jakarta : Rineka Cipta. 1996.
Departemen
Pendidikan Nasional. Buku Panduan Bantuan
Operasional Sekolah.
Idochi
Anwar. Administrasi Pendidikan dan Manajemen Biaya Pendidikan.
Bandung : Alfa Beta. 2003.
Indra
Bastian. Akuntansi Pendidikan.
Jakarta : Gelora Aksara Pratama. 2006.
Jones.
School Finance : Technique and Social Policy. London : Collier Macmillan
Pub. 1985.
Liphan
James. The Principles Concepts,
Competencies and Cases. New York : Broadway. 1999.
Mulyasa.
Manajemen Berbasis Sekolah Konsep,
Strategi dan Implementasi. Bandung : Rosda Karya. 2004.Philip Coombs dan J.
Hallok. Cost Analysis can Uncover Serious
Internal Waste and in Effisiency and Posible Ways to Eliminate Them.
Washington : John Hopkens University Press.
Suryadi
dan Budimansyah. Pendidikan Nasional
Menuju Masyarakat Indonesia Baru. Bandung : PT. Genesindo. 2004.
Wahjosumidjo.
Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan
Teoritik dan Permasalahannya .Jakarta : Raja Grafindo Persada. 1999.
LAMPIRAN
1. UU
Republik Indonesia No.15 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas UU No.19 Tahun 2012
Tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2013
2. Instrumen
Standar Pembiayaan Sekolah
3. Permendiknas
No 37 thn 2010 Lampiran Juknis Pelaksanaan BOS 2011
[3] Pasal 49 Ayat (1) UU Nomor 20
Tahun 2003
[4] Philip Coombs dan J. Hallok, Cost Analysis can Uncover Serious Internal
Waste and in Effisiency and Posible Ways to Eliminate Them (Washington : John
Hopkens University Press), h. 2.
[5] Amin Wijaya Tunggal, Manajemen Biaya Terpadu (Jakarta : Radar
Jaya Offset, 1994), h. 77.
[6] Indra Bastian, Akuntansi Pendidikan (Jakarta : Gelora
Aksara Pratama, 2006), h. 187.
[7] Philip Coombs dan J. Hallok, op.cit, h. 10
[8] Idochi Anwar, Administrasi Pendidikan dan Manajemen Biaya
Pendidikan (Bandung : Alfa Beta, 2003), h. 112.
[9] Suryadi dan Budimansyah, Pendidikan Nasional Menuju Masyarakat
Indonesia Baru, (Bandung : PT. Genesindo, 2004), h. 182.
[10] Ary. H. Gunawan, Administrasi Sekolah : Administrasi
Pendidikan Mikro, (Jakarta : Rineka Cipta, 1996), h. 160.
[11] Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah Konsep, Strategi dan Implementasi,
(Bandung : Rosda Karya, 2004), h. 47.
[12] Gunawan, Op.cit, h, 160
[13] Mulyana, Op.cit, h. 48.
[14] Gunawan, Op.cit, h. 161.
[15] Sutisna, Op.cit, hh. 151-152.
[16] Jones, School Finance : Technique and Social Policy, (London : Collier
Macmillan Pub, 1985), h. 151.
[17] Mulyasa, Op.cit, h. 49.
[18] Ibid, h. 49.
[19] Sutisna, Op.cit, h. 152-153.
[20] Liphan James, The Principles Concepts, Competencies and
Cases (New York : Broadway, 1999), h. 1.
[21] Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan
Teoritik dan Permasalahannya (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1999), h.
181.
[22] Sutisna, Op.cit, h. 151.
[23] Mulyasa, Op.cit, h. 48
[24] Departemen Pendidikan
Nasional, Buku Panduan Bantuan
Operasional Sekolah, h.5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar