Kemajuan teknologi telah
menstimulasi pendidikan untuk dapat beradaptasi sesuai dengan tuntutan zaman
dan menumbuhkan kesempatan belajar bagi peserta didik (grown learning).
Model pembelajaran adalah sebuah metodologi untuk melaksanakan perubahan.
Pembelajar adalah seorang profesionalis yang menjalankan fungsi-fungsinya
dengan menggunakan metodologi untuk membelajarkan peserta didik dengan cara
yang tidak konstan, artinya pembelajar harus berinovasi dan menciptakan
perubahan yang baik pada dirinya maupun pada peserta didik.
Pembelajaran berbasis
masalah (problem based learning)
merupakan salah satu model pembelajaran yang berasosiasi dengan pembelajaran
kontekstual. Pembelajaran artinya dihadapkan pada suatu masalah, yang kemudian
dengan melalui pemecahan masalah, melalui masalah tersebut siswa belajar
keterampil-keterampilan yang lebih mendasar.
Sebelum memulai proses
belajar-mengajar di dalam kelas, siswa terlebih dahulu diminta untuk
mengobservasi suatu fenomena terlebih dahulu. Kemudian siswa diminta mencatat
masalah-masalah yang muncul. Setelah itu tugas guru adalah merangsang siswa
untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas guru adalah
mengarahkan siswa untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan pendapat
yang berbeda dari mereka.
Memanfaatkan lingkungan
siswa untuk memperoleh pengalaman belajar. Guru memberikan penugasan yang dapat
dilakukan di berbagai konteks lingkungan siswa, antara lain di sekolah,
keluarga dan masyarakat. Penugasan yang diberikan oleh guru memberikan
kesempatan bagi siswa untuk belajar diluar kelas. Siswa diharapkan dapat
memperoleh pengalaman langsung tentang apa yang sedang dipelajari. Pengalaman
belajar merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan siswa dalam rangka
mencapai penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi
pembelajaran.
PENJELASAN
KONSEP
A. Pengertian Problem Based Learning (PBL)
Pembelajaran berbasis
masalah (problem based learning) merupakan salah satu model pembelajaran
yang berasosiasi dengan pembelajaran kontekstual. Pembelajaran artinya
dihadapkan pada suatu masalah, yang kemudian dengan melalui pemecahan masalah,
melalui masalah tersebut siswa belajar keterampilan-keterampilan yang lebih
mendasar.
Pembelajaran berdasarkan
masalah (problem based learning)
adalah suatu pendekatan untuk membelajarkan siswa untuk mengembangkan
keterampilan berfikir dan keterampilan memecahkan masalah, belajar peranan
orang dewasa yang otentik serta menjadi pelajar mandiri. Pembelajaran
berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi
yang sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan tetapi pembelajaran berbasis masalah
dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan
masalah dan keterampilan intelektual, fokus pada permasalahan yang
relevan dan familiar dengan kebutuhan siswa, mengandung isu yang menarik bagi
siswa, belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam
pengalaman nyata dan menjadi pembelajaran yang mandiri. Model pembelajaran
berbasis masalah adalah sebuah model pembelajaran yang dilakukan dengan adanya
pemberian rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan
masalah oleh siswa yang diharapkan dapat menambah keterampilan siswa dalam
pencapaian materi pembelajaran.
Belajar berbasis
masalah adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berlandaskan pada paradigma
konstruktivisme, yang berorientasi pada proses belajar siswa (student-centered learning). PBL (Problem based learning) merupakan model
pembelajaran yang sangat populer dalam dunia kedokteran sejak 1970-an. PBL
berfokus pada penyajian suatu pernyataan nyata atau simulasi kepada siswa,
kemudian siswa diminta mencari pemecahannya melalui serangkaian penelitian dan
investigasi berdasarkan teori, konsep, prinsip yang dipelajarinya dari berbagai
bidang ilmu (multiple perspective).
Permasalahan menjadi fokus, stimulus dan pemandu proses belajar. Sementara,
guru menjadi fasilitator dan pembimbing. PBL mempunyai banyak variasi,
diantaranya terdapat lima bentuk belajar berbasis masalah, sebagai berikut.
a. Permasalahan
sebagai pemandu : masalah menjadi acuan konkret yang harus menjadi perhatian
pemelajar. Bacaan diberikan sejalan dengan masalah. Masalah menjadi kerangka
berpikir pemelajar dalam mengerjakan tugas.
b. Permasalahan
sebagai kesatuan dan alat evaluasi: masalah disajikan setelah tugas-tugas dan
penjelasan diberikan. Tujuannya memberikan kesempatan bagi pemelajar untuk
menerapkan pengetahuannya untuk memecahkan masalah.
c. Permasalahan
sebagai contoh : masalah dijadikan contoh dan bagian dari bahan belajar.
Masalah digunakan untuk menggambarkan teori konsep atau prinsip dan dibahas
antara pemelajar dan guru.
d. Permasalahan
sebagai fasilitasi proses belajar : masalah dijadikan alat untuk melatih
pemelajar bernalar dan bersikap kritis.
e. Permasalahan
sebagai stimulus belajar : masalah merangsang pemelajar untuk mengembangkan
keterampilan mengumpulkan dan menganalisis data yang berkaitan dengan masalah
dan keterampilan metakognitif.
Model ini
bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu yang harus
dipelajari siswa untuk melatih dan meningkatkan kemampuan berfikir kritis dan
menyelesaikan masalah, serta mendapat pengetahuan konsep-konsep penting.
Pendekatan pembelajaran ini mengutamakan proses belajar dimana tugas guru harus
memfokuskan diri untuk membantu siswa mencapai ketrampilan mengarahkan diri.
Pembelajaran berdasarkan masalah penggunaannya di dalam tingkat berfikir lebih,
dalam situasi berorientasi pada masalah, termasuk bagaimana belajar.
Guru dalam
pembelajaran berdasarkan masalah berperan sebagai penyaji masalah, penanya,
mengadakan dialog membantu menyelesaikan masalah, dan memberi fasilitas
penelitian. Selain itu guru menyiapkan dukungan dan dorongan yang dapat
meningkatkan pertumbuhan intelektual siswa. Pembelajaran berdasarkan masalah
hanya dapat terjadi jika guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang terbuka
dan membimbing pertukaran gagasan. Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah:
a.
Membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan
berpikir, memecahkan masalah, dan ketrampilan intelektual.
b.
Melibatkan siswa secara aktif dalam proses
pembelajaran melalui pengalaman nyata atau simulasi sehingga ia dapat mandiri [1]
Definisi
pendekatan berbasis masalah (problem
based learning) adalah suatu lingkungan belajar dimana masalah
mengendalikan proses belajar mengajar. Hal ini berarti sebelum pelajar belajar,
mereka diberikan umpan berupa masalah. Masalah diajukan agar pelajar mengetahui
bahwa mereka harus mempelajari beberapa pengetahuan baru sebelum mereka
memecahkan masalah tersebut.
Pendekatan
ini juga mencakup keduanya yaitu sebagai sebuah kurikulum dan proses. Kurikulum
pembelajaran berbasis masalah terdiri atas masalah-masalah yang dirancang dan
dipilih dengan teliti, yang menuntut kemahiran pembelajar dalam critical knowledge, problem solving
proficiency, self-directed learning strategis dan team participation skills. Dalam prosesnya, pendekatan belajar
berbasis masalah ini meniru pendekatan sistem yang biasa digunakan untuk
memecahkan masalah atau menemukan tantangan-tantangan yang dihadapi dalam hidup
dan karir (Barrows dan Kelson). Para ahli lainnya mengemukakan bahwa pendekatan
berbasis masalah adalah suatu pendekatan untuk membentuk struktur kurikulum
yang melibatkan pelajar menghadapi masalah dengan latihan yang memberikan
stimulus untuk belajar (Boud & Feletti). Pendekatan ini juga merupakan
suatu pengajaran yang menantang pelajar untuk “learn to learn”, bekerjasama dalam sebuah grup untuk mencari solusi
dari msalah-masalah yang nyata di dunia ini. Masalah-masalah ini digunakan
untuk menarik rasa keingintahuan pelajar dan menginisiasikan pokok-pokok
perkara. Metode ini mempersiapkan pelajar untuk berpikir kritis dan analitis,
serta untuk menemukan dan menggunakan sumber-sumber belajar.
Terdapat
sejumlah tujuan dari problem based
learning ini. Berdasarkan Barrows, Tamblyn (1980) dan Engel (1977), problem based learning dapat
meningkatkan kedisiplinan dan kesuksesan dalam hal :
a. Adaptasi
dalam partisipasi dalam suatu perubahan
b. Aplikasi
dari pemecahan masalah dalam situasi yang baru atau yang akan datang
c. Pemikiran
yang kreatif dan kritis
d. Adopsi
data holistik untuk masalah-masalah dan situasi-situasi
e. Apresiasi
dari beragam cara pandang
f. Kolaborasi
tim yang sukses
g. Identifikasi
dalam mempelajari kelemahan dan kekuatan
h. Kemajuan
mengarahkan diri sendiri
i.
Kemampuan komunikasi
yang efektif
j.
Uraian dasar-dasar atau
argumentasi pengetahuan
k. Kemampuan
dalam kepemimpinan, dan
l.
Pemanfaatan
sumber-sumber yang bervariasi dan relevan.
Bagaimana
peranan dan prosedur problem based learning dalam pembelajaran? Hal ini bisa
dijawab dengan contoh berikut:
Dalam sebuah kelas dibagi beberapa grup. Masing-masing grup terdiri
lima pelajar. Pada tahap awal, grup-grup mendefinisikan tentang learning issues, mereka meyakini bahwa
setiap masalah baru disajikan untuk menentukan bagaimana cara membagi tugas
kerja mereka memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian, implementasi problem based learning yang agresif
memerlukan sumber-sumber pustaka yang banyak. Demikian juga dalam kelas yang
besar, memerlukan jumlah tutor yang memadai untuk bertindak sebagai fasilitator
grup-grup. Fasilitator ini memiliki peranan dan melatih kerjasama, membimbing
tanpa berkesan seperti berpura-pura menyembunyikan jawaban, dan cara-cara dalam
menyajikan masalah-masalah yang autentik[2].
Pembelajaran
berbasis masalah adalah pembelajaran yang cirri utamanya pengajuan pertanyaan
atau masalah, memusatkan pada keterkaitan antar disiplin, penyelidikan
autentik, kerjasama dan menghasilkan karya atau hasil peraga. Model
pembelajaran menyajikan masalah autentik dan bermakna sehingga siswa dapat
melakukan penyelidikan dan menemukan sendiri. Pembelajaran Berbasis Masalah
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.
Pengajuan masalah atau pertanyaan
Pengaturan
pembelajaran masalah berkisar pada masalah atau pertanyaan yang penting bagi
siswa maupun masyarakat. Pertanyaan dan masalah yang diajukan itu haruslah
memenuhi kriteria sebagai berikut:
1.
Autentik. Yaitu masalah harus lebih berakar pada
kehidupan dunia nyata dari pada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu
tertentu.
2.
Jelas. Yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam
arti tidak menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan
penyelesaian siswa.
3.
Mudah dipahami. Yaitu masalah yang diberikan
hendaknya mudah dipahami siswa. Selain itu, masalah disusun dan dibuat sesuai
dengan tingkat perkembangan siswa.
4.
Luas dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Yaitu
masalah yang disusun dan dirumuskan hendaknya bersifat luas, artinya masalah
tersebut mencakup seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan
waktu, ruang dan sumber yang tersedia. Selain itu, masalah yang telah disusun
tersebut harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
5.
Bermanfaat. Yaitu masalah yang disusun dan
dirumuskan haruslah bermanfaat, baik bagi siswa sebagai pemecah masalah maupun
guru sebagai pembuat masalah. Masalah yang bermanfaat adalah masalah yang dapat
meningkatkan kemampuan berfikir dan memecahkan masalah siswa serta
membangkitkan motivasi belajar siswa.
b.
Keterkaitan dengan berbagai masalah disiplin ilmu
Masalah
yang diajukan dalam pembelajaran berbasis masalah hendaknya mengaitkan atau
melibatkan berbagai disiplin ilmu.
c.
Penyelidikan yang autentik
Penyelidikan
yang diperlukan dalam pembelajaran berbasis masalah bersifat autentik. Selain
itu penyelidikan diperlukan untuk mencari penyelesaian masalah yang bersifat
nyata. Siswa menganalisis dan merumuskan masalah, mengembangkan dan meramalkan
hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan eksperimen,
menarik kesimpulan dan menggambarkan hasil akhir.
d. Menghasilkan
dan memamerkan hasil/karya
Pada
pembelajaran berbasis masalah, siswa bertugas menyusun hasil penelitiannya
dalam bentuk karya dan memamerkan hasil karyanya. Artinya hasil penyelesaian
masalah siswa ditampilkan atau dibuatkan laporannya.
e.
Kolaborasi
Pada pembelajaran masalah, tugas-tugas belajar berupa masalah harus diselesaikan bersama-sama antar siswa dengan siswa , baik dalam kelompok kecil maupun besar, dan bersama-sama antar siswa dengan guru.
Pada pembelajaran masalah, tugas-tugas belajar berupa masalah harus diselesaikan bersama-sama antar siswa dengan siswa , baik dalam kelompok kecil maupun besar, dan bersama-sama antar siswa dengan guru.
B. Karakteristik Problem based learning
Barrows (1996), dalam
tulisannya yang berjudul Problem-Based Learning in Medicine and Beyond
juga mengemukakan beberapa karakteristik Problem based learning sebagai
berikut.
1.
Proses pembelajaran bersifat Student-Centered.
Melalui bimbingan tutor (guru) siswa harus bertanggung jawab atas pembelajaran
dirinya, mengidentifikasi apa yang mereka perlu ketahui untuk memperoleh
pemahaman yang lebih baik, mengelola pennasalahan, dan menentukan dimana mereka
akan memperoleh infonnasi (buku teks jumal, internet, dsb.).
2.
Proses pembelajaran berlangsung dalam
kelompok kecil setiap kelompok biasanya terdiri atas 4-6 orang. Anggota
kelompok sebaiknya ditukar untuk setiap unit
kurikulum lainnya. Kondisi demikian akan memberi pengalaman praktis
kepada mahasiswa untuk bekerja dan belajar secara lebih intensif dan efektif dalam variasi kelompok yang berbeda.
3.
Guru berperan sebagai fasilitator atau pembimbing.
Dalam hal ini guru tidak berperan sebagai pemberi ceramah atau pemberi
informasi faktual. Dalam perannya sebagai fasililator, guru tidak memberi tahu
siswa apakah pemikiran siswanya benar atau salah, dan juga tidak memberi tahu
siswa tentang apa yang harus mereka pelajari atau baca. Siswa itu sendirilah
(secara berkelompok) yang mengidentifikasi dan menentukan konsep-konsep atau
prinsip-prinsip apa yang harus mereka pelajari dan mereka pahami agar mampu
memecahkkan masalah yang telah disajikan dosen pada awal setting pembelajaran.
4.
Permasalahan-permasalahan yang disajikan dalam setting pembelajaran diorganisasi dalam
bentuk dan fokus tertentu dan merupakan stimulus pembelajaran. Misalnya,
masalah pasien atau masalah kesehatan masyarakat, disajikan dalam berbagi
bentuk seperti: kasus tertulis, simulasi komputer, atau video. Kondisi demikian akan
menantang dan menghadapkan siswa dalam situasi praktis serta akan memotivasi siswa untuk belajar. Untuk memecahkan
masalah tersebut, siswa akan merealisasikan apa yaiig perlu mereka pelajari
dari ilmu-ilmu dasar (basic science), serta akan mengarahkan mereka
untuk mengintegrasikan informasi-informasi dari berbagai disiplin ilmu.
5.
Informasi baru diperoleh melalui belajar secara
mandiri (Self-directed learning). Siswa diharapkan belajar dari dunia
pengetahuan dan mengakumulasikan keahliannya melalui belajar secara mandiri,
serta dapat berbuat seperti praktisi yang sesungguhnya. Selama proses belajar
secara mandiri, mahasiswa bekerja bersama dalam kelompok, berdiskusi, melakukan
komparasi, mereview, serta berdebat tentang
apa yang sudah mereka pelajari.
6.
Masalah (problems) merupakan wahana untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah
klinik. Format permasalahan hendaknya mempresentasikan permasalahan pasien
sesuai dengan dunia realita. Format permasalahan juga harus memberi kesempatan
kepada siswa untuk mengajukan pertanyan-pertanyaan kepada pasien, melakukan test fisik, test laboratorium, dan runtutan lainnya.
C. Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah
Ada lima strategi dalam menggunakan model
pembelajaran berbasis masalah (PBL) menurut Martinis Yamin dalam Duffy & Cunningham yaitu [3]:
1.
Permasalahan sebagai
kajian.
2.
Permasalahan sebagai
penjajakan pemahaman
3.
Permasalahan sebagai
contoh
4.
Permasalahan sebagai
bagian yang tak terpisahkan dari proses
5.
Permasalahan sebagai
stimulus aktifitas otentik
D.
Langkah Pembelajaran
Berbasis Masalah
Pembelajaran
berdasarkan masalah memusatkan pada manfaat kehidupannya yang bermakna bagi
siswa, peran guru menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi
penyelidikan dengan dialog [4]. Penerapan model
pembelajaran berbasis masalah terdiri dari lima langkah utama yang dimulai
dengan guru memperkenalkan siswa dengan situasi masalah dan diakhiri dengan
penyajian dan analisis hasil kerja siswa.
·
Tahap 1 : Orientasi siswa pada masalah
Guru
menjelaskan tujuan pelajaran, mendeskripsikan keperluan-keperluan logistik
penting, dan memotivasi siswa untuk ikut terlibat dalam kegiatan problem
solving yang dipilihnya sendiri
·
Tahap 2 : Mengorganisasi siswa untuk belajar
Guru membantu
siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan
dengan masalah tersebut.
·
Tahap 3 : Membimbing penyelidikan individual dan
kelompok
Guru
mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang tepat guna, melaksanakan
eksperimen, dan berusaha menemukan penjelasan dan solusi.
·
Tahap 4 : Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Guru membantu
siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan
model serta membantu berbagai tugas dengan temannya
·
Tahap 5 : Menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah
Guru membantu
siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan dan proses-proses
yang mereka gunakan
Anchored instruction
adalah salah satu tipe problem based
learning yang menggunakan sebuah situasi yang menarik dan kompleks sebagai
anchor (jangkar) untuk pembelajaran. Kelompok Vanderbilt menyebut pendekatannya
problem solvingnya sebagai anchored
instruction. Jangkar ini memberikan fokus alasan untuk menetapkan tujuan,
merencanakan dan menggunakan perangkat matematika untuk menyelesaikan masalah.
Hasil yang diinginkan adalah mengembangkan pengetahuan yang berguna dan
fleksibel, tidak inert (lembam). Pendekatan belajar yang disituasikan dengan
pengalaman-pengalaman mengatasi masalah[5]:
|
Problem based learning
|
Anchored Instruction
|
Masalah
|
Masalah
yang ill-structured dan realistis
|
Naratif berbasis video yang diakhiri dengan
permasalahan yang kompleks
|
Peran masalah
|
Fokus
untuk mempelajari informasi dan menalar strategi
|
Menyediakan
pengalaman agar siswa dapat mendukung pengatasan masalah
|
Proses
|
Mengidentifikasi
fakta, melahirkan ide-ide dan isu-isu belajar, SDL, revisitasi dan refleksi
|
Guided planning dan melahirkan subtujuan
|
Peran guru
|
Memfasilitasi
proses pembelajaran dan memberikan contoh penalaran
|
Mengaitkan
pengetahuan pengetahuan yang sebelumnya sudah dimiuliki siswa, memberikan
model berbagai strategi problem solving,
memberikan content instruction
(pengajaran isi) bilamana dibutuhkan oleh siswa
|
Kolaborasi
|
Negosiasi
ide-ide
Siswa-siswa
secara individual membawa pengetahuan baru ke kelompok untuk diterapkan pada
masalahnya
|
Negosiasi
untuk ide-ide dan strategi-strategi dalam kelompok kecil dan seluruh kelas
|
Alat-alat
|
Structured whiteboard
Sumber-sumber
belajar yang diidentifikasi oleh siswa
|
Video
controller
Alat-alat
spesifik masalah (misalnya peta, kompas)
|
Peran guru, siswa dan
masalah dalam pembelajaran berbasis masalah dapat digambarkan sebagai berikut:
Guru sebagai pelatih
|
Siswa sebagai problem solver
|
Masalah sebagai awal tantangan dan
motivasi
|
·
Asking about thinking (bertanya
tentang pemikiran)
·
Memonitor pembelajaran
·
Probbing (menantang siswa untuk berfikir )
·
Menjaga agar siswa terlibat
·
Mengatur dinamika kelompok
·
Menjaga berlangsungnya proses
|
·
Peserta yang aktif terlibat
langsung dalam pembelajaran.
·
Membangun pembelajaran
|
·
Menarik untuk dipecahkan
·
Menyediakan kebutuhan yang ada
hubungannya dengan pelajaran yang dipelajari
|
E.
Pelaksanaan Pembelajaran
Berbasis Masalah
Pelaksanaan pembelajaran
berbasis masalah secara ringkas sebagai berikut:
1.
Tugas perencanaan
Sesuai dengan hakekat
interaktifnya pembelajaran berbasis masalah membutuhkan banyak perencanaan
sepeti halnya model pembelajaran yang terpusat pada siswa lainnya:
a.
Penetapan tujuan
Mendeskripsikan bagaimana
Problem Based Learning (PBL)
direncanakan untuk membantu mencapai tujuan seperti keterampilan menyelidiki,
memahami peran orang dewasa dan membantu siswa menjadi pembelajar yang mandiri.
b.
Merancang situasi
masalah yang sesuai
Beberapa guru dalam pembelajaran
berbasis masalah memberikan siswa keleluasaan dalam memilih masalah untuk
diselidiki karena cara ini dapat meningkatkan motivasi siswa. Masalah sebaiknya
autentik (berdasarkan pada pengalaman dunia nyata siswa), mengandung teka-teki
dan tidak memungkinkan kerjasama, bermakna bagi siswa dan konsisten dengan
tujuan kurikulum.
c.
Organisasi sumber daya
dan rencana logistik
Dalam pembelajaran
berbasis masalah ini siswa dimungkinkan bekerja dengan berbagai material dan peralatan,
dan pelaksanaannya bisa dilakukan di dalam kelas, di perpustakaan maupun di
laboratorium, bahkan dapat pula dilakukan di luar sekolah.
2.
Tugas interaktif
a.
Orientasi siswa terhadap
masalah
Siswa perlu memahami bahwa tujuan pembelajaran berbasis masalah tidak untuk
memperoleh masalah baru dalam jumlah besar, tetapi untuk melakukan penyelidikan
terhadap masalah yang penting dan untuk menjadi pembelajaran yang mandiri. Cara
yang baik untuk menyajikan masalah untuk sebuah pelajaran dalam pembelajaran
berbasis masalah adalah dengan menggunakan kejadian yang mencengangkan yang
dapat menimbulkan misteri dan keinginan untuk memecahkan masalah.
b.
Mengorganisasikan siswa
untuk belajar
Diperlukan pengembangan keterampilan kerjasama di antara siswa dan saling
membantu untuk menyelidiki masalah secara bersama. Berkenaan dengan hal ini
siswa memerlukan bantuan guru untuk merencanakan penyelidikan dan tugas-tugas
pelaporan.
c.
Membantu penyelidikan
mandiri dan kelompok
·
Guru membantu siswa
dalam pengumpulan informasi dari berbagai sumber. Siswa diberi pertanyaan yang
membuat mereka memikirkan masalah dan jenis informasi yang dibutuhkan untuk
pemecahan masalah. Siswa diajarkan menjadi penyelidik yang aktif dan dapat
menggunakan metode yang sesuai untuk masalah yang dihadapinya.
·
Guru mendorong siswa
dalam pengumpulan informasi dari berbagai sumber, siswa diberi pertanyaan
yang membuat mereka memikirkan masalah dan jenis informasi yang
dibutuhkan untuk pemecahan masalah. Selama tahap penyelidikan guru memberi
bantuan yang dibutuhkan tanpa mengganggu siswa.
·
Puncak proyek-proyek
pembelajaran berbasis masalah adalah penciptaan dan peragaan hasil karya
seperti laporan, poster, model-model fisik. Tugas guru pada akhir pembelajaran
berbasis masalah adalah membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses
berpikir mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan yang mereka gunakan.
d.
Analisis
dan evaluasi proses pemecahan masalah
Tugas guru pada tahap ini adalah membantu siswa menganalisis
dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan
yang mereka gunakan.
3. Lingkungan Belajar dan tugas-tugas manajemen
Guru
harus memiliki prosedur untuk pengelolaan, penyimpanan dan pendistribusian
bahan tugas dan harus memiliki seperangkat peraturan yang jelas untuk
mengendalikan tingkah laku siswa saat melakukan penyelidikan diluar kelas
termasuk penyelidikan di masyarakat.
4. Asesmen
dan Evaluasi
Teknik penilaian dan evaluasi yang sesuai dengan
metode Problem Based Learning (PBL)
adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan oleh siswa yang merupakan hasil
penyelidikan mereka. Tugas (asesmen)
dan evaluasi yang sesuai metode pembelajaran Problem Based Learning (PBL) atau inquiry terutama terdiri dari menemukan prosedur penilaian
alternatif yang dapat digunakan untuk mengukur pekerjaan siswa. Hasil belajar
utama dalam Problem Based Learning
(PBL) atau inquiry meliputi :
a. Keterampilan inquiry
dan pemecahan masalah
b. Mendapatkan perilaku-perilaku peran orang dewasa
c. Menjadi peserta didik yang mandiri atau peserta didik
yang otonom.
F. Tujuan dan Hasil Belajar Pembelajaran Berbasis Masalah
Tujuan utama PBL ini
menurut Hsiao adalah untuk mengarahkan peserta didik mengembang kemampuan
belajar kolaboratif, kemampuan berpikir dan strategi-strategi belajarnya
sehingga peserta didik bisa belajar dengan kemampuan sendiri tanpa bantuan
orang lain atau pembelajar (self-directed learning strategies). Adapun tujuan dan hasil dari model pembelajaran berbasis
masalah ini adalah:
1.
Keterampilan berpikir
dan keterampilan memecahkan masalah
Pembelajaran berbasis masalah ini ditujukan untuk mengembangkan
keterampilan berpikir tingkat tinggi.
2.
Pemodelan peranan orang
dewasa.
Resnick mengemukakan bahwa bentuk pembelajaran berbasis masalah penting
menjembatani gap antara pembelajaran sekolah formal dengan aktivitas mental
yang lebih praktis yang dijumpai di luar sekolah. Aktivitas-aktivitas mental di
luar sekolah yang dapat dikembangkan adalah :
·
PBL mendorong kerjasama
dalam menyelesaikan tugas.
·
PBL memiliki
elemen-elemen magang. Hal ini mendorong pengamatan dan dialog dengan yang lain
sehingga pebelajar secara bertahap dapat memi peran yang diamati tersebut.
·
PBL melibatkan pebelajar
dalam penyelidikan pilihan sendiri, yang memungkinkan mereka
menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia nyata dan membangun femannya
tentang fenomena itu.
3.
Belajar Pengarahan
Sendiri (self directed learning)
Pembelajaran berbasis masalah berpusat pada pembelajar. Pembelajar harus
dapat menentukan sendiri apa yang harus dipelajari, dan dari mana informasi
harus diperoleh, dibawah bimbingan pembelajar. Dengan bimbingan pembelajar yang
secara berulang-ulang mendorong dan mengarahkan mereka untuk mengajukan
pertanyaan mencari penyelesaian terhadap masalah nyata oleh mereka sendiri, pembelajar
belajar untuk menyelesaikan tugas-tugas itu secara mandiri dalam kehidupan
kelak.
G. Penelitian tentang inquiry dan problem based learning
Metode-metode inquiry mirip dengan discovery
learning dan memiliki beberapa masalah yang sama, sehingga inquiry harus direncanakan dan
diorganisasikan dengan seksama, khususnya untuk para siswa yang kurang siap,
yang mungkin kurang memiliki pengetahuan latar belakang dan keterampilan problem solving yang dibutuhkan untuk
dapat mengambil manfaatnya.
Pendekatan terbaik di SD dan sekolah
menengah mungkin adalah penyeimbangan antara metode yang difokuskan pada isi
dan inquiry atau metode berbasis
masalah. Fase dalam meode ini adalah:
1. Dalam
kelompok-kelompok kecil, siswa melaksanakan eksperimen eksploratik untuk
mengidentifikasi variabel-variabel
2. Guru
memimpin diskusi, menjelaskan controlled
variabel strategy, dan memberikan model pemikiran yang baik tentang desain
eksperimen
3. Siswa
merancang dan melaksanakan eksperimen aplikasi untuk mengisolasi
variabel-variabel penyebab sesuatu
Kombinasi
inquiry, diskusi, penjelasan dan modelling sukses dalam membantu siswa memahami
konsep itu.
H. Kelebihan dan kekurangan model Program based Learning (PBL)
a.
Kelebihan
Sebagai
suatu model pembelajaran, Prolem Based Learning (PBL) memiliki beberapa kelebihan,
diantaranya :
1.
Menantang kemampuan siswa serta memberikan
kepuasan untuk menekankan pengetahuan baru bagi siswa
2.
Meningkatkan motivasi dan aktivitas pembelajaran
siswa.
3.
Membantu siswa dalam mentransfer pengetahuan
siswa untuk memahami masalah dunia nyata
4.
Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan
barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
5.
Mengembangkan siswa untuk berpikir kritis dan
mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
6.
Memberikan kesempatan bagi siswa untuk
mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
7.
Mengembangkan minat siswa untuk secara terus
menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal terkhir.
8.
Memudahkan siswa dalam mengusai konsep-konsep
yang dipelajari guna memecahkan masalah dalam dunia nyata.
b.
Kelemahan
Disamping kelebihan diatas,
PBL juga memiliki kelemahan, diantaranya :
1.
Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai
kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka
akan merasa enggan untuk mencobanya.
2.
Untuk sebagian siswa beranggapan bahwa tanpa
pemahaman mengenai materi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah mengapa
mereka harus berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka
mereka akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
I. Perbedaan Mendasar antara Problem Based
Learning & Problem Solving
Pembelajaran berbasis masalah dirancang dalam suatu
prosedur pembelajaran yang diawali dengan sebuah masalah dan menggunakan
instruktur sebagai pelatih metakognitif. Ada suatu perbedaan yang mendasar
antara problem solving dan problem based learning. Dalam
pembelajaran dengan strategi problem solving seperti yang kebanyakan
dilakukan oleh para guru dewasa ini, siswa disuguhi permasalahan setelah kepada
mereka dipresentasikan informasi-informasi mengenai materi ajar (fakta, konsep, prinsip, hukum, dsb) dan mereka
tidak tahu mengapa mereka harus mempelajari materi ajar tersebut. Sedangkan
dalam prosedur Problem Based Learning, setting awalnya adalah penyajian
masalah. Proses pembelajaran dimulai setelah siswa dikonfrontasikan dengan
struktur masalah, sehingga dengan cara itu siswa mengetahui mengapa mereka
harus mempelajari materi ajar tersebut. Informasi-informasi akan mereka
kumpulkan dan mereka analis dari unit-unit materi ajar yang mereka pelajari
dengan tujuan untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Masalah yang
disajikan juga hendaknya dapat
memunculkan konsep-konsep maupun prinsip-prinsip yang relevan dengan content
domain. Melalui problem based learning mahasiswa akan belajar
bagaimana menggunakan suatu
proses interaktif dalam mengevaluasi apa yang mereka ketahui, mengidentifikasi
apa yang periu mereka ketahui, mengumpulkan informasi, dan berkolaborasi dalam
mengevaluasi suatu hipotesis berdasarkan data yang telah mereka kumpulkan. Sedangkan
dosen lebih berperan sebagai tutor dan fasilitator dalam menggali dan menemukan
hipotesis, serta dalam mengambil kesimpulan.
KESIMPULAN
Pembelajaran berdasarkan masalah (problem
based learning) adalah suatu pendekatan untuk membelajarkan siswa untuk
mengembangkan keterampilan berfikir dan keterampilan memecahkan masalah,
belajar peranan orang dewasa yang otentik serta menjadi pelajar mandiri. Adapun
bentuk
belajar berbasis masalah, yaitu : permasalahan sebagai pemandu, permasalahan
sebagai kesatuan dan alat evaluasi, permasalahan sebagai contoh, permasalahan
sebagai fasilitasi proses belajar, permasalahan sebagai stimulus belajar. Pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah secara ringkas sebagai berikut
: Tugas perencanaan, tugas interaktif, Lingkungan Belajar dan tugas-tugas
manajemen, Asesmen dan Evaluasi.
Tujuan dan hasil dari
model pembelajaran berbasis masalah ini adalah: Keterampilan berpikir dan
keterampilan memecahkan masalah, Pemodelan peranan orang dewasa, Belajar
Pengarahan Sendiri (self directed learning). Kelebihan model
pembelajaran, Prolem Based Learning
(PBL) yaitu menantang kemampuan siswa, meningkatkan motivasi dan aktivitas,
membantu siswa dalam mentransfer pengetahuan, membantu siswa untuk
mengembangkan pengetahuan barunya. Adapun kekurangannya diantaranya : ketika
siswa tidak memiliki minat belajar, akan sulit untuk memecahkan masalah
tersebut, sebagian siswa beranggapan bahwa tanpa pemahaman
mengenai materi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah mengapa mereka
harus berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka
akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
REKOMENDASI
Berdasarkan kesimpulan
diatas maka perlu diajukan beberapa rekomendasi yang dapat menunjang terhadap
penyempurnaan penggunaan metode problem based learning untuk
meningkatkan aktivitas berfikir siswa pada mata pelajaran, rekomendasi ini
disampaikan kepada pihak guru, kepala sekolah, pihak dinas pendidikan dan pengajaran,
dan peneliti selanjutnya.
1. Bagi Guru
Bagi guru mata pelajaran
diharapkan dapat menggunakan metode problem based learning, sebab metode
ini dapat menciptakan aktivitas belajar menjadi lebih baik, dan selain itu
dapat menciptakan pembelajaran yang lebih aktif, saling
berinteraksi antara siswa dengan siswa, siswa dan guru, dan berbagai
kolaboratif yang membuat suasana belajar lebih menyenangkan.
2. Pihak Sekolah
Untuk meningkatkan mutu
pembelajaran di sekolah, sudah sewajarnya pihak sekolah mendukung terhadap
penerapan inovasi – inovasi pembelajaran dengan memberikan fasilitas dan
penyediaan sarana dan prasarana pembelajaran yang dibutuhkan guna menunjang
terhadap terlaksananya inovasi pembelajaran tersebut sehingga apa yang
diharapkan dapat tercapai dengan baik.
3. Pihak Dinas Pendidikan dan Pengajaran
Untuk mengoptimalisasikan
metode problem based learning dalam usaha untuk meningkatkan kemampuan berfikir
siswa melalui kegiatan pembelajaran yang berlangsung di sekolah, perlu adanya
dukungan dari pihak pemerintah oleh karena itu dibutuhkan kebijakan – kebijakan
yang dapat mendorong dan meningkatkan lancarnya pelaksanaan metode problem
based learning di sekolah secara khusus, serta meningkatkan kualitas
pendidikan secara umum.
4. Peneliti Selanjutnya
Perlu diadakannya
penelitian dengan mengembangkan topik problem based learning hal ini
dimaksudkan dapat memberikan informasi yang lebih luas terhadap guru sehingga
metode problem based learning yang dikembangkan saat ini dapat bermanfaat
sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Dsamping itu dapat
memberikan pengalaman pada peneliti dalam menghadapi permasalahan praktis yang
ada dilapangan beserta cara penyelesaianya dan sebagai bekal dalam mengajar
pada kesempatan yang akan datang. Dapat memperoleh informasi secara langsung
mengenai proses dan hasil belajar siswa serta memperoleh inspirasi untuk lebih
meningkatkan metode problem based learning.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmadi,
Khoiru, IIF, Sofan A., Tatik E. 2011. Strategi
Pembelajaran Sekolah Terpadu Cetakan pertama. Indonesia : Prestasi
Pustakakarya.
Woolfolk,
Anita. Educational Psychology. 2007.
Boston: Pearson
Education, Inc.
Jihad, Asep dan Abdul Haris. 2008. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta:
Multipressindo
Mudjiman,
Haris. 2006. Belajar Mandiri.
Surakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) UNS dan UPT Penerbitan dan
Percetakan UNS (UNS Press).
Siburian, Jodion. 2010. Model
Pembelajaran Sains, Jambi: Universitas Jambi
Siregar,
Evaline & Hartini, Nara. 2010. Teori
Belajar dan Pembelajaran. Indonesia : Ghalia Indonesia
Yamin,
Martinis. 2011. Paradigma Baru Pembelajaran. Jambi: Gaung Persada Press
[1] Asep, Jihad dan Abdul, Haris, Evaluasi
Pembelajaran, (Yogyakarta: Multipressindo, 2008), h. 37.
[2] Evaline, Siregar &
Hartini, Nara, Teori Belajar dan
Pembelajaran, (Indonesia : Ghalia Indonesia, 2010), hh. 119-121.
[4] Ahmadi, Khoiru, IIF.,
Sofan A., Tatik E., Strategi Pembelajaran
Sekolah Terpadu Cetakan pertama (Indonesia : Prestasi Pustakakarya, 2011),
hh. 56-57.
[5] Anita,
Woolfolk, Educational Psychology, (Boston: Pearson Education, Inc., 2007.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar