Senin, 13 Februari 2017

Problem based learning




Kemajuan teknologi telah menstimulasi pendidikan untuk dapat beradaptasi sesuai dengan tuntutan zaman dan menumbuhkan kesempatan belajar bagi peserta didik (grown learning). Model pembelajaran adalah sebuah metodologi untuk melaksanakan perubahan. Pembelajar adalah seorang profesionalis yang menjalankan fungsi-fungsinya dengan menggunakan metodologi untuk membelajarkan peserta didik dengan cara yang tidak konstan, artinya pembelajar harus berinovasi dan menciptakan perubahan yang baik pada dirinya maupun pada peserta didik.
Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) merupakan salah satu model pembelajaran yang berasosiasi dengan pembelajaran kontekstual. Pembelajaran artinya dihadapkan pada suatu masalah, yang kemudian dengan melalui pemecahan masalah, melalui masalah tersebut siswa belajar keterampil-keterampilan yang lebih mendasar.
Sebelum memulai proses belajar-mengajar di dalam kelas, siswa terlebih dahulu diminta untuk mengobservasi suatu fenomena terlebih dahulu. Kemudian siswa diminta mencatat masalah-masalah yang muncul. Setelah itu tugas guru adalah merangsang siswa untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas guru adalah mengarahkan siswa untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan pendapat yang berbeda dari mereka.
Memanfaatkan lingkungan siswa untuk memperoleh pengalaman belajar. Guru memberikan penugasan yang dapat dilakukan di berbagai konteks lingkungan siswa, antara lain di sekolah, keluarga dan masyarakat. Penugasan yang diberikan oleh guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar diluar kelas. Siswa diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung tentang apa yang sedang dipelajari. Pengalaman belajar merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan siswa dalam rangka mencapai penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi pembelajaran.

PENJELASAN KONSEP


A.  Pengertian Problem Based Learning (PBL)
Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) merupakan salah satu model pembelajaran yang berasosiasi dengan pembelajaran kontekstual. Pembelajaran artinya dihadapkan pada suatu masalah, yang kemudian dengan melalui pemecahan masalah, melalui masalah tersebut siswa belajar keterampilan-keterampilan yang lebih mendasar.
Pembelajaran berdasarkan masalah (problem based learning) adalah suatu pendekatan untuk membelajarkan siswa untuk mengembangkan keterampilan berfikir dan keterampilan memecahkan masalah, belajar peranan orang dewasa yang otentik serta menjadi pelajar mandiri. Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi yang sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan tetapi pembelajaran berbasis masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah dan keterampilan intelektual, fokus pada permasalahan yang relevan dan familiar dengan kebutuhan siswa, mengandung isu yang menarik bagi siswa, belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata dan menjadi pembelajaran yang mandiri. Model pembelajaran berbasis masalah adalah sebuah model pembelajaran yang dilakukan dengan adanya pemberian rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan masalah oleh siswa yang diharapkan dapat menambah keterampilan siswa dalam pencapaian materi pembelajaran.
Belajar berbasis masalah adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berlandaskan pada paradigma konstruktivisme, yang berorientasi pada proses belajar siswa (student-centered learning). PBL (Problem based learning) merupakan model pembelajaran yang sangat populer dalam dunia kedokteran sejak 1970-an. PBL berfokus pada penyajian suatu pernyataan nyata atau simulasi kepada siswa, kemudian siswa diminta mencari pemecahannya melalui serangkaian penelitian dan investigasi berdasarkan teori, konsep, prinsip yang dipelajarinya dari berbagai bidang ilmu (multiple perspective). Permasalahan menjadi fokus, stimulus dan pemandu proses belajar. Sementara, guru menjadi fasilitator dan pembimbing. PBL mempunyai banyak variasi, diantaranya terdapat lima bentuk belajar berbasis masalah, sebagai berikut.
a.       Permasalahan sebagai pemandu : masalah menjadi acuan konkret yang harus menjadi perhatian pemelajar. Bacaan diberikan sejalan dengan masalah. Masalah menjadi kerangka berpikir pemelajar dalam mengerjakan tugas.
b.      Permasalahan sebagai kesatuan dan alat evaluasi: masalah disajikan setelah tugas-tugas dan penjelasan diberikan. Tujuannya memberikan kesempatan bagi pemelajar untuk menerapkan pengetahuannya untuk memecahkan masalah.
c.       Permasalahan sebagai contoh : masalah dijadikan contoh dan bagian dari bahan belajar. Masalah digunakan untuk menggambarkan teori konsep atau prinsip dan dibahas antara pemelajar dan guru.
d.      Permasalahan sebagai fasilitasi proses belajar : masalah dijadikan alat untuk melatih pemelajar bernalar dan bersikap kritis.
e.       Permasalahan sebagai stimulus belajar : masalah merangsang pemelajar untuk mengembangkan keterampilan mengumpulkan dan menganalisis data yang berkaitan dengan masalah dan keterampilan metakognitif.
Model ini bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu yang harus dipelajari siswa untuk melatih dan meningkatkan kemampuan berfikir kritis dan menyelesaikan masalah, serta mendapat pengetahuan konsep-konsep penting. Pendekatan pembelajaran ini mengutamakan proses belajar dimana tugas guru harus memfokuskan diri untuk membantu siswa mencapai ketrampilan mengarahkan diri. Pembelajaran berdasarkan masalah penggunaannya di dalam tingkat berfikir lebih, dalam situasi berorientasi pada masalah, termasuk bagaimana belajar.
Guru dalam pembelajaran berdasarkan masalah berperan sebagai penyaji masalah, penanya, mengadakan dialog membantu menyelesaikan masalah, dan memberi fasilitas penelitian. Selain itu guru menyiapkan dukungan dan dorongan yang dapat meningkatkan pertumbuhan intelektual siswa. Pembelajaran berdasarkan masalah hanya dapat terjadi jika guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang terbuka dan membimbing pertukaran gagasan. Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah:
a.       Membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir, memecahkan masalah, dan ketrampilan intelektual.
b.      Melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran melalui pengalaman nyata atau simulasi sehingga ia dapat mandiri [1]
Definisi pendekatan berbasis masalah (problem based learning) adalah suatu lingkungan belajar dimana masalah mengendalikan proses belajar mengajar. Hal ini berarti sebelum pelajar belajar, mereka diberikan umpan berupa masalah. Masalah diajukan agar pelajar mengetahui bahwa mereka harus mempelajari beberapa pengetahuan baru sebelum mereka memecahkan masalah tersebut.
Pendekatan ini juga mencakup keduanya yaitu sebagai sebuah kurikulum dan proses. Kurikulum pembelajaran berbasis masalah terdiri atas masalah-masalah yang dirancang dan dipilih dengan teliti, yang menuntut kemahiran pembelajar dalam critical knowledge, problem solving proficiency, self-directed learning strategis dan team participation skills. Dalam prosesnya, pendekatan belajar berbasis masalah ini meniru pendekatan sistem yang biasa digunakan untuk memecahkan masalah atau menemukan tantangan-tantangan yang dihadapi dalam hidup dan karir (Barrows dan Kelson). Para ahli lainnya mengemukakan bahwa pendekatan berbasis masalah adalah suatu pendekatan untuk membentuk struktur kurikulum yang melibatkan pelajar menghadapi masalah dengan latihan yang memberikan stimulus untuk belajar (Boud & Feletti). Pendekatan ini juga merupakan suatu pengajaran yang menantang pelajar untuk “learn to learn”, bekerjasama dalam sebuah grup untuk mencari solusi dari msalah-masalah yang nyata di dunia ini. Masalah-masalah ini digunakan untuk menarik rasa keingintahuan pelajar dan menginisiasikan pokok-pokok perkara. Metode ini mempersiapkan pelajar untuk berpikir kritis dan analitis, serta untuk menemukan dan menggunakan sumber-sumber belajar.
Terdapat sejumlah tujuan dari problem based learning ini. Berdasarkan Barrows, Tamblyn (1980) dan Engel (1977), problem based learning dapat meningkatkan kedisiplinan dan kesuksesan dalam hal :
a.       Adaptasi dalam partisipasi dalam suatu perubahan
b.      Aplikasi dari pemecahan masalah dalam situasi yang baru atau yang akan datang
c.       Pemikiran yang kreatif dan kritis
d.      Adopsi data holistik untuk masalah-masalah dan situasi-situasi
e.       Apresiasi dari beragam cara pandang
f.       Kolaborasi tim yang sukses
g.      Identifikasi dalam mempelajari kelemahan dan kekuatan
h.      Kemajuan mengarahkan diri sendiri
i.        Kemampuan komunikasi yang efektif
j.        Uraian dasar-dasar atau argumentasi pengetahuan
k.      Kemampuan dalam kepemimpinan, dan
l.        Pemanfaatan sumber-sumber yang bervariasi dan relevan.
Bagaimana peranan dan prosedur problem based learning dalam pembelajaran? Hal ini bisa dijawab dengan contoh berikut:
Dalam sebuah kelas dibagi beberapa grup. Masing-masing grup terdiri lima pelajar. Pada tahap awal, grup-grup mendefinisikan tentang learning issues, mereka meyakini bahwa setiap masalah baru disajikan untuk menentukan bagaimana cara membagi tugas kerja mereka memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian, implementasi problem based learning yang agresif memerlukan sumber-sumber pustaka yang banyak. Demikian juga dalam kelas yang besar, memerlukan jumlah tutor yang memadai untuk bertindak sebagai fasilitator grup-grup. Fasilitator ini memiliki peranan dan melatih kerjasama, membimbing tanpa berkesan seperti berpura-pura menyembunyikan jawaban, dan cara-cara dalam menyajikan masalah-masalah yang autentik[2].
Pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang cirri utamanya pengajuan pertanyaan atau masalah, memusatkan pada keterkaitan antar disiplin, penyelidikan autentik, kerjasama dan menghasilkan karya atau hasil peraga. Model pembelajaran menyajikan masalah autentik dan bermakna sehingga siswa dapat melakukan penyelidikan dan menemukan sendiri. Pembelajaran Berbasis Masalah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.       Pengajuan masalah atau pertanyaan
Pengaturan pembelajaran masalah berkisar pada masalah atau pertanyaan yang penting bagi siswa maupun masyarakat. Pertanyaan dan masalah yang diajukan itu haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut:
1.      Autentik. Yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan dunia nyata dari pada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu.
2.      Jelas. Yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti tidak menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan penyelesaian siswa.
3.      Mudah dipahami. Yaitu masalah yang diberikan hendaknya mudah dipahami siswa. Selain itu, masalah disusun dan dibuat sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.
4.      Luas dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan hendaknya bersifat luas, artinya masalah tersebut mencakup seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan waktu, ruang dan sumber yang tersedia. Selain itu, masalah yang telah disusun tersebut harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
5.      Bermanfaat. Yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan haruslah bermanfaat, baik bagi siswa sebagai pemecah masalah maupun guru sebagai pembuat masalah. Masalah yang bermanfaat adalah masalah yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir dan memecahkan masalah siswa serta membangkitkan motivasi belajar siswa.
b.      Keterkaitan dengan berbagai masalah disiplin ilmu
Masalah yang diajukan dalam pembelajaran berbasis masalah hendaknya mengaitkan atau melibatkan berbagai disiplin ilmu.
c.       Penyelidikan yang autentik
Penyelidikan yang diperlukan dalam pembelajaran berbasis masalah bersifat autentik. Selain itu penyelidikan diperlukan untuk mencari penyelesaian masalah yang bersifat nyata. Siswa menganalisis dan merumuskan masalah, mengembangkan dan meramalkan hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan eksperimen, menarik kesimpulan dan menggambarkan hasil akhir.
d.      Menghasilkan dan memamerkan hasil/karya
Pada pembelajaran berbasis masalah, siswa bertugas menyusun hasil penelitiannya dalam bentuk karya dan memamerkan hasil karyanya. Artinya hasil penyelesaian masalah siswa ditampilkan atau dibuatkan laporannya.
e.       Kolaborasi
Pada pembelajaran masalah, tugas-tugas belajar berupa masalah harus diselesaikan bersama-sama antar siswa dengan siswa , baik dalam kelompok kecil maupun besar, dan bersama-sama antar siswa dengan guru.
B.  Karakteristik Problem based learning
Barrows (1996), dalam tulisannya yang berjudul Problem-Based Learning in Medicine and Beyond juga mengemukakan beberapa karakteristik Problem based learning sebagai berikut.
1.      Proses pembelajaran bersifat Student-Centered. Melalui bimbingan tutor (guru) siswa harus bertanggung jawab atas pembelajaran dirinya, mengidentifikasi apa yang mereka perlu ketahui untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik, mengelola pennasalahan, dan menentukan dimana mereka akan memperoleh infonnasi (buku teks jumal, internet, dsb.).
2.      Proses pembelajaran berlangsung dalam kelompok kecil setiap kelompok biasanya terdiri atas 4-6 orang. Anggota kelompok sebaiknya ditukar untuk setiap unit kurikulum lainnya. Kondisi demikian akan memberi pengalaman praktis kepada mahasiswa untuk bekerja dan belajar secara lebih intensif dan efektif dalam variasi kelompok yang berbeda.
3.      Guru berperan sebagai fasilitator atau pembimbing. Dalam hal ini guru tidak berperan sebagai pemberi ceramah atau pemberi informasi faktual. Dalam perannya sebagai fasililator, guru tidak memberi tahu siswa apakah pemikiran siswanya benar atau salah, dan juga tidak memberi tahu siswa tentang apa yang harus mereka pelajari atau baca. Siswa itu sendirilah (secara berkelompok) yang mengidentifikasi dan menentukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip apa yang harus mereka pelajari dan mereka pahami agar mampu memecahkkan masalah yang telah disajikan dosen pada awal setting pembelajaran.
4.      Permasalahan-permasalahan yang disajikan dalam setting pembelajaran diorganisasi dalam bentuk dan fokus tertentu dan merupakan stimulus pembelajaran. Misalnya, masalah pasien atau masalah kesehatan masyarakat, disajikan dalam berbagi bentuk seperti: kasus tertulis, simulasi komputer, atau video. Kondisi demikian akan menantang dan menghadapkan siswa dalam situasi praktis serta akan memotivasi siswa untuk belajar. Untuk memecahkan masalah tersebut, siswa akan merealisasikan apa yaiig perlu mereka pelajari dari ilmu-ilmu dasar (basic science), serta akan mengarahkan mereka untuk mengintegrasikan informasi-informasi dari berbagai disiplin ilmu.
5.      Informasi baru diperoleh melalui belajar secara mandiri (Self-directed learning). Siswa diharapkan belajar dari dunia pengetahuan dan mengakumulasikan keahliannya melalui belajar secara mandiri, serta dapat berbuat seperti praktisi yang sesungguhnya. Selama proses belajar secara mandiri, mahasiswa bekerja bersama dalam kelompok, berdiskusi, melakukan komparasi, mereview, serta berdebat tentang apa yang sudah mereka pelajari.
6.      Masalah (problems) merupakan wahana untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah klinik. Format permasalahan hendaknya mempresentasikan permasalahan pasien sesuai dengan dunia realita. Format permasalahan juga harus memberi kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyan-pertanyaan kepada pasien, melakukan test fisik, test laboratorium, dan runtutan lainnya.

C.  Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah
Ada lima strategi dalam menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBL) menurut Martinis Yamin dalam Duffy & Cunningham yaitu [3]
1.      Permasalahan sebagai kajian. 
2.      Permasalahan sebagai penjajakan pemahaman 
3.      Permasalahan sebagai contoh 
4.      Permasalahan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses 
5.      Permasalahan sebagai stimulus aktifitas otentik

D.  Langkah Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran berdasarkan masalah memusatkan pada manfaat kehidupannya yang bermakna bagi siswa, peran guru menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dengan dialog [4]. Penerapan model pembelajaran berbasis masalah terdiri dari lima langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa.
·         Tahap 1 : Orientasi siswa pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pelajaran, mendeskripsikan keperluan-keperluan logistik penting, dan memotivasi siswa untuk ikut terlibat dalam kegiatan problem solving yang dipilihnya sendiri
·         Tahap 2 : Mengorganisasi siswa untuk belajar
Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
·         Tahap 3 : Membimbing penyelidikan individual dan kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang tepat guna, melaksanakan eksperimen, dan berusaha menemukan penjelasan dan solusi.
·         Tahap 4 : Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Guru membantu siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu berbagai tugas dengan temannya
·         Tahap 5 : Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang mereka gunakan
Anchored instruction adalah salah satu tipe problem based learning yang menggunakan sebuah situasi yang menarik dan kompleks sebagai anchor (jangkar) untuk pembelajaran. Kelompok Vanderbilt menyebut pendekatannya problem solvingnya sebagai anchored instruction. Jangkar ini memberikan fokus alasan untuk menetapkan tujuan, merencanakan dan menggunakan perangkat matematika untuk menyelesaikan masalah. Hasil yang diinginkan adalah mengembangkan pengetahuan yang berguna dan fleksibel, tidak inert (lembam). Pendekatan belajar yang disituasikan dengan pengalaman-pengalaman mengatasi masalah[5]:

Problem based learning
Anchored Instruction
Masalah
Masalah yang ill-structured dan realistis
Naratif  berbasis video yang diakhiri dengan permasalahan yang kompleks
Peran masalah
Fokus untuk mempelajari informasi dan menalar strategi
Menyediakan pengalaman agar siswa dapat mendukung pengatasan masalah
Proses
Mengidentifikasi fakta, melahirkan ide-ide dan isu-isu belajar, SDL, revisitasi dan refleksi
Guided planning dan melahirkan subtujuan
Peran guru
Memfasilitasi proses pembelajaran dan memberikan contoh penalaran
Mengaitkan pengetahuan pengetahuan yang sebelumnya sudah dimiuliki siswa, memberikan model berbagai strategi problem solving, memberikan content instruction (pengajaran isi) bilamana dibutuhkan oleh siswa

Kolaborasi
Negosiasi ide-ide


Siswa-siswa secara individual membawa pengetahuan baru ke kelompok untuk diterapkan pada masalahnya
Negosiasi untuk ide-ide dan strategi-strategi dalam kelompok kecil dan seluruh kelas
Alat-alat
Structured whiteboard
Sumber-sumber belajar yang diidentifikasi oleh siswa
Video controller
Alat-alat spesifik masalah (misalnya peta, kompas)

Peran guru, siswa dan masalah dalam pembelajaran berbasis masalah dapat digambarkan sebagai berikut:
Guru sebagai pelatih
Siswa sebagai problem solver
Masalah sebagai awal tantangan dan motivasi
·      Asking about thinking (bertanya tentang pemikiran)
·      Memonitor pembelajaran
·      Probbing (menantang siswa untuk berfikir )
·      Menjaga agar siswa terlibat
·      Mengatur dinamika kelompok
·      Menjaga berlangsungnya proses
· Peserta yang aktif terlibat langsung dalam pembelajaran.
· Membangun pembelajaran
·     Menarik untuk dipecahkan
·     Menyediakan kebutuhan yang ada hubungannya dengan pelajaran yang dipelajari



E.  Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Masalah
Pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah secara ringkas sebagai berikut:
1.      Tugas perencanaan
Sesuai dengan hakekat interaktifnya pembelajaran berbasis masalah membutuhkan banyak perencanaan sepeti halnya model pembelajaran yang terpusat pada siswa lainnya:
a.       Penetapan tujuan
Mendeskripsikan bagaimana Problem Based Learning (PBL) direncanakan untuk membantu mencapai tujuan seperti keterampilan menyelidiki, memahami peran orang dewasa dan membantu siswa menjadi pembelajar yang mandiri.
b.      Merancang situasi masalah yang sesuai
Beberapa guru dalam pembelajaran berbasis masalah memberikan siswa keleluasaan dalam memilih masalah untuk diselidiki karena cara ini dapat meningkatkan motivasi siswa. Masalah sebaiknya autentik (berdasarkan pada pengalaman dunia nyata siswa), mengandung teka-teki dan tidak memungkinkan kerjasama, bermakna bagi siswa dan konsisten dengan tujuan kurikulum.
c.       Organisasi sumber daya dan rencana logistik
Dalam pembelajaran berbasis masalah ini siswa dimungkinkan bekerja dengan berbagai material dan peralatan, dan pelaksanaannya bisa dilakukan di dalam kelas, di perpustakaan maupun di laboratorium, bahkan dapat pula dilakukan di luar sekolah.
2.    Tugas interaktif
a.       Orientasi siswa terhadap masalah
Siswa perlu memahami bahwa tujuan pembelajaran berbasis masalah tidak untuk memperoleh masalah baru dalam jumlah besar, tetapi untuk melakukan penyelidikan terhadap masalah yang penting dan untuk menjadi pembelajaran yang mandiri. Cara yang baik untuk menyajikan masalah untuk sebuah pelajaran dalam pembelajaran berbasis masalah adalah dengan menggunakan kejadian yang mencengangkan yang dapat menimbulkan misteri dan keinginan untuk memecahkan masalah.
b.      Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Diperlukan pengembangan keterampilan kerjasama di antara siswa dan saling membantu untuk menyelidiki masalah secara bersama. Berkenaan dengan hal ini siswa memerlukan bantuan guru untuk merencanakan penyelidikan dan tugas-tugas pelaporan.
c.       Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok
·      Guru membantu siswa dalam pengumpulan informasi dari berbagai sumber. Siswa diberi pertanyaan yang membuat mereka memikirkan masalah dan jenis informasi yang dibutuhkan untuk pemecahan masalah. Siswa diajarkan menjadi penyelidik yang aktif dan dapat menggunakan metode yang sesuai untuk masalah yang dihadapinya.
·      Guru mendorong siswa dalam pengumpulan informasi dari berbagai sumber, siswa diberi pertanyaan yang  membuat mereka memikirkan masalah dan jenis informasi yang dibutuhkan untuk pemecahan masalah. Selama tahap penyelidikan guru memberi bantuan yang dibutuhkan tanpa mengganggu siswa.
·      Puncak proyek-proyek pembelajaran berbasis masalah adalah penciptaan dan peragaan hasil karya seperti laporan, poster, model-model fisik. Tugas guru pada akhir pembelajaran berbasis masalah adalah membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan yang mereka gunakan.
d.      Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah
Tugas guru pada tahap ini adalah membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan yang mereka gunakan.
3.    Lingkungan Belajar dan tugas-tugas manajemen
Guru harus memiliki prosedur untuk pengelolaan, penyimpanan dan pendistribusian bahan tugas dan harus memiliki seperangkat peraturan yang jelas untuk mengendalikan tingkah laku siswa saat melakukan penyelidikan diluar kelas termasuk penyelidikan di masyarakat.
4.    Asesmen dan Evaluasi
Teknik penilaian dan evaluasi yang sesuai dengan metode Problem Based Learning (PBL) adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan oleh siswa yang merupakan hasil penyelidikan mereka. Tugas (asesmen) dan evaluasi yang sesuai metode pembelajaran Problem Based Learning (PBL) atau inquiry terutama terdiri dari menemukan prosedur penilaian alternatif yang dapat digunakan untuk mengukur pekerjaan siswa. Hasil belajar utama dalam Problem Based Learning (PBL) atau inquiry meliputi :
a.    Keterampilan inquiry dan pemecahan masalah
b.    Mendapatkan perilaku-perilaku peran orang dewasa
c.    Menjadi peserta didik yang mandiri atau peserta didik yang otonom.

F.   Tujuan dan Hasil Belajar Pembelajaran Berbasis Masalah
Tujuan utama PBL ini menurut Hsiao adalah untuk mengarahkan peserta didik mengembang kemampuan belajar kolaboratif, kemampuan berpikir dan strategi-strategi belajarnya sehingga peserta didik bisa belajar dengan kemampuan sendiri tanpa bantuan orang lain atau pembelajar (self-directed learning strategies). Adapun tujuan dan hasil dari model pembelajaran berbasis masalah ini adalah:
1.    Keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah
Pembelajaran berbasis masalah ini ditujukan untuk mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
2.    Pemodelan peranan orang dewasa.
Resnick mengemukakan bahwa bentuk pembelajaran berbasis masalah penting menjembatani gap antara pembelajaran sekolah formal dengan aktivitas mental yang lebih praktis yang dijumpai di luar sekolah. Aktivitas-aktivitas mental di luar sekolah yang dapat dikembangkan adalah :
·         PBL mendorong kerjasama dalam menyelesaikan tugas.
·         PBL memiliki elemen-elemen magang. Hal ini mendorong pengamatan dan dialog dengan yang lain sehingga pebelajar secara bertahap dapat memi peran yang diamati tersebut.
·         PBL melibatkan pebelajar dalam penyelidikan pilihan sendiri, yang memungkinkan mereka menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia nyata dan membangun femannya tentang fenomena itu.


3.      Belajar Pengarahan Sendiri (self directed learning)
Pembelajaran berbasis masalah berpusat pada pembelajar. Pembelajar harus dapat menentukan sendiri apa yang harus dipelajari, dan dari mana informasi harus diperoleh, dibawah bimbingan pembelajar. Dengan bimbingan pembelajar yang secara berulang-ulang mendorong dan mengarahkan mereka untuk mengajukan pertanyaan mencari penyelesaian terhadap masalah nyata oleh mereka sendiri, pembelajar belajar untuk menyelesaikan tugas-tugas itu secara mandiri dalam kehidupan kelak.

G. Penelitian tentang inquiry dan problem based learning
Metode-metode inquiry mirip dengan discovery learning dan memiliki beberapa masalah yang sama, sehingga inquiry harus direncanakan dan diorganisasikan dengan seksama, khususnya untuk para siswa yang kurang siap, yang mungkin kurang memiliki pengetahuan latar belakang dan keterampilan problem solving yang dibutuhkan untuk dapat mengambil manfaatnya. 
Pendekatan terbaik di SD dan sekolah menengah mungkin adalah penyeimbangan antara metode yang difokuskan pada isi dan inquiry atau metode berbasis masalah. Fase dalam meode ini adalah:
1.      Dalam kelompok-kelompok kecil, siswa melaksanakan eksperimen eksploratik untuk mengidentifikasi variabel-variabel
2.      Guru memimpin diskusi, menjelaskan controlled variabel strategy, dan memberikan model pemikiran yang baik tentang desain eksperimen
3.      Siswa merancang dan melaksanakan eksperimen aplikasi untuk mengisolasi variabel-variabel penyebab sesuatu
Kombinasi inquiry, diskusi, penjelasan dan modelling sukses dalam membantu siswa memahami konsep itu.
H.      Kelebihan dan kekurangan model  Program based Learning (PBL)
a.    Kelebihan
Sebagai suatu model pembelajaran, Prolem Based Learning  (PBL) memiliki beberapa kelebihan, diantaranya :
1.      Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menekankan pengetahuan baru bagi siswa
2.      Meningkatkan motivasi dan aktivitas pembelajaran siswa.
3.      Membantu siswa dalam mentransfer pengetahuan siswa untuk memahami masalah dunia nyata
4.      Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
5.      Mengembangkan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
6.      Memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
7.      Mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal terkhir.
8.      Memudahkan siswa dalam mengusai konsep-konsep yang dipelajari guna memecahkan masalah dalam dunia nyata.


b.    Kelemahan
Disamping kelebihan diatas, PBL juga memiliki kelemahan, diantaranya :
1.      Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencobanya.
2.      Untuk sebagian siswa beranggapan bahwa tanpa pemahaman mengenai materi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah mengapa mereka harus berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
I.     Perbedaan Mendasar antara Problem Based Learning & Problem Solving
Pembelajaran berbasis masalah dirancang dalam suatu prosedur pembelajaran yang diawali dengan sebuah masalah dan menggunakan instruktur sebagai pelatih metakognitif. Ada suatu perbedaan yang mendasar antara problem solving dan problem based learning. Dalam pembelajaran dengan strategi problem solving seperti yang kebanyakan dilakukan oleh para guru dewasa ini, siswa disuguhi permasalahan setelah kepada mereka dipresentasikan informasi-informasi mengenai materi ajar (fakta, konsep, prinsip, hukum, dsb) dan mereka tidak tahu mengapa mereka harus mempelajari materi ajar tersebut. Sedangkan dalam prosedur Problem Based Learning, setting awalnya adalah penyajian masalah. Proses pembelajaran dimulai setelah siswa dikonfrontasikan dengan struktur masalah, sehingga dengan cara itu siswa mengetahui mengapa mereka harus mempelajari materi ajar tersebut. Informasi-informasi akan mereka kumpulkan dan mereka analis dari unit-unit materi ajar yang mereka pelajari dengan tujuan untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Masalah yang disajikan juga hendaknya dapat memunculkan konsep-konsep maupun prinsip-prinsip yang relevan dengan content domain.  Melalui problem based learning mahasiswa akan belajar bagaimana menggunakan suatu proses interaktif dalam mengevaluasi apa yang mereka ketahui, mengidentifikasi apa yang periu mereka ketahui, mengumpulkan informasi, dan berkolaborasi dalam mengevaluasi suatu hipotesis berdasarkan data yang telah mereka kumpulkan. Sedangkan dosen lebih berperan sebagai tutor dan fasilitator dalam menggali dan menemukan hipotesis, serta dalam mengambil kesimpulan.


KESIMPULAN

Pembelajaran berdasarkan masalah (problem based learning) adalah suatu pendekatan untuk membelajarkan siswa untuk mengembangkan keterampilan berfikir dan keterampilan memecahkan masalah, belajar peranan orang dewasa yang otentik serta menjadi pelajar mandiri. Adapun bentuk belajar berbasis masalah, yaitu : permasalahan sebagai pemandu, permasalahan sebagai kesatuan dan alat evaluasi, permasalahan sebagai contoh, permasalahan sebagai fasilitasi proses belajar, permasalahan sebagai stimulus belajar. Pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah secara ringkas sebagai berikut : Tugas perencanaan, tugas interaktif, Lingkungan Belajar dan tugas-tugas manajemen, Asesmen dan Evaluasi.
Tujuan dan hasil dari model pembelajaran berbasis masalah ini adalah: Keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah, Pemodelan peranan orang dewasa, Belajar Pengarahan Sendiri (self directed learning). Kelebihan model pembelajaran, Prolem Based Learning  (PBL) yaitu menantang kemampuan siswa, meningkatkan motivasi dan aktivitas, membantu siswa dalam mentransfer pengetahuan, membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya. Adapun kekurangannya diantaranya : ketika siswa tidak memiliki minat belajar, akan sulit untuk memecahkan masalah tersebut, sebagian siswa beranggapan bahwa tanpa pemahaman mengenai materi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah mengapa mereka harus berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
              REKOMENDASI
Berdasarkan kesimpulan diatas maka perlu diajukan beberapa rekomendasi yang dapat menunjang terhadap penyempurnaan penggunaan metode problem based learning untuk meningkatkan aktivitas berfikir siswa pada mata pelajaran, rekomendasi ini disampaikan kepada pihak guru, kepala sekolah, pihak dinas pendidikan dan pengajaran, dan peneliti selanjutnya.
1. Bagi Guru
Bagi guru mata pelajaran diharapkan dapat menggunakan metode problem based learning, sebab metode ini dapat menciptakan aktivitas belajar menjadi lebih baik, dan selain itu dapat menciptakan pembelajaran yang lebih aktif, saling berinteraksi antara siswa dengan siswa, siswa dan guru, dan berbagai kolaboratif yang membuat suasana belajar lebih menyenangkan.
2. Pihak Sekolah
Untuk meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah, sudah sewajarnya pihak sekolah mendukung terhadap penerapan inovasi – inovasi pembelajaran dengan memberikan fasilitas dan penyediaan sarana dan prasarana pembelajaran yang dibutuhkan guna menunjang terhadap terlaksananya inovasi pembelajaran tersebut sehingga apa yang diharapkan dapat tercapai dengan baik.
3. Pihak Dinas Pendidikan dan Pengajaran
Untuk mengoptimalisasikan metode problem based learning dalam usaha untuk meningkatkan kemampuan berfikir siswa melalui kegiatan pembelajaran yang berlangsung di sekolah, perlu adanya dukungan dari pihak pemerintah oleh karena itu dibutuhkan kebijakan – kebijakan yang dapat mendorong dan meningkatkan lancarnya pelaksanaan metode problem based learning di sekolah secara khusus, serta meningkatkan kualitas pendidikan secara umum.


4. Peneliti Selanjutnya
Perlu diadakannya penelitian dengan mengembangkan topik problem based learning hal ini dimaksudkan dapat memberikan informasi yang lebih luas terhadap guru sehingga metode problem based learning yang dikembangkan saat ini dapat bermanfaat sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Dsamping itu dapat memberikan pengalaman pada peneliti dalam menghadapi permasalahan praktis yang ada dilapangan beserta cara penyelesaianya dan sebagai bekal dalam mengajar pada kesempatan yang akan datang. Dapat memperoleh informasi secara langsung mengenai proses dan hasil belajar siswa serta memperoleh inspirasi untuk lebih meningkatkan metode problem based learning.













DAFTAR PUSTAKA


Ahmadi, Khoiru, IIF, Sofan A., Tatik E. 2011. Strategi Pembelajaran Sekolah Terpadu Cetakan pertama. Indonesia : Prestasi Pustakakarya.

Woolfolk, Anita. Educational Psychology. 2007. Boston: Pearson
            Education, Inc.

Jihad, Asep dan Abdul Haris. 2008. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multipressindo

Mudjiman, Haris. 2006. Belajar Mandiri. Surakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) UNS dan UPT Penerbitan dan Percetakan UNS (UNS Press). 

Siburian, Jodion. 2010. Model Pembelajaran Sains, Jambi: Universitas Jambi

Siregar, Evaline & Hartini, Nara. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Indonesia : Ghalia Indonesia

Yamin,  Martinis. 2011. Paradigma Baru Pembelajaran. Jambi: Gaung Persada Press





[1] Asep, Jihad dan Abdul, Haris, Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: Multipressindo, 2008), h. 37.
[2] Evaline, Siregar & Hartini, Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Indonesia : Ghalia Indonesia, 2010), hh. 119-121.
[3] Martinis, Y., Paradigma Baru Pembelajaran, (Jambi: Gaung Persada Press, 2011), h. 31.
[4] Ahmadi, Khoiru, IIF., Sofan A., Tatik E., Strategi Pembelajaran Sekolah Terpadu Cetakan pertama (Indonesia : Prestasi Pustakakarya, 2011), hh. 56-57.
[5] Anita, Woolfolk, Educational Psychology,  (Boston: Pearson Education, Inc., 2007.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar